
Pariaman, Marewai– Badai besar yang melanda perairan sekitar Sumbar pada senin (18/1) akhirnya menjadi petaka bagi salah satu nelayan di kawasan Pariaman. Kapal yang dinakhodai Agus Salim terbalik, namun penumpang dan abk berhasil diselamatkan. Nakhoda senior itu berjuang keras untuk keselamatan penumpangnya. Perairan sekitar Pariaman hingga Tiku belakangan memang cukup diminati wisatawan, terutama penghobi olahraga memancing. Di hari naasnya kapal Agus Salim, salah satu influencer Sumbar Ajo Wayoik juga tengah mengikuti trip memancing dengan kapal berbeda di kawasan perairan karang Raisah. Bagaimana ganasnya kondisi cucaca ketika itu tentu juga dirasakan oleh rombongan Ajo Wayoik.
“Alhamdulillah kami bisa selamat berkat kesepakatan bersama. Kami tidak panik, dan mencoba mencari solusi ketika badai mulai datang,” katanya, ketika diwawancarai marewai.
Kawasan perairan lepas pantai Pariaman yang dijelahi rombongan Ajo Wayoik pagi itu tampak biasa saja. “Tidak ada gejala badai atau kondisi buruk lainnya. Angin memang sedikit kencang. Tapi tak ada tanda-tanda mau ada badai,” katanya.
Sekitar pukul 13.00 wib badai mulai datang. “Alun laut tiba-tiba besar. Di tengah perairan, ombak memecah. Itu salah satu tanda kalau badai akan datang,” sambungnya.
8 orang yang ada dalam kapal yang ditumpangi Ajo Wayoik segera berkoordinasi. “Kami biasa memutuskan segala sesuatunya sesuai kesepakatan bersama. Ketika badai hampir tiba, semua sepakat untuk segera menyelamatkan diri ke belakang pulau Kasiak,” sebutnya.
Perjalanan yang sudah ditempuh hingga ke tengah laut mencapai 4 jam dari Nareh. “Berarti waktu balik harusnya sama. Tapi menjadi lebih lama karena kapal harus melewati alun demi alun yang tingginya melebihi tubuh kapal sendiri,” ucapnya. Karena kondisi laut yang yang ganas, seluruh penumpang yang terdiri dari berbagai level usia mencoba berlindung dalam rumah-rumah kapal. Tapi yang muda, termasuk Ajo Wayoik bersiaga di luar untuk segala kemungkinan.
“Makin ke pinggir, ombak makin ganas, alun makin besar. Kapal seperti mendaki sangat tinggi. Sempat pula mesin mati. Semua kami serahkan pada yang kuasa saja lagi,” katanya. Akhirnya menjelang magrib, kapal berhasil berlindung di belakang pulau kasiak.
Kembali bermusyawarah, akhirnya rombongan pemancing tersebut memutuskan segera balik ke pinggir saja meninggalkan pulau kasiak. “Kami balik ke Nareh. Kami kira akan lebih baik situasinya, ternyata tidak juga,” cerita dosen ISI Padangpanjang itu.
Dalam badai yang kian mengganas, sekitar 1 mil dari pantai ombak jauh lebih besar lagi. “Kapal kami kesulitan masuk ke muara Nareh. Ombak sempat menghempas kuat dan membuat kapal sangat oleng karena sejajar dengan arah datangnya ombak. Air masuk ke deck, tapi untung kami selamat,” katanya.
Rombongan akhirnya berhasil masuk muara menjelang magrib. “Ini adalah pelajaran penting bagi kita. Apapun yang terjadi, semua dalam kuasa Tuhan. Tapi perhitungan dan pertimbangan dalam membaca kondisi alam memang harus dilakukan, sebagai ikhtiar.”
Ditanya soal jera atau tidak memancing ke laut, Ajo Wayoik menjawab tegas. Tidak. Tidak jera. Insyaallah ke depan lebih kewaspadaan, yang akan Ajo Wayoik meminta perhatian pemerintah daerah untuk keselamatan para nelayan atau wisatawan penghobi pancing diberikan secara serius.
“Wisata memancing kian marak di perairan Padang Pariaman, Kota Pariaman dan Tiku. Pemerintah tiga daerah ini mau tidak mau harus sigap mencari siasat untuk memastikan keselamatan wisatawan. Atau kalau tidak, tak usahlah menjual-jual wisata bahari segala. Nyawa orang tantangannya ini!” tutupnya dengan tegasnya. (team)
- Cerpen Kurnia Gusti Sawiji | Senja di Kampung Jam Pasir - 9 Februari 2025
- Puisi-puisi Fathurrozi Nuril Furqon | Rwanda Pasca 1994 - 8 Februari 2025
- DENGUNG TANAH GOYAH KARYA IYUT FITRA: TENTANG NEGARA, LINGKUNGAN, DAN KEBIJAKSANAAN NUSANTARA - 3 Februari 2025
Discussion about this post