Sedangkan Puti Rimbun Jali yang dibuang ditengah hutan Sipaniang-paniang hanya bisa memakan makanan yang jatuh di gunggung tupai dan kera. Hari demi hari Puti Rimbun Jali berada di hutan, sedangkan perutnya pun bertambah besar membuat Puti Rimbun Jali susah untuk berjalan mendaki dan menuruni bukit-bukit dipedalaman rimbo Sipaniang-paniang. Sehingga sampai di sebuah tepi rimba menuju rimba Gunuang Sigiriek yang ada di Baruang-Baruang Balantai sekarang. Perut Puti Rimbun Jali terasa sakit dan kemudian ia bersandar di sebuah pohon yang bernama pohon simauang, perutnya yang sakit dan tanda akan melahirkan, maka ia bergeser kemudian bersandar ke pohon simaung, dengan posisi bersandar itu lahirlah anaknya yang bersimbah darah. Puti Rimbun Jali pun setelah itu tidak sadarkan diri. Ketika anak Puti Rimbun Jali nanat-nanat (menangis keras), terdengar oleh seorang kakek yang tinggal di tengah rimba Gunuang Sigeriek, di telusuri suara bayi (anak) yang terdengar itu, kekek itu bernama Rajo Taduang, kekek Rajo Taduang terus berjalan dan kemudian bertemu dengan bayi (anak) yang sedang belumur darah sedangkan ibundanya yang bersandar di pohon kayu simauang tidak sadarkan diri.
Sang kakek terkejut melihat kejadian itu, dan bersegera mengambil anak yang bersimbah darah, kemudian membawanya ke pondok tempat tinggalnya. Di pondok itu kakek hanya tinggal dengan istrinya bernama Nenek Ranik. Melihat kakek Rajo Taduang membawa bayi (anak kecil) Nenek Ranik sangat senang. Dan berkata kepada suaminya, “mana ibundanya, udo? Anak siapa engkau bawa.” Dijawab kekek Rajo Taduang, “wahai Upiek Ranik, aku menemukan anak ini sedang bersimbah darah di tepi rimba, sedangkan ibunda dari anak ini sedang tidak sadarkan diri, sedang tersandar dibatang kayu simauang.” Kemudian dibalas kembali oleh Nenek Ranik, “kalau begitu kita tinggal anaknya di sini dulu, ayo segera kita jemput ibundanya, supaya kita obati iya bersama anaknya”.
Maka dijemput oleh Nenek Ranik bersama Kekek Rajo Taduang Puti Rimbun Jali di tepi rimba Gunuang Sigeriek yang sedang tersandar di pohon Simauang, lalu dibawa ke pondok mereka dan diberi obat oleh Nenek Ranik sehingga Puti Rimbun Jali sadar. Lantas bertanyalah Nenek Ranik, “kenapa engkau sampai di tepi rimbo Gunuang Sigeriek, dan siapa nama, dan kampung halaman?” Maka diceritakan oleh Puti Rimbun Jali, bawa ia difitnah, sehingga diusir, dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak dari Dipatuan Basa Raja Kualo Sungai Nyalo, kampungnya Kualo Aie Batu Sungai Pinang Lamo. Mendengar penjelasan dan penjabaran Puti Rambun Jali yang menyampaikan dengan perasaan sedih, air matanya pun ikut berjatuhan. Mendengar perkataan Puti Rimbun Jali, Nenek Ranik pun ikut larut dalam kesedihan dikala itu. Nenek Ranik menyuruh tinggal bersamanya dipondok yang ditempatinya. Puti Rimbun Jali bersedia dan menerima pemintaan Nenek Ranik.
***
Hari demi hari Puti Rimbun Jali berada di pondok Rimbo Gunuang Sigiriek hingga besarlah anaknya. Nenek Ranik dan Kekek Rajo Taduang memberi nama anak Puti Rimbun Jali dengan mama Upiek Simalang Untuang, karena perasaian dan yang ditanggung oleh ibundanya ketika mengandung Upiek Simalang Untuang. Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berganti, dan tahun demi tahun bertukar, hingga sampai Upiek Simalang Untuang dewasa.
Selama ia kecil, Upiek Simalang Untuang telah dibina dan diterpa oleh Kekek Rajo Taduang dengan Ilmu Silat dan Gayuang Juang Parmanyo, Ilmu Kepeh Latuek, serta Ilmu Ilang Mayang. Sedang Nenek Ranik mengajarkan Upiak Simalang Untuang Ilmu Segala Biso Katawaran, Ilmu Ganta Sumarak Aguang, dan Ilmu Silunak-Lunak Badan. Sehingga Upiek Simalang Untuang dalam bimbingan kekek Rajo Taduang dan Nenek Ranik menjadikan seorang wanita yang kuat dan cerdas serta berpendirian, tapi anggun dalam perkataan.
Disaat Upek Simalang Untuang dalam kematangan belajar dengan Kakek Rajo Taduang dan Nenek Ranik, teringatlah oleh ibundanya Putri Rimbun Jali ketika diwaktu mudanya bercumbu mesra dengan Raja Dipatuan Hitam di Pulau Si Mundam Sati. Ketika itu Dipatuan Hitam berkata kepada Puti Rimbun Jali jika anaknya lahir nanti kalau laki-laki akan diberi nama Rindang Bumi, sedangkan kalau perempuan diberi nama Puti Sari Linduang Bulan. Maka dari itu, apa bila nama Upiek Simalang Untuang hanya panggilan untuk daerah Gunuang Sigiriek, sedangkan diluar Gunuang Sigiriek ia di panggil Puti Sari Linduang Bulan, karena yang dipergunakan adalah nama pemberian oleh ibundanya Puti Rimbun Jali.
Maka terjadi suatu peristiwa Raja Garagasi kaki tangan orang Paringgi, mendarat di Taluak Sinyalai Tambang Papan, Carocok Gaduang Intan dan Pulau Simundam Sati. Tiga negeri itu menjadi bulan-bulanan orang Garagasi yang merampas barang-barang berharga serta ternak mereka, dan ingin menguasai daerah tiga negeri itu. Mendengar kerusuhan yang terjadi di Negeri Taluak Sinyalai Tambang Papan, Carocok Ganduang Intan, serta Pulau Simundam Sati. Maka diperintahkan oleh Nenek Ranik dan Kekek Rajo Taduang Upiek Simalang Untuang atau yang di panggil Puti Sari Silinduang Bulan untuk menyelamatkan perempuan-perempuan dan anak-anak yang akan dibunuh oleh Kaum Garagasi.
- Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2 - 2 Oktober 2024
- Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung - 26 September 2024
- Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana - 21 September 2024
Discussion about this post