Suatu awal pertumbuah kemakmuran dari negeri di kaki Gunung Selasih dan Gunung Sigiri di Kabupaten Solok sekarang, negeri yang bernama Pariangan Sungai Nyalo, dan Banda Mua. Kedua negeri ini merupakkan sumber hasil pertanian, terutama beras, lada, lengkuas, ubi, dsb. Hasil-hasil ini dibawa ke pesisir bahkan dibawa ke pedalaman Minangkabau untuk dipertukarkan dengan perhiasan, kain dsb.
Pada mulanya Banda Mua, memegang urat nadi, pertanian dan perniagaan, berkat keuletan Datuak Maharajo Basa, yang secara historis lebih dekat hubunganya dengan Datuak Maharajo Basa yang menjadi penghulu Pariangan Padangpanjang. Karena larisnya hasil rempah-rempahnya, terutama di Minangkabau Barat, maka Raja Banda Mua, mendirikan pelabuahan, kuala-kuala di sana.
Pelabuahan inilah, yang menjadi tempat penimbunan hasil-hasil niaga kemudian diangkut keberbagai pelabuhan dan dijual pada pedagang-pedagang Hindu, Keling, Gujarat, dan Cina. Tetapi yang banyak dijual langsung kepada pedagang-pedagang tersebut di perlabuhan kualo. Kemajuan yang pesat, menyebakan Datuak Maharajo Basa yang kemudian, yang juga menjadi Raja Banda Mua, mendirikan pelabuhan-pelabuhan baru disebelah utara, yang namanya juga kualo, atau lebih di kenal “Kualo Banda Mua”.
Hasil-hasil rempah itu dibawa orang ke Tanah Alang. Seorang keturunan Datuak Maharajo Basa mendirikan pelabuhan Kualo Banda Mua di sana. Tetapi, kemudian, pedagang di sepanjang Sungai Nyalo sendiri mendapat saingan oleh Pariangan. Sehingga, karena kemasyhuran pedagangnya, nama “Sungai Nyalo” melekat pada Nagari Pariangan. Apa bila orang mengatakan ke Sungai Nyalo adalah ke Pariangan, dan atas mufakat dari para “Basa Nan Barampek“ diresmikan Nama “Sungai Nyalo” untuk Pariangan. Basa Nan Barampek mendirikan dua pelabuahan pula di Minangkabau Barat, dan keduanya bernama juga kualo (kuala), dan untuk membedakannya dengan Kualo Banda Mua, dinamakan Kualo Sungai Nyalo, dan Kualo Banda Teleng.
Di suatu kejadian kecil yang cukup punya pengaruh besar, adalah naiknya adinda dari Datuak Tunaro Basa, bergelar Datuak Bandaro Basa menjadi Penghulu “Bodi” tetapi gelar “Datuak Tunaro” tidak dipakainya lagi, gelar panungkek Datuak Bandaro Basa dijadikanya gelar Penghulu Suku Bodi.
Datuak Bandaro Basa mengunjungi daerah pantai Minangkabau Barat, setelah ia menjadi penghulu. Melihat kemajuan pelabuhan-pelabuhan yang menguntungkan Banda Mua, maka di sidang “Basa Nan Barampek“ dia menghusulkan secara berapi-api agar Banda Mua menyerahkan pelabuhan-pelabuah di Persisir Barat. Dan Sungai Nyalo sanggup membelinya. Tentu saja ditolak oleh Banda Mua. Akibatnya terjadi perang saudara, dari 2 (dua) negeri “mancik-mancik” itu.
- Bagian #1 Datuk Perpatih Nan Sabatang: Menyamar Mengkritisi Undang-undang di Pariangan, dalam Sejarah Tambo Bongka Nan Piawai | Zera Permana - 11 Februari 2024
- Kembalinya Dt. Perpatih Nan Sebatang Menemui Dt. Katumanggungan dalam Sejarah Tambo Bongka Nan Piawai: Zera Permana - 21 Januari 2024
- Seri Punago Rimbun: Datuk Parapatiah Nan Sabatang Tokoh Besar Minangkabau dalam Sejarah Tambo Bongka Nan Piawai | Zera Permana - 14 Januari 2024
Discussion about this post