Jalanan Malam Hari Setelahnya
Pesta baru saja usai
Mengembang menjadi malam
Yang sunyi mewarna pelataran
Selepas senja berpamitan
Sengaja membiasa alunan
Siang-siang sebelumnya
Kata-kata memburu para pemburu
Tuk gandrungi manis-manis
Berserak di trotoar dan reklame
Habis waktu sudahi
Kini waktunya pulang
Nikmati lampu malam hari yang habis
Sebelum sampai kampung bawah gunung
Lampu terganti sinar rembulan dan bintang
Yang malam ini setia dalam remang sepi
Kelak asa pembawa
benar terangi kerisauan hati
berdoa tiada tercampak
arus para pendendam yang lalu
Randudongkal, Desember 2020
Gerombyang?
Semangkuk hangat tersedia
di atas meja yang sayup tuk menyandar
ingar-bingar perihal kotaku keluar dari hati
dibatas angan, kemudian berevaporasi
kepul-kepul gerombyang
Ini kah sahabat megono dan sate blengong?
anjangsana siang itu merajut pelancong
hanya sebuah konvensi yang bangga
soal keberadaanmu mendarah daging
lalu di rantau bercerita di sudut-sudut kampung
sekadar siluet sore anak-anak di kali
atau pengembala bebek di lereng gunung
serta para pencari kerja yang mengindahkan
sebuah matahari sore, malamnya adalah sebuah sepi
merawat pikir seseorang untuk memahami dirinya
kini gerombyang, menemani sendiri
diwawancarai oleh pemakannya, yang asing pada dirimu
yah itu lah..
Pemalang, Desember 2020
Malam Jumat
Ada yasin berkumandang
Berdesir merayapi bukit dengan lampu-lampu kecil
Di sisi lain masih beraura sinis
Perihal eksistensi kegaiban hitam
Kemudian dalam hedonisme
Yang telah terendus nafsu
Melupa apa yang terjadi malam ini
Moga, Desember 2020
Pertama-Terakhir
1
Kudengar kau paling aduhai
Entahlah penggambaran sajakah
Atau pun mungkin segala aspeknya
Tiada jelas hanya remang wajahmu di pikiran
2
Tak sekali pun dengarkan
Untaian dari bibir tipismu atau pun
Langsat kulit wajahmu yang menenangkan
Hanya berfantasi lewat puji orang-orang
3
Rumor perihal kedatanganmu
Dari seorang kawan
Kujadikan alasan tak penting sekali
Kala pertemuan antara logika dan manfaat
Hanya diruntuhkan oleh ingin
Setia bersama menunggu
4
Dia datang seperti angin
Bersama didampingi semerbak khasmu
Sayang tak mengenalku yang terdiam
Kau tak tertarik secuil pun, hanya aku
“Mbak tas terbuka?”
“Oh, terima kasih” kau pun setelahnya tak ada apa pun
Sehingga kau benar telah di seberang
Solo-Aceh
Nurmansyah Triagus Maulana, lahir di Pemalang, 24 Agustus 1994. Berkegiatan di Komunitas Buku Terbuka Pemalang dan Rasi Pena. Alumni Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pernah mendapat Juara 3 Menulis Cerpen Tingkat Mahasiswa se-Jawa Tengah berjudul “Nyanyian untuk Akeh” di UPS Tegal 2016 dan Juara Harapan 1 Cerita Desaku 2020 diadakan oleh Puspindes Pemalang. Tulisan lain juga pernah diterbitkan di Radar Cirebon, Pojokpim, Bali Post, Bangka Post dsb.
Fb: Nurmansyah Triagus Maulana.
IG: noormansyahtriagus24
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post