DI BAWAH NYALA 30 LAMPU
Tak ada yang meski kau kenang dari malam di beranda gerai kopi itu
sebatas lagu-lagu tentang sepasang mata bermain cahaya di bawah terang lampu yang menyala,
cangkir-cangkir kopi tinggal separuh terisi,
serta di meja seberang orang-orang ramai berbincang
Barangkali suatu senja kau akan kembali singgah di sana
Sendiri,
Memesan secangkir kopi
Sekedar bersulang dengan hari-hari yang pergi
Namun tetaplah tak ada yang mesti kau kenang dari malam di beranda gerai kopi itu
Selain diam-diam seseorang di sampingmu bersiasat mencederai kaki waktu dengan menulis puisi
Agar dingin angin laut yang memelukmu dengan perasaan asing sekaligus akrab kala itu
menjadi abadi
Batam, 2019
UPIK
Di badan demam ini, Upik
Diam-diam kubangun sebuah taman
Dari puing runtuhan masa kecilmu yang hilang
Di mana takkan pernah lagi kau temukan
Segala rasa sakit dan ketakutan
Di badan demam ini, Upik
Barangkali telah terbentang laut lapang
Di mana landai pantai dan kokoh karang
Adalah rumah bagi segala badai dan gelombangmu berpulang
Di badan demam ini, Upikku sayang
Aku igaukan namamu berulang ulang
Muarabungo, 2020
ZIARAH
Suatu waktu jika akhirnya kau pulang
Kita akan ziarah ke makam ibu
Ke pandam yang mungkin kami telah lupa di mana dulu telah menimbun jasadnya dengan airmata
Melintasi jalan setapak
Yang meskipun kini telah hilang di telan semak dan ilalang
Namun adalah arah pasti langkahmu ketika mengantar mayatku menuju pulang
Bukittinggi, 2020
MENUNGGU MERYAN PULANG
Barangkali langit sore sebelum hujan turun
Belum juga rampung menafsir segala yang terkurung
pada sepasang matanya yang mendung
Barangkali dingin angin gunung yang kerap mengantarkan kabut ke kaca jendela
Tak sampai-sampai menggiring renyai rinai suaranya
Barangkali redup matahari pada setiap petang yang merembang
Tak cukup memberi cahaya menuntun langkahnya ke arah pulang
Barangkali hujan
Barangkali ia tersesat di persimpangan
Tak ada ketuk pintu
Tak ada bayangannya melintas di bawah cahaya lampu
O
Alangkah lama nian waktu
Muarabungo, 2020
RUANG GELAP
Pada sebuah ruang gelap
Kau seperti tertawa
Sembunyikan luka
Yang waktu entah enggan mengurainya
Pada sebuah ruang gelap
Aku samarkan tangis hati
Di balik satu titik sepi
Di ujung diksi sebuah puisi.
Mbg, 2014
Remon Sulaiman, lahir di Bukittinggi Sumatera Barat. Tinggal di Muarabungo Jambi. Menulis puisi semampunya, semaunya.
- Yuang Sewai: Poli samo jo Voli - 8 Desember 2024
- Bincang Karya Pertunjukan Harimau Pasaman oleh Lintas Komunitas di Pasaman - 2 Desember 2024
- Cerpen Celana Dalam Robek | Thomas Elisa - 24 November 2024
Discussion about this post