
Percaturan Politik, dagang, dan pendidikan (agama) untuk menjalin kerja sama dengan bangsa-bangsa Nusantara khusus Negeri Timur tujuan untuk mengendalikan politik dagang di dunia Pada tahun 1537. Pihak Aceh mengirim pasukan gagah beraninya untuk menyerang bangsa Portogis yang telah bercokol di Malaka, mengendalikan situasi, hubungan erat antara Malaka dan Aceh. Baik dibidang perdangan, pendidikan (agama) maupun secara jalur silsilah keturunan, dengan serangan beberapa armada dan para pendekar untuk menakluknya. Tetapi pihak Portugis pada saat itu dapat mengendalikan situasi menangkis serangan, dan serangan itu pun gagal. Sejak itu pertentangan Aceh dengan Portugis menjadi-jadi. Dimana-mana tempat sepanjang lautan kedua pasukan apabila bertemu terjadi bentrok senjata. Sebagaimana istilah dalam bahasa Minangkabau “co urang Pauh jo urang Padang (kompeni)”.
Sejak pertempuran itu, Aceh melakukan peryerbuan-penyerbuannya ke semenanjung dengan tujuan menguasai wilayah-wilayah yang bisa dijadikan markasnya, bagi pengepungan terhadap Malaka. Sementara itu Portugis, mengerahkan pasukan bajak bajau lautnya, melakukan pembajakan terhadap kapal-kapal niaga Aceh dan kapal-kapal niaga dari mana saja yang menyokong Aceh. Seterusnya bajak-bajak laut Portugis ini juga diperintahkan, membajak pantai-pantai yang dikuasai oleh Aceh, termasuk Pesisir Barat Sumatera.
Pada kl. 1546, bajak laut dalam jumlah besar yang dipimpin oleh perwira-perwira laut Portugis mendarat di Pesisir Barat Sumatera. Saat itu, hanya beberapa orang tentara Aceh saja yang ada di setiap pos. Pariaman, Padang, Painan, dan Indrapura. Serangan ini mengakibatkan, banyak kerajaan-kerajaan kecil tengelam, seperti halnya, ketika terjadi ekspedisi militer Portugis tahun 1520. Kala itu diantara kerajaan yang tenggelam adalah kerajaan Camin Toran, Pauhjanggi, Kualo Banda Mua, Teluk Lelo Jati, Teluk Andam Puro, dan Sungai Nyalo. Baik Tiku Pariaman maupun Padang diduduki Portugis, orang Portugis yang menamakan dirinya sebagai “Eropid” orang Eropa, dikenal oleh penduduk sebagai urang Rupik. Pemimpin-pemimpin Portugal oleh penduduk disebut Rajo Sipatokah Rajo Si Portugal. Inilah dalam kaba-kaba tradisi Panglima-panglima (Raja-raja) kecil Portugis, di ibaratkan “Buruang Garudo Bakapalo Tujuah tabang malayok mambaka jo manyia”.
Nagari Kualo Sungai Nyalo dibumihanguskan, penduduk banyak yang mati, dan sebagian lari ke pedalaman Minangkabau. Kemudian Negeri Kualo Sungai Nyalo berganti nama dengan Kualo Langang Sunyi. Hal serupa juga terjadi di Painan Pinang Balirik dalam “Buku Bayang Nan Tujuh Koto Nan Salapan Karya Alm. Emral Djamal Dt. Rajo Mudo” di daerah Medan Sabah, berasal Dari kata Madinatus Sabah, artinya Koto Pagi Hari. Negeri ini diduduki oleh Raja Badurai Hitam yang mengambil alih pucuk pemerintahan atas perintah Raja Badurai Basi yang telah menduduki Taluak Sinyalai Tambang Papan. Tempat hasil tambang emas penyalur rempah-rempah hasil bumi perdalaman Minangkabau hingga timbul nama negeri “Salido”. Setelelah terjadi pergolakan perperangan Bangsa Rupik dengan penduduk Negeri Painan Pinang Balirik. Rumah-rumah penduduk habis dibakar dan semua pembesar ditawan di Pulau Cingkuk.
- Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2 - 2 Oktober 2024
- Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung - 26 September 2024
- Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana - 21 September 2024
Discussion about this post