Sumatra yang lebih dikenal dalam bahasa tradisi Pulau Perca, ujungnya Negeri Aceh pangkal hingga Lampung. Orang yang mendiami Pulau Sumatra disebut juga Melayu Tua; Suku Anak Dalam, Kubu (Ulu Rokan), Sakai, Batak, Talang Mamak, Toala dan lain-lainya. Mendiami Pulau Sumatra sejak tahun kl 2000 SM. Di Sumatra terkhusus di bagian Tengah Sumatra disebut dengan Minangkabau. Terdapat juga sekumpulan orang Minangkabau Tua yang mendiami pedalaman Minangkabau yang membawa kebudayaan Batu Purba (Neolitichum) yang masih terpancang di daerah pedalaman Luhak Limopuluah; Mahek, Guguek, Suliki, dan daerah lainnya yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatra Barat. Tanda-tanda itu dalam bahasa tradisi Minangkabau disebut dengan “corengang di batu”, di masa nenek moyang yang kerap menulis di batu sebagai bentuk sebuah kebudayaanya. Namun bagaimana orang-orang tradisi dan sebagian para budayawan Minangkabau memercayai nenek moyang mereka berasal dari Pariangan. Jadi, mana sebenarnya yang tua; Pariangan atau Mahek?
Secara bahasa Melayu Tuo dikenal dengan nama “bagundi”, sebuah nama tempat yang ada di pedalaman dari sub etnis Melayu Darat Minangkabau terdapat juga perkampungan yang bernama Galundi Baselo, yang ada di kaki Gunung Marapi Kabupaten Tanah Datar. Negeri Pariangan merupakan tempat keramat dan tempat pemujaan oleh para leluhur nenek moyang orang Melayu Darat, yang disimbolkan dengan Gunung Marapi, sebagai gunung yang puja-puja Siguntang-Guntang Mahameru. Tambo Minangkabau mengisyaratkan bahwa nenek moyang orang Minangkabau datang dari negeri “Urhun Ajni” , disebut dengan Ruhun Jani. Melakukan perjalanan panjang, hingga ke Kota Hami oleh orang Mogul disebut juga Kota Kumul. Kota ini merupakan perbatasan paling Barat Kerajaan Cina-Mongolis yang dipimpin oleh Kuni Bai Khan dengan Jaghtai Pada Abad Ke XII. Hingga sampai kepada daerah Asia Tengah bagian Timur, mulai dari bagian Timur Mungolia sampai kepada perbatasan dengan India, Nepal, Bhutan di Selatan. Sedangakan “Urhun Ajni” sendiri dalam kepercayaan nenek moyang Minangkabau berada di “Ulak Tanah Basa” yaitu merujuk kepada kawasan suku Hun disebut “Urhun” sebelum menjadi sebuah kerajaan Hun yang dipimpin oleh Maotun, dan setelah menjadi pusat pemerintahan daerah ini disebut sampai sekarang dengan Urga. Nama lainnya Ulan Bator, ibu Kota Mongolia luar sekarang.
Kemudian kata Ajni juga berada di daerah Kuctch-Sian daerah Asia Tengah yang lebih dikenal dengan nama Uthun Ajni sebuah kawasan Asia Tengah dengan Ibu Kota Turki Utara, di kawasan Muara Uhuun sementara di kawasan Turki Selatan Ibu Kota Ajni. Jika Turki beribu kota Urhun-Ajni itu bukan berarti ibu kota di Rantau–Turki yang terletak di Antolia Republik Turki sekarang. Namun Minangkabau dalam perkembanganya generasi yang disebut mempunyai kempadaian “ Coreng-coreang dibatu” datang bergelombang-gelombang dari masa bergati masa, datang dari negeri Urhun-Ajni /Ruhun Jani dimulai Pulau Perca Tengah masih digenangi air “Tikar banama pandan gerai, kurik baibuah ular Gerang, ragi tarantang segi empat, ditaruh bunda dekat peti. Teluk bernama Labuhan Burai, tempat berlabuh pelang (kapal) datang, kini terbentang jadi darat, Kumbuah Bapayo yang berganti”, yakni daerah Payakumbuh Sumatera Barat. Dikala itu masih digenangi air, dan dulu tempat sebuah pelabuhan kampal di sebut Labuhan Burai. Hingga Masa kepada Seorang Raja Minangkabau, Raja Hang Sang Muddin, Raja yang mengakat senjata kepada Negeri “Ijik Darmasirah (Mesir)” yang di dalam Tambo Silsilah Rajo Rajo Minangkabau Salinan Alm Emral Djamal Dt Rajo Mudo: “Takala itu Nagari Pariangan, perang malawan Pasak Palinggam, perang bergejolak di lautan, banyaklah orang mati karam.
Adapun orang Pasak Palinggam datang bersembunyi ke Pariangan, mencuri Karis Kasaktian, bernama Bunga Kesayangan. Bunga yang dicuri itulah Bunga Sari Manjari, untung tahu orang isi negeri. Pasak Palinggam pergi lari, di Negeri Ijik/ijik Darmasirah sampailah perang, di sini dapat keris yang hilang, kembali Raja berbalik pulang, senang Pariangan Padang Panjang. Raja yang berperang dengan Pasak Palinggam. Pasak Palinggam yaitu negeri Persia, suatu peristiwa perperangan di lautan besar, melawan orang Palinggam yang telah mencuri bunga kesayangan negeri Pariangan Padang Panjang. Sampai menyerang kepada nagari Ijik/ijik Darmasirah yaitu Nageri Eghypt/Mesir. Dalam keterangan lain juga terdapat dalam Cerita orang Bajar Selatan dengan nama cerita “Lamut”, menceritakan seorang Putri yang disembuyikan di negeri Mesir. Putri yang indah rupa bernama Putri Tanjung Mansari, disebut juga Putri Masie. Datang pinangan oleh Raja Syamsuddin (dengan versi lain disebut Raja Surya), seorang Raja Raksasa yang ada di Negeri Minangkabau, kerena pinangannya ditolak, akhirnya Mesir diserang oleh Minangkabau. Tetapi ada seorang pemuda yang datang dari Pasak Palinggam (Persia) yang bernama Kasan Mandi, dibantu oleh seorang pemuda yang bernama Lamut, dan para pengiring, pasukan hulubalang. Hingga Mesir dapat dibebaskan dari Minangkabau.
- Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2 - 2 Oktober 2024
- Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung - 26 September 2024
- Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana - 21 September 2024
Discussion about this post