
Mengadu Pada Tanah
:Ilyas Yacoub
pada usia yang belum seberapa, aku pernah datang ke sini. melawat pagar masjid dan sebuah kubah yang menyambut cucu adam tergopoh-gopoh mengunjungi tuhan.
setiap lima waktu, tatkala azan bermedu, tidak juga siapa yang memberi aku tahu perihal engku. tanah itu juga tak menyeru tentang siapa yang dikelumun.
hingga tiba di hari lampau, ketika halimun selepas subuh, seorang malaikat menaiki bendi menunjuk dengan ibu jarinya pada tanah pengkuburan.
“singkap ranji ini negeri, tuangkan kopi pahit tak bergula, dan beriya-iya dengan tua-tua berbau tanah berkopiah, kalimat sahih akan kau temu di atas bangku.”
katanya aku akan berkhayal dan terjungkir ke dalam suatu masa. meriam dan bedil pecah di udara, tingkah kuwau dengan seribu kata ampun yang tercecer di jejalan bandar sepuluh.
tetapi yang kita dapat hanya tatapan bukit gurapai, tangisan mayit di bukit lancing, gonggong anjing pemburu di bukit tambak, hingga lenggok gadis-gadis keturunan dewa pada empu kaki gunung jantan dan batino.
pada usia yang belum seberapa, aku pernah datang ke sini, merapalkan mantra untuk menyihir mukim orang-orang pelupa, mencari sabda-sabda lama.
tapi engku tenang sajalah, meski semakin pudur engku dari peradaban ini, suatu masa akan ada anak mecit berekor menyusuri gorong-gorong yang tersisa.
Bayang, 2021
Tak Sekira yang Terkilat
:Andreaz Mazland
jika benar gulai cubadak itu telah hangus, jangan engku buang, letakkan saja di dalam rantang, tutup rapat-rapat agar langau tak turut berlalu lalang. tentulah benar, perut lapar di tanah orang lebih melecut kalang-kalang.
jika kampung tengah sudah berkehendak, jangan sesekali engku pulang, singkap saja rantang kanso itu, gulai cubadak masih segan terkecap rasan.
di sana, di kota pedang, engku takkan henti-henti berperang. urat leher kadang bercarut bersitantang membela nasib masing-masing.
tapi setidaknya engku telah belajar cara perang yang benar, menghidu aroma kematian, dan berjaga-jaga di sekujur hari-hari buruk, engku.
Bayang, 2021
Suara dari Negeri Melayu
jika telah sampai gongong anjing di negeri melayu, katakanlah kutukan yang jatuh pada nisanku: pada pecahan kaca serupa embun subuh, pada kecipak anak air yang turun dari mudik menghantam batu, pada bunyi tingkah kuwau di unjung pandang, pada gesekkan pisau pemotong getah.
di sana sumpah-sumpah yang terkunyah api; paradigma tak sampai; ada serapah induk semang, jemawa anak ladang sehabis panen, amunisi veteran yang berkarat.
suara-suara sayup yang sakit dalam belingsatan hari tersapit. ratapan anak datuk di ujung dusun mengisak mencari takhta turun ranji.
seonggok gadang pesan luhur, sepinggan berbubung pituah moyang, semua akan habis terseka angin.
lalu, sebagaimana tuan telah tahu, ini dusun beradat berlembaga telah berkabut: induk semang tinggal semang, pedang berayun membelah memang.
tapi, jika telah sampai gonggong anjing di negeri melayu, beri izin aku menghalau dengan berburu.
Bayang, 2021
Nona Dwi
nona, aku telah sampai pada suatu masa biadab, di mana orang-orang menghimpit pusara kami dengan gedung berjenjang. tanah sepinggan milik moyangku tidak berimah sedikitpun.
kau tahu, nona? dahulu di sini kerbau saja dapat membangkit suara diam menjadi sebuah kemenangan panjang, asap kemenyan saja dapat mengusir kolonis untuk pulang.
ah… sudahlah, nona! kita tukar saja cerita ini. toh kerbau-kerbau kini sudah modern, ada yang bertopi, berdasi, bahkan berkain sarung melewati pagar masjid.
Bayang, 2021
Pramuriaku
pramuriaku, lonceng kelaparan di kelab malam dan doa ibu yang menggantung:
aku ingin menyentuhmu seribu malam, sampai aku terbang dan tertidur.
lonceng kelaparan di kelab malam, doa ibu menghantarkanku ke musim yang pecah.
bibirmu menjemput kematian, haus dan laparku. singkat, aku mencintamu, jangan mati dulu.
Bayang, 2021
Penulis, Chalvin Pratama Putra, lahir di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Merupakan anggota Kajian Tradisi dan Silat Salimbado Tarok, dan aktif mengelola Rumah Baca Pelopor 19. Menulis puisi, esai dan cerpen sudah tersiar di beberapa media
- Puisi-puisi Kiki Nofrijum | Magrib Macet - 30 September 2023
- Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini” - 18 September 2023
- Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar - 16 September 2023
Discussion about this post