Indonesia memiliki keberagaman tradisi, dari Sabang sampai Merauke pasti mempunyai tradisi daerahnya masing-masing. Sesuai dengan makna dari tradisi itu sendiri, ialah kebiasaan yang berasal dari nenek moyang, berkembang secara turuntemurun dan dipakai sampai saat ini dalam kehidupan masyarakat. Biasanya tradisi tersebut juga sejalan dengan adat di daerahnya masing-masing, misalnya tradisi Badampiang (sebagian masyarakat juga menyebutnya dengan ayo dampiang) yang ada di Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Tradisi ini biasanya dilakukan saat prosesi mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita. Badampiang dilaksanakan di jalan, ketika hendak mengantarkan mempelai pria dari rumahnya ke rumah mempelai wanita. Sepanjang perjalanan orang-orang yang ikut mengantarkan mempelai akan bersorak “ayo dampiang” Lengkap dengan beberapa nyanyian-nyayian sendu. Di Kecamatan Sutera tradisi ini biasanya dilaksanakan malam, karena kebiasaan masyarakat setempat melaksanakan prosesi ijab kabul pada malam hari.
Secara umum, Badampiang termasuk kedalam tradisi lisan, yang dilakukan ketika melaksanakan pernikahan. Badampiang merupakan proses pernikahan untuk mendampingi mempelai laki-laki menuju ke rumah calon mempelai perempuan yang diikuti oleh alunan pantun yang didendangkan sebelum ijab kabul. Badampiang juga salah satu warisan budaya tak benda.
Beberapa tahun terakhir tradisi ini jarang sekali ditemui, sebab peraturan pemerintah daerah, dimana proses ijab kabul dilakukan pada pagi/siang hari. Jikapun terpaksa malam, itu hanya sampai jam 9/10. Rumit memang kalau sudah membahas persoalan “saya terima nikahnya sianu itu”.
Sebenarnya yang menjadi persoalan sebenarnya adalah jam-jamnya, misalnya para ibu-ibu pergi baralek/pesta/muanta terlalu sore. Mengapa demikian, permasahalan ini adalah sebuah tradisi, kebiasaan yang sangat sulit dirubah. Yaitu pergi ke pesta sore hari dan pulang menjelang senja, tak jarang pula pulang selesai magrib. Secara adat yang diajarkan di Minangkabau, perempuan sebaiknya di dalam rumah ketika menjelang magrib, pameonya tidak baik anak perempuan keluar rumah saat magrib datang. Ini berlaku kepada semua perempuan. Bila orang tua berlaku pada anaknya, bila suami berlaku pada istrinya. Persoalan klasik ini tak dapat dibendung, ditambah lagi zaman semakin maju, yang dulu pergi konvoi baralek dengan oto tambang balai, sekarang ada odong-odong yang lengkap dengan musiknya. Tak ada hambatnya kalau sudah dijemput. Selain itu, prosesi ijab kabul yang biasa dilaksanakan malam/dinihari memakan waktu sangat lama, tak jarang bisa sampai subuh.*
Nah, tradisi tersebut tentunya berdampak kepada prosesi selanjutnya. Pemerintah mengeluarkan peraturan demikian, sudah pasti jadwal-jadwal lain juga berubah. Yang dulunya prosesi ijab kabul malam, sekarang berganti pagi hari menjelang siang. Dan naasnya peraturan tersebut berdampak kepada beberapa tradisi adat yang sejak lama ada dalam proses baralek, salah satunya Badampiang. Tradisi ini sudah jarang ditemui lagi, alasannya beragam. Ada alasan karena jarak, ada pula alasan pengulu dan aturan baru.
Bila dulu sering ditemui karena pria dan wanita kebanyakan berjodoh dengan orang kampungnya sendiri, atau paling tidak kampung sebelah/satu Kecamatan. Sehingga tradisi Badampiang bisa dilaksanakan dengan mudah. Sedangkan sekarang, banyak dari mereka yang mendapatkan jodoh dari daerah lain. Bila sekiranya rumah mempelai wanita/anak daro jauh, misalnya Surantih ke Batang Kapas, tidak mungkin mereka Badampiang sejauh itu.
Proses badampiang dilaksanakan seperti berikut: bermula dari rutinitas adat menjemput marapulai/mempelai pria oleh kekeluarga anak daro, lngkap dengan sumando dan pernak pernik atau alat untuk menjemput marapulai. Sesampai di rumah orang tua mempelai pria, rombongan penjemput marapulai disambut keluarga mempelai pria tersebut yang tentunya juga dihadiri ninik mamak, pemuda, pimatang panjang di nagari dan lainnya.
Kemudian sebelum masuk kepada pembahasan inti kedatangan, rombongan tersebut ditanyai terlebih dahulu tujuan dan maksud kedatangan. Maka terjadi alur sisomba saat itu, kadang lancar dan tenang, kadang juga butuh waktu sebentar saja. Setelah disepakati kedua belah pihak bahwa kedatangan tersebut ialah untuk menjemput marapulai, dan pihak marapulai telah mengizinkan marapulai pergi nikahnikah. Saat itulah awal badampiang terjadi. Biasanya marapulai diberangkatkan dari rumah malam hari atau pukul 01.00 WIB.
- Ketuklah Pintu Itu, 2025, Kami Menunggu dan Siap Melanjutkan - 1 Januari 2025
- Tim Kenal Adat: Progress Awal dalam Mengimplementasikan Project Sociopreneurship Innovillage 2024 di Perkampungan Adat Sijunjung - 14 Desember 2024
- Cakap Pilem: Vedaa, 2024 | Kasta Dalit dan Potret Kehidupan Nyata Perempuan India – Arif P. Putra - 7 November 2024
Discussion about this post