BERSUA
Kita mendengarkan alunannya berangsur-angsur
pelan pada bunyi yang pernah didambakan
Meski satu per satu, ia hilang bersama dengan teriakan
lagu terkeras yang pernah tenggelam, sebelum mengatakan sampai jumpa
atau juga selamat datang
Kepada waktu yang cukup untuk
alasan kita menjadi lautan.
Namun, angsurannya kembali pada status awan
Yang slalu menggetarkan hati
Seolah-olah ia mengatakan rindu
Dan kita menghujaninya pada bunga
Yang disiram setiap waktu
Seolah-olah waktu akan tumbuh dengan
layar yang kita pandang
suara yang kita dengar.
Cahaya yang kita harapkan
terbang dan terhapus seiring
kita tidak lagi bersua, Teman.
Bukittinggi, 2021
EMBARA
Jalan panjang, kerikil berserak
Aspal yang melepuhkan kaki
hilang bila hujan meluruh.
Ya, barangkali ia sedang memijak
di tepi-tepi jalan, bergandeng menjadi pagar.
Ya, mungkin ia sedang menyanyi
biar sampai pada ujung embara, semoga.
Bukittinggi, 2021
DI SIMPANG EMPAT
“Aku sering mengulang”, katanya
saat malam yang panjang
pada hari yang berkelok-kelok.
Di simpang empat, ia menanti sebuah ayat,
“Mengapa kita harus mengambil kesepakatan?”
Bukittinggi, 2021
PADA HALAMAN
Sekira malam kian berjalan pada halaman
kemudian kau meninggalkan pengantar
melahap waktu semu-semu padam
hingga kembali kosong
Hanya halaman yang kaupandang
dan berharap ia berada di sana
tulisan yang menjumlahkan cerita
yang berharap temu setelah usai.
Bukittinggi, 2021
TENTANG PENULIS:
Fadhillah Hayati. Lahir di Pariaman, 12 April. Sedang menjalankan studi di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post