Marewai
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
  • Login
  • Daftar
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
Marewai
No Result
View All Result
Home Budaya Esai

Yori Leo Saputra | Rontgen dan Ronsen

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
14 Juli 2021
in Esai
3.5k 224
0
BagikanBagikanBagikanBagikan

Alat medis di rumah sakit memang cukup banyak. Sebut saja, mulai dari alat kesehatan untuk kondisi darurat seperti, inhaler dan nebulizer, alat tes gula darah, tensi meter, pulse oxsimeter, dan tabung oksigen. Selain itu, ada alat medis yang disebut rontgen. Namun, saya mendengar ada juga yang menyebut kata itu dengan ronsen. Begitu pun dalam bahasa tulis ada yang menulis kata itu dengan ronsen. Eh, saya jadi bingung. Sebenarnya, bagaimana sih pengucapan dan penulisan yang benar. Rontgen atau ronsen?


Berbicara mengenai kata rontgen dan ronsen. Saya jadi teringat fisikawan asal Jerman. Dia bernama Wilhem Conrad Röntgen. Ia adalah seorang ilmuwan yang menemukan teknologi yang dapat melihat organ tubuh manusia. Penemuan ini bermula dari ketidaksengajaan Röntgen di laboratorium Wurzburg, Jerman, pada tahun 1895. Ia menguji apakah sinar katoda dapat menembus kaca. Dalam pengujian itu, ia melihat cahaya yang berasal dari layar yang dilapis bahan kimia di dekatnya (Kompas.com). Kemudian, cahaya itu diberi nama “sinar X”. Nama lain dari sinar X adalah X-Ray.


Selanjutnya, Röntgen melakukan pengujian lanjut terhadap penemuannya itu. Ia sengaja mengurung diri di laboratorium miliknya. Ternyata, ia berhasil membuktikan penemuannya itu bahwasanya sinar X dapat menembus daging manusia, kecuali tulang dan timah. Penemuan ini dijuluki sebagai mujizat medis dan menjadi salah satu bentuk kemajuan ilmu sains pada masa itu, terutama dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, alat ini diberi nama rontgen, yang diambil dari nama ilmuwannya, yaitu Wilhem Conrad Röntgen.


Secara umum, rontgen adalah alat pemeriksa yang menggunakan radiasi gelombang (sinar X) untuk memfoto bagian tubuh manusia. Biasanya, alat ini digunakan dalam bidang kedokteran untuk mendeteksi masalah pada organ tubuh manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata rontgen merupakan nomina yang bermakna: 1. alat potret yang menggunakan sinar X dapat menembus bagian-bagian dalam tubuh; 2. cak potret (memotret diri) pada alat (pesawat) elektronik yang dilengkapi dengan sinar X. Kata ini memiliki kata turunan yaitu merontgen, yang bermakna memotret dengan mesin röntgen. Contohnya: tugas merontgen di rumah sakit hanya diserahkan kepada yang sudah ahli.


Perubahan itu terjadi dari kata dasar menjadi kata berafiks. Dalam ilmu mofologi, afiks adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks (Kridalaksana, 1989:28). Me- pada kata merontgen adalah prefiks . Prefiks merupakan afiks yang diletakkan di muka dasar. Contoh lain bentuk prefiks dalam bahasa Indonesia seperti di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, dan se-.


Lalu, bagaimanakah dengan kata ronsen? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi V, kata ronsen merupakan bentuk tidak baku dari rontgen. Kata tidak baku adalah kebalikan dari kata baku. Kata tidak baku merupakan ragam bahasa yang cara pengucapan atau penulisannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar bahasa tersebut. Pengertian ini dapat dijelaskan bahwa kata tidak baku tidak selalu salah dalam penulisan saja, melain juga diakibatkan karena pengucapan yang salah. Warida (2000), mendefinisikan bahwa bahasa nonbaku adalah salah satu ragam bahasa yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan dijadikan model oleh masyarakat luas.


Meskipun kata ronsen merupakan bentuk tidak baku, bukan berarti kata itu salah digunakan oleh masyarakat. Dalam situasi tidak resmi seperti percakapan sehari-hari, kata tersebut tidak masalah digunakan oleh penutur karena tidak ada larangan dalam menggunakan kata tidak baku. Lebih lanjut, Warida (2000:29), menjelaskan bahwa ragam bahasa nonbaku merupakan ragam bahasa yang berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa dalam bahasa baku, dan dipergunakan dalam pertemuan tidak resmi dengan kode bahasa ragam nonbaku. Namun, hal itu berbeda ketika dalam situasi resmi, pengguna bahasa memang diwajibkan menggunakan kata baku bahasa Indonesia. Misalnya, dalam laporan resmi dan karya ilmiah.


Memilih kata yang digunakan adalah menjadi hak penutur. Dalam situasi tidak resmi seperti pada percakapan, kata rontgen dan ronsen sebenarnya sah-sah saja digunakan oleh penutur meski Kamus Besar Bahasa Indonesia telah mengatur rontgen adalah bentuk percakapan yang benar. Akan tetapi, kata rontgen boleh dibaca dengan ronsen. Untuk membuktikan benar atau tidak, Anda boleh mengecek bunyi kata itu di Google translate bahasa Indonesia. Pastinya, kata itu dilafalkan dengan bunyi ronsen. Selain itu, jika mengamati tuturan yang terjadi dalam masyarakat bahwasanya penutur bahasa Indonesia lebih sering menyebut kata rontgen dengan ronsen, melainkan bukan rontgen. (*)



Penulis, Yori Leo Sastra, Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu budaya Universitas Andalas Padang.


  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah sebuah Komunitas Budaya yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebagai media alternatif untuk para penulis.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Puisi-puisi Kiki Nofrijum | Magrib Macet - 30 September 2023
  • Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini” - 18 September 2023
  • Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar - 16 September 2023
Tags: ArtikelBudayaCerpenEsaiPelesiranSastra

Related Posts

Apakah Minangkabau Sekarang Masih Memuliakan Perempuan? | Devi Adriyanti, M.S.I

Apakah Minangkabau Sekarang Masih Memuliakan Perempuan? | Devi Adriyanti, M.S.I

Oleh Redaksi Marewai
1 Mei 2023

Membaca berita viral belakangan tentang dua perempuan yang diarak, diceburkan ke pantai dan ditelanjangi gara-gara mereka dianggap bekerja di...

Gilo Indak, Waras Bukan: Sebuah Reaksi Kasus Pelecehan Seksual di Kambang, Pesisir Selatan

Gilo Indak, Waras Bukan: Sebuah Reaksi Kasus Pelecehan Seksual di Kambang, Pesisir Selatan

Oleh Arif P. Putra
11 April 2023

Sebagaimana dalam banyak peristiwa kemanusiaan, yang kerap membuat banyak orang geleng-geleng tak habis pikir, Pesisir Selatan beberapa tahun terakhir...

Melihat Ulang Sejarah Batang Kuantan: Sebuah Refleksi dan Rekonstruksi Sejarah | Arif Purnama Putra

Melihat Ulang Sejarah Batang Kuantan: Sebuah Refleksi dan Rekonstruksi Sejarah | Arif Purnama Putra

Oleh Redaksi Marewai
24 November 2022

Bila mengingat Batang Kuantan, pikiranku langsung terlintas sebuah anekdot orang-orang tentang Melayu, hidup adalah sebuah kesenangan yang tak terhingga...

FSJB IV 2022: Menghargai Seni dan Memaknai Pekik Sunyi Tarian Bumi | Budi Saputra

FSJB IV 2022: Menghargai Seni dan Memaknai Pekik Sunyi Tarian Bumi | Budi Saputra

Oleh Redaksi Marewai
14 Oktober 2022

Poto: penulis Pada tahun 2022 ini, Bali menggelar Festival Seni Bali Jani (FSBJ) IV yang mengusung tema “Jaladhara Sasmitha...

Next Post
Puisi-puisi Mhd. Irfan | Tentara Ibukota

Puisi-puisi Mhd. Irfan | Tentara Ibukota

Cerpen Jemi Batin Tikal | Pengumuman Kesepian di Koran

Cerpen Jemi Batin Tikal | Pengumuman Kesepian di Koran

Discussion about this post

Marewai

ikuti kami:

© 2023 marewai.com – Komunitas Serikat Budaya Marewai

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2023 Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In