Ia Memperkirakan Kisah Masa Depan
Andai saja kerinduan telah dimiliki
segelas minuman seribu dengan utuh, tentu
Dini ingin melambaikan tangan ke kamera.
Memaksa diri untuk tetap membatu
di antara ragam wacana yang mulai
kelabu. Ia tak pernah pamrih,
masih bertahap merangkai ragam kisah,
tentang sepucuk surat yang tak lagi ingin
bicara. Menyoal piring yang enggan menemui
nasi hangat dan sambal yang tak lagi merah. Dini tak
pernah marah. Kerana andai saja kerinduan
seutuhnya dimiliki segelas minuman seribu
ia akan melambaikan tangan ke kamera.
Berakhir kisah,
dimulai tentang kelabu yang kini
menjadi nyata.
Piai, 2021
Kisah Kedua Adalah Puisi Paling Resah
Inti dari kemarahan adalah gergaji
yang mencium akal Dini. Walau tak pernah
ia berlabuh di dermaga kusam. Meski
tak pernah memberhentikan bus dengan
tangan kanan. Dini tak mampu menahan akalnya
dicampuri kediktaktoran gergaji.
Tak ada yang benar-benar renyah.
Dirinya sudah layu di ceruk pasrah.
Gergaji menajamkan setiap mata untuk
mengakali akalnya. Bagaimana bisa sepanjang
itu kisah Dini merajut resah.
Dalam akalnya.
Piai, 2021
Keutuhan Kisah yang Diambil Paksa
Burung camar burung kenari
Kedua burung tak di tangan
Jangan pernah coba mendekati
Jika hanya untuk meninggalkan
Dini tahu bahwa mata harus dibalas mata.
Burung kenari kembali ke peraduan
Burung camar hilang arah tujuan
Bukan niat hati hendak meninggalkan
Kehendak orang tua tak bisa dilawan
Piai, 2021
Kisah Terakhir
Sekian kisah berlalu akhirnya Dini melepas
tuah di dirinya. Pagar sudah lama lapuk
dihantam hujan dan panas. Setiap hari.
Bila malam datang, tak lagi perlu
ia rasa salah menghantuinya.
Hanya saja, Dini ikut terlepas di
Pelepasan tuah yang telah lama
tertanam di badan dirinya.
Piai, 2021
Awal Kisah
Dimulailah kisah yang turun.
Dari sepasang telinga ke semiliyar
muncung.
Dini pergi membunuh segelas minuman seribu,
ia tak pernah ingin menyakiti. Sebagaimana
mata yang lebih dulu mati dari yang lainnya.
“Jangan ucapkan selamat datang pada diri ini,
jika kelak kematian membisu di hadapan,”
Dini menghitung-hitung dirinya,
semakin dalam.
Semakin tak masuk akal.
Ia membunuh kisah di awal cerita.
Namun muncung tak pernah tahu
kata henti untuk dirinya.
Piai, 2021
Penulis, Diego Alpadani memiliki hobi duduk di Lepau Wo Wat sambil mendengarkan Ota Lapau dan meminum teh telur. Ia berharap dapat duduk di Lepau Wo Wat bersama Pevita Pearce.
- Esai: Syekh Siti Jenar dan Pembangkangan atas Keseragaman | Fatah Anshori - 6 Oktober 2024
- Essay Ketika Seorang Antonio José Bolívar Memilih Masuk ke Hutan | Fatah Anshori - 29 September 2024
- Cerpen Seperti Mama Melakukannya | Putri Oktaviani - 28 September 2024
Discussion about this post