Marewai — Langgai, Jumat tanggal 24 November 2023. Keahlian silek menggunakan tenaga batin, sampai saat ini masih disimpan oleh kalangan pandeka; terutama pada pesilat-pesilat tua. Silek di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, yang datang dari luar dan ajaran Islam sebagai intinya. Artinya, langkah silek (langkah tigo misalnya), di Minangkabau adalah sesuatu yang khas yang merupakan karya inovatif mereka. Jika hanya melihat sekilas tentu bisa dipandang bahwa langkah silek Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagasnya (tuo silek).
Tenju Langgai bagai pisau tajam; setipis angin secepat kilat. Bila dilihat sekilas, jurus ini nampak tidak spesial. Sederhana dan tapi sulitditebak. Dalam silek Langgai, jurus ini tergolong gerakan mematikan; serangan langsung ke hulu hati. Tinju dikepal, pada bagian telunjuk agak menonjol dan sesaat dibuka layaknya memiuh/pelintir ketika mendarat di bagian hulu hati. Dalam pameonya Silek Langgai juga diungkapkan “kanai tiok manggarik”. Pandeka silek Langgai boleh saja belajar Silek bertahun-tahun, tapi jurus ini diwarisi hanya kepada orang terpilih. Namun semua pandeka boleh mempelajarinya.
Jumat pagi, matahari nyalang dan cuaca begitu cerah. Tak ada tanda-tanda gabak, cewang nampak betah sampai pukul 11:00 wib. Rombongan Serikat Budaya Marewai dari Padang mencapai pemberhentian pertama di Koto Baru, Surantih sekitar pukul 09:45 wib. Kemudian rombongan beranggotakan 7 orang sarapan. Setelah tim utama menjadi 10 orang, ditambah oleh rombongan pertama yang sudah berangkat kamis pagi. Pagi menjelang siang, setelah sarapan telat itu tim Marewai menyiapkan kembali apa-apa yang sekiranya lupa atau apa-apa yang sekiranya patut dipersiapkan diluar pemutaran film.
Siang yang terik, cuaca seolah mengaminkan perjalanan ke Langgai. Kami bersegera berangkat, rombongan sepakat untuk salat jumat di Ampalu. Supaya waktu diperhitungkan semaksimal mungkin, menimbang lokasi yang cukup jauh. Kami akhirnya berangkat, satu rombongan menggunakan mobil berisikan 4 orang. Kemudian disusul oleh 3 motor ditumpangi 2 orang. Jadi total yang ikut hari itu dari tim Marewai 10 orang. Setengah dari 10 orang tersebut baru pertama kali datang ke Langgai. Selama ini mereka hanya membacanya lewat tulisan yang hampir senada: daerah 3T, kunjungan pejabat, dan bencana alam. Sedikit yang mencatat sisi lain Langgai, sejarah dan perkembangan ulama di sana. Begitu kira-kira pendapat setengah dari rombongan tadi mengungkapkan.
Di Ampalu, aku terkenang Erni. Maestro Baela Ampalu yang sudah tersohor itu. Dendang yang sewaktu-waktu bisa merenggut tangis dalam dadamu, lalu tanpa sadar air mata berlinang. Kata seorang tua, “kok dapek Erni nan badendang parasaian, yo namua baurai aie mato mandanga.” Di Ampalu, aroma gambir bertebaran dimana-mana, suara kanak-kanak dan garin masjid bersipacu. Jawi-jawi menyatu dengan jalanan, bau bawang dari kuali penggorengan, dan debu bersipangku diantara rumah-rumah. Di daerah ini jarang rumah warga dan jalan sudah sangat dekat. Tapi suasana Jumat begitu khidmat, ramai dan khusyuk. Tentu saja suara kanak-kanak adalah penambah kekhusyukan itu. Bahagia yang beda.
Setelahnya kami melewati jembatan gantung Kayu Aro, perbatasan antara Ampalu dan Kayu Aro. Ini adalah jembatan gantung yang cukup panjang. Dengan rangka baja dan besi, jembatan kuning ini kerap menjadi penanda bagi masyarakat yang hendak pergi mandi-mandi sehari sebelum bulan puasa. Jembatan ini juga memiliki sungai yang sangat menarik, bisa digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperti mencuci kendaraan; motor dan mobil. Sayangnya akibat pengambilan bebatuan dari sungai yang tak terkendali membuat lokasi ini semakin melebar. Masih sama, aroma gambir seweliran, bapak-bapak menyandang kampan sebagai tas ke ladang. Layaknya mahasiswa ke kampus. Jalanan yang penuh debu, koral semeraut dengan lecah; berlobang dan licin. Di Kayu Aro pula aku ingat sebuah lagu lawas yang nyatanya Kayu Aro Solok. Jalan Kayu Aro mengantarkan suara sungai yang deras, kecipak air terasa sejuknya ke badan. Burung-burung ribut, sesekali orang-orang dari atas bukit memandang, sambil berhenti sejenak mengayunkan cangkul.
Discussion about this post