
Indrapura adalah sebuah kerajaan Islam/Kesultanan yang tertua di Sumatera, tuanya sesudah masa kerajaan Sriwijaya. Dan merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Alam Minangkabau, Pagaruyung, sampai kepada kerajaan Samudra Daya Aceh.
Indrapura penuh dengan kabut-kabut sejarah yang bergumpal, menyelimuti Nagari Dayo Ujuang Tanah Para Dewa. Meninggalkan sebuah kisah-kisah dalam bentuk Kaba Tareh Kerajaan yang diwarisi oleh kaum-kaum kerajaan (Malayu Kampuang Dalam) serta Kuduang Karatan dan Kapak Radainya. Sebuah kaba tareh yang masih diyakini kiramat oleh generasi pewarisnya yaitu “Sang Arung Masuba” Sultan Gegar Alamsyah Ushali Kerajaan Indrapura Tuangku Badarah Putiah yang penuh dengan keramah-keramahnya disebut Waliyullah. Menurut tutur yang disampaikan oleh orang tuo kaum Malayu Kampuang Dalam Bapak Zainudin atau disebut Udin Dayak dan juga penjelasan dari seorang Daulat Tuanku, Sultan Rusdal Ria’ayatsyah Pucuk Adat Malayu Kampuang Dalam, Malayu Tinggi Kesultanan Indrapura, adapun Sang Arung Masuba. Seorang anak Raja dari Kesultanan Indrapura, Seri Sultan Usmansyah gelar Sultan Firmansyah dan ibunya bernama Rani Jinta yang berlayar dari Bugis Tanah Taroja merupakan seorang cucu dari jalur anak perempuan Sultan Sifullah di Tanah Taroja Bugis.
poto 1: Bersama Rang tuo Rantuo Malayu Kampuang Dalam Zainudin atau disebut Udin Dayak Gala Rajo Sakti. Photo 2: Bersama Daulat Tuanku, Sultan Rusdal Ria’ayatsyah Pucuk Adat Malayu Kampuang Dalam, Malayu Tinggi Kesultanan Indrapura
Berlayarlah Arung Masuba dari Bugis menuju Pulau Paco atas desakkan ibundanya, yang menyuruh kembali ketempat asal leluhurnya. Ketika pelayaran hendak menuju Pulau Paco Sang Arung Masuba Singgah di Pulau Jawa dan menetap di sana, menuntut ilmu dengan seorang Penyembahan yang bernama Penyembahan Jibun selama dalam bimbingan Penyembahan Jibun, Sang Arung Masuba menunjukan bakat dan kepandaian yang luar biasa. Sampai-sampai semua jurus dan keilmuan Panyembahan Jibun dikuasainya. Halhasil Pati Kaji dari seorang Panyembahan Jibun diberikan sebuah hadiah, air yang berisikan pasir di dalam botol untuk mempermudah tujuan Arung Masuba menuju Pulau Paco.
Maka dijalani dengan berlayar oleh Arung Masuba melalui Selatan ke Utara Pulau Peron (Pulau Paco), teringat pula pituah yang diberikan Sang Penyembahan Jibun ketika memberi hadiah sebotol air berisikan pasir. “Apabila bertemu dengan Sungai di Pusat Pulau Sumatera arah barat yang disebut Pesisir Barat Minagkabau Pulau Sumatera, kamu ukurlah botol yang berisikan air dan pasir ini. Apabila sama beratnya, maka di situlah negeri bapak, dan negeri leluhurmu”.
Seiring lamanya berlayar, sampailah Aruang Masuba di Sungai Barus (Tapanuli) diukurnya botol itu teryata masih jauh kurangnya, belayar lagi Sang Arung Masuba sampailah di sebuah sungai di dekat Manjuto, maka kurang sedikit lagi dengan ukuran timbangan air pasir yang dimilikinya. Karena kejadian tersebut, maka bernamalah tempat itu Kualo Air Dikit. Di hiliri dan berlayar lagi maka sampailah di Muara Sungai Bantaiyan yang dulu belum bernama Sungai Bantaiyan bernama Mauaro Taluak Dayo Air Puro. Maka diuji dan ditimbang lagi ternyata air dan pasir yang di timbang itu sama beratnya. Berkatalah sang Arung masuba “berarti di sinilah negeri bapak, dan leluhurku”.
Discussion about this post