
Mengkal Kalang
Usah kau tanyakan seberapa jauh aku berjalan
bagaimana kutinggalkan pekarangan bersemak sirih
harum lengkuas tumbuh kisut bermiang lebat.
Kuangkut sansai yang tak pernah kau dengar
menjadi seorang hilang lagi terbuang, asing pada tubuh sendiri
membawa gelambir kulit pada hari-hari siam penanggalan ganjil,
aku tahu, sesungguhnya kelaliman bersarang dalam doa panjang
tapi katakanlah pada seluk mana pengaminanmu tersesat.
Dan usah kau tanyakan lagi seberapa hitam liang mataku
seberapa putih telapak kaki menjauhi kilas hari lalu
sebab kutuk namamu tinggal biru empedu, pahit melulu.
2021
Lemang Berlua
kepada Janet DeNeefe
Kalau aku tuturkan tentang ketan ditanak dalam ruas talang, Ibu
tidak akan sampai-sampai lidahku menjangkau langi-langit mulut
sebab gelintin sekalian legitnya membuat lidah senantiasa menggeliat.
Kami sisipkan sehelai pucuk daun pisang ke dalam buluh
ketan ditanak bersama pati santan mendidih, yang pekatnya
aih, gincu pada bibir perempuan teluk bakal bias dibuatnya!
Dan lua di tengahnya terbuat dari kelapa dimatangkan usia
daging kelapa diserut kukur tangan itu kami siram gula lawang.
Lemang berlua kami hidangkan, kami jadikan hantaran
ketika pinangan dianjung, atau setiap hari baik bulan baik.
Kalau serta aku tuturkan lengan gesit amai-amai melemang
lelaki mana yang tidak jatuh hati pada perempuan kaum kami
asin tangannya bertuah, yang membuat makanannya menjadi.
2020
Pawai
Kota dengan pawai kematian sepanjang jalan
orang-orang mengubur sebagian badan sebelum mereka dilahirkan
dan kita terpaksa memilih, ajal yang bersarang pada desah terakhir
atau yang sengaja terbentur ke lingkar pinggang.
Di rumah sehabis penurunan tajam dengan jalur menikung selipatan usus itu
aku kira maut adalah satin hitam penutup ubun
takdir adalah detik yang pergi sebelum kata berangkat batal diputuskan.
Dan gema pengeras suara itu kian membangun kebencian
hasrat kota untuk terus menjadikan kita sekafir puisi.
Pawai yang dipenuhi badan selanyak daging mengkudu jatuh menampuk
takdir sengaja dibiarkan datang dari tidur dengan mimpi buruk.
2021
Kepada Arlin
Di sini tadi gerimis
dan kita bertukar kabar
kau, atau mungkin aku
di kejauhan yang tak sebentar.
Pejamkan saja mata, di luar dedaun basah dipukul cuaca
tapi di kedalaman ini yang tertinggal hanya kerontang.
Mungkin kita akan segera paham
pada suatu yang pernah mendesak ke ambang pintu
di mana kau, atau mungkin aku, pernah berkata:
“kesementaraan hanya kabung lindur”.
Di sini tadi hujan tanggung
dan kita saling berhitung.
Sedang sisa debu kilometer masih berjaga
dan angin dari selat kembali menyela
kau, atau mungkin aku
menghirup bau basah dari jendela.
Tapi seseorang yang lekas menjadi kita
akan berigau di balik selimutnya
“jarak hanya kabung lindur, sebentar bakal pudur”.
2021
Ilhamdi Putra lahir di Padang, Sumatera Barat. Bergiat di ruang riset sastra dan humaniora Lab. Pauh 9. Tulisannya disiarkan media cetak dan elektronik, serta terhimpun dalam beberapa antologi bersama. Menghadiri beberapa pertemuan kesusastraan, salah satunya Ubud Writers and Readers Festival 2019 (Ubud, Bali) sebagai Emerging Writers. Temui saya di FB: Ilhamdi Putra
Email : [email protected]
- Cerpen Kurnia Gusti Sawiji | Senja di Kampung Jam Pasir - 9 Februari 2025
- Puisi-puisi Fathurrozi Nuril Furqon | Rwanda Pasca 1994 - 8 Februari 2025
- DENGUNG TANAH GOYAH KARYA IYUT FITRA: TENTANG NEGARA, LINGKUNGAN, DAN KEBIJAKSANAAN NUSANTARA - 3 Februari 2025
Discussion about this post