SAJAK-SAJAK ANAK SUNGAI
/1/
setelah subuh berlalu
akan dapat kau lihat
sampan-sampan termangu di muara sungai
menyusun riwayatnya di tuah bakau
mengeliat riang oleh gelombang pasang
di pancang tegak nibung melintang
terbebat bertali tambang
/2/
seorang nelayan
melangkah pasti, tujuannya ada
lalu ia merapalkan doa-doa
di buritan sampan
jala dan jaring rapi tersimpan
lalu berlabuhlah ia
menuju luas laut yang penuh duga-duga
/3/
keraguan tidak akan ditanamkan
oleh kami anak sungai
darah semilang mengalir ditubuh kami
ipuh racunpun tak mempan
hanya kekuatan dirilah yang mampu menahan
2020
TERUBUK NASIBMU KINI
di pelabuhan lelah ini
aku telah kehilangan negeri
tak ada lagi rindu
rindu itu kini terkubur bersama sisa gali minyak bumi, bertahun-tahun terjadi
Terubuk dirundung risau
sebab karang telah jadi pasir
tempat limbah berlimpah ruah
penuh sampah
di selat itu
hanya ada sisa-sisa serakah manusia
tiada tempat untuk Terubuk singgah
sebab kapal lanun selalu saja bertelagah
mengeruk pasir merampas marwah
Terubuk lalu dikutuk menjadi batu
di jadikan sebuah tugu
karena manusia telah durhaka
tak ada lagi cinta
tak ada lagi rindu
hanya ada tatapan sendu
tangan mengepal geram
langit menghitam
mata memerah
bulan berdarah
2020
Ipuh
Ia telah jadi luka
Meringkih kesakitan
Seperti di sengat seribu tembuan
Sembilu itu telah menyatu
Menusuk-nusuk jantung
Memburai darah segar
Di akar-akar
Biarkan,
Biarkan luka itu menganga
Ia akan sembuh jua
Riau, 2021
Muhammad Sapikri, lahirkan di Bengkalis, 20 Febuari 2001. Mulai menulis sejak duduk di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis (STAIN). Hobinya adalah menulis puisi. Beberapa puisinya sudah terkumpul di dalam Antologi Membaca Ombak, Deru Cemburu, 99 Penyair : Senja, dan lain-lain. Rindu Si Anak Pulau (oase Pustaka, 2020) adalah antologi puisi solo pertamanya.
Discussion about this post