Bertemu Malaikat di Tanah Dewa
di pedamalan bandar sepuluh
di penghujung jumadil akhir
kusambangi negeri selatan
tanah dewa dengan sambutan cerita sakral.
“nak, di sini kau akan melupakan pulang jikalau congkak kau kepak,”
seorang tua lepau bertegur berasapkan cerutu.
awan dikuak orang buangan
kami duduk bicara moyang dan keramat tuah orang lama
dan perempuan peniup lesung berlalu di depan tungku
“orang-orang baru yang datang ke sini
akan diseka hujan jejak yang ditinggalkannya.”
tapi siapa aku? di mana aku?
mengapa hujan enggan turun seperti yang engku bicarakan itu.
aku tidak marasa asing di sini
tidak juga serupa orang baru yang menjejaki kaki di sini
tak lain seperti merasakan kembali bersila di perut ibu
terangsang dalam tatapan malaikat
yang menjelma rupa gadis turunan dewa-dewa.
malaikat, maksudku gadis
yang lalu lalang dengan selendang mayang di badan
matanya tertinggal di sini
di cekung dada lelaki pengembara ini
lelaki yang mencari pusara lama
titah kuno dan peradaban yang tertimbun.
Langgai, 2021
Ke Makam Orang Lama
di bahu bukit lancing
di suatu negeri bernama bayang
tiga makam terkapar, dililit rumput dan mimosa liar menjalar
dua di antaranya berkiblat pada arah umat rasul sembahyang
yang satu melintang bangkang—matipun bertingkah
sesekali pemotong getah berlalu melayangkan golok
membikin jalan para penunggal rimba numpang lalu
serumpun kerabat pisang masak setandan
gardu yang pernah hidup di pusat jala pesisir barat pantai sumatera
“oh mandeh kandung, bujang sibiran tulang tak kesampaian jadi raja
tuak suling tidak membikin kami mabuk seperti menyudu teh jalang.
wiski barat tidak menyangai badan kami serupa hangat unggun tungku dapur.”
telah kami lihat adat terkapar seperti kapareh habis dijala
bukit-bukit dan pusara
dan para cucumu yang tak hirau menjingap
membawakan bunga orang mati juga air suci
Bayang, 2022
Klise Rumah Makan Padang
: Untuk Ungku Salih
ini bukan lagi zaman ketumbar
setapak mantra dengan kisah lama
yang terjungkit di kepala juga tak bakal kau dengar
melintang laut membelah sumatera-jawa
anak kumidi duduk mengkaji nukilan lama
tentang kisah para raja dan ulama mengusung kaki ke kepala
mukim orang kota memberi hidup dengan macam cara
jadi tak usah banyak bertanya
buka saja kedai nasi pengisi perut dari lapar penantian hidup
kau pancing dulu ikan di atas belanga
lepas itu, boleh saja kau bersiasat buruk rupa
“makan saja, tak perlu berlamat-lamat memberi tatap pada klise itu pak tua
lagi pula cerita lama tak bakal tumbang di kepala anak pelupa
muasal saja tak sudah kau lirik, sirik pula kau baca.”
Bayang, 2021
Ode van Johan
: Untuk Teuku Umar
telah kami dengar letus bedil berkelana saat api damar berkutat dengan doa
di belahan barat pantai panga teuku melakoni gelagak belanda.
maka katakanlah kutukan yang jatuh pada musuhmu
pada denging suasa yang dihantam peluru
pada kecipak anak air yang turun dari mudik menghantam batu
pada bunyi tingkah kuwau di ujung pandang
pada gesekkan rencong di kilatan perang; kau akan menjadi kenang paling gamang
panglima gagah yang membekas sampai ke liang.
pernah kami menggeretakkan geraham
saat teuku berdamai dengan lawan
maka kami lepaskan tali bendi melemparkan jejak kaki ke
perang sabili
tapi tuhan melerai niat kami
seakan isyarat turun ke bumi;
teuku adalah pendekar yang muskil memungkiri janji
dan siap mati demi negeri
dan pada malam yang berkisah, serdadu van heutsz dikerah ke perang sebelah
angin berkabar ke semua arah; tentang tanah aceh yang bakal bersimbah darah
peluru menembus dadamu dari arah tak menentu
terlentang teuku di tanah mugu
saat izrail menjemputmu di separuh malam
kau tinggalkan tangis yang tak mampu mengeluarkan suara
yang kami teguk jauh ke dalam dada
berdiri kami di sini menggenggam dendam
dan siap menghibahkan leher kami di tiang gantungan.
telah dirapal syair do da idi
saat cucu di ranahmu yang baru seukuran mumbang kerambil
sudah terbiasa dengan dendang bedil
lalu, sebagaimana teuku tahu
ini dusun beradat berlembaga telah bermiang
induk semang tinggal semang
pedang berayun membelah remang.
musim-musim yang sakit dalam belingsatan hari tersapit
mendengar ratapan anak datuk di ujung dusun
mengisak mencari takhta menusuk ubun-ubun
kini dengarlah suara dari turunan darah teuku
raung dari rahim moyang yang berserapah untuk musuhmu
di desau daun-daun gunung rayeuk tameh
sampaikan salam kami pada ranji keabadian
yang tak lekang dipanas tak lapuk dihujan
masih berdentum ombak laut meulaboh, teuku
mengapa jua ada kaum merdeka yang buta
yang pekak selat telinganya pada jasa dan air mata
ditaburi merdeka dengan bala,
salvo dikarang dan berteriak kita telah menang.
Padang, 2022
Sang Maestro
: Untuk Chairil Anwar
“kita tidak perlu lihat kiri-kanan
melintasi karawang-bekasi
anjing-anjing tahu dimana jalur berhenti”
telah berjalan para penggubah
pada jasad terbujur, ia sampaikan rindu
yang membikin doa di palang pintu penunggu; susunan papan liang lahat
“lapangkanlah kuburnya
tempatkanlah ia sebagaimana puisi ia tempatkan di dunia.”
di kemudian hari berbilang tahun berbilang abad
sumpahku tercemar bagai anjing mengonggong di malam hari
entah itu lapar atau mengharap musim kawin.
lalu kau bangkit dari kematian yang seribu tahun silam
kau patahkan tiang-tiang penyangga di bait paling kejam;
aku ingin hidup seribu tahun lagi
tak ubah layaknya binatang jalang yang meninggalkan bisa
serta racun dalam puisi yang tak menjawab kata bersambut.
ini kutukkanku wahai jasad yang berbaring di kanal-kanal bunga orang mati
kau tetaplah binatang jalang yang aku jalang tiap membikin puisi.
Padang, 2022
Chalvin Pratama Putra lahir di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Beberapa karya tersiar di koran regional dan nasional, seperti: Tempo, Haluan, Singgalang, Radar Banyuwangi, Magrib.id, dll. Juga tergabung dalam 100 penyair Asia Tenggara dan juga masuk 10 penulis terbaik dalam sayembara penulisan puisi Internasional. Merupakan anggota silat dan kajian Salimbado Tarok.
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post