
Suatu perjalanan yang dijajaki di Negeri Bayang Sentral Ilmu dan Bandar yang terkenal dengan pelabuhan disebut Bandar Bayang. Pada saat itu Raja Pulut-pulut Selanjutnya disebut Pamuncak Pulut-pulut menaiki tahta Kerajaan Bayang, apabila Raja Bayang Dt Rajo Alam berhenti, yang disebabkan meninggal dunia, atau pemintaan sendiri, atau di berhentikan sebuah “rapak” sebab menyalahi aturan adat. Apabila Dt Bagindo Maharajo Lelo telah menaiki tahta, maka pewaris gelar Dt Rajo Alam disebut Pamuncak Koto (kemudian Pamuncak Koto Barapak) berakhir pula masa jabatan Dt Bagindo Maharajo Lelo, dikarenakan meninggal dunia, berhenti atau diperhentikan, karena menyalahi adat, maka Dt Rajo Alam yang menjadi raja.
Selanjutnya Dt Bagindo Maharajo Lelo menjadi Pamuncak Pulut-pulut kelak jabatan pamuncak, diperluas menjadi Pamuncak Nagari Bayang, menjadi pemberi kedua Bayang, demikianlah silih berganti. Masa “pertentangan” sejiran ini, menyebabkan kurangnya aktif pemerintahan Bayang mengurus pelabuhan-pelabuhanya. Perantau-perantau dari Minangkabau Tengah kemudian merebut beberapa pelabuhan penting, dan ada yang mendirikan pekampungan baru. Perantau-perantau Sungai Pagu merebut pelabuhan-pelabuhan di bagian selatan. Perantau-perantau dari Guguak Kubuang Tigo Baleh ex. (Sungai Nyalo, Banda Mua dan Linjuang), merebut Kuala Sungai Nyalo dan Teluk Puyu, dan mendirikan perkampungan baru, seperti Tarusan, Siguntur dsg. Kelak daerah tersebut bernama Koto XI. Linjuang kemudian bernama Bungus, melepaskan diri, dan meminta adat ke Solok dan Salayo. Dan kelak, di abad XVI, Bayang kembali mucul, ketika perang antara bandar-bandar Bungo Pasang, Sungai Nyalo, Kualo Banda Mua, melawan Portugis.
Discussion about this post