
Raudal Tanjung Banua lahir di desa Lansano, Kenagarian Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, 19 Januari 1975. Pendidikan menengahnya diselesaikan di SMA Negeri I Painan. Sambil bersekolah, ia menjadi koresponden harian Semangat dan harian Haluan yang terbit di Padang. Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, pada awal tahun 1995 Raudal pergi merantau ke Bali dan ke Pulau Jawa. Mula-mula ia menuju Denpasar. Di sana ia bergabung dengan “Sanggar Minum Kopi” dan banyak belajar pada penyair Umbu Landu Paranggi yang mengasuh rubrik budaya Bali Post.
Di Yogyakarta Raudal Tanjung Banua mendirikan Komunitas Rumah Lebah dan bergiat dalam lembaga budaya “Akar Indonesia” yang berhasil menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia. Raudal Tanjung Banua yang masih berdomisili di Yogyakarta bekerja sebagai editor lepas. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai Ketua Redaksi Jurnal Cerpen Indonesia (majalah yang diterbitkan oleh lembaga budaya Akar Indonesia) dan menjadi pengulas puisi remaja di surat kabar Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Karya berupa puisi, cerpen, esai, naskah drama Dan catatan perjalanan dipublikasikan di berbagai media tanah air, di samping terhimpun dalam antologi bersama dan pemenang lomba. Bukunya Pulau Cinta di Peta Buta (Jendela, 2003, kumpulan cerpen), Ziarah bagi yang Hidup (Mahatari, 2004, kumpulan cerpen), Parang Tak Berulu (Gramedia, 2005, kumpulan cerpen), Gugusan Mata Ibu (Bentang Pustaka, 2005, kumpulan puisi), Api Bawah Tanah (Akar Indonesia, 2013) Dan Kota-kota Kecil yang Diangan dan Kujumpai (Akar Indonesia, 2019, kumpulan cerpen), Cerita-Cerita Kecil yang Sedih dan Menakjubkan (Akar Indonesia, 2020, Kumpulan Carpen).
Bukunya yang lain, jelajah literasi (di) pulau buru, hasil residensi ke Maluku, diterbitkan secara terbatas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta (2018). Ia juga mengikuti resindensi yang diadakan Komite Buku National (2019) dengan memilih menyusuri wilayah pantai barat Sumatra dan Krui hingga Natal. Beberapa karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Swedia, Thailand, Portugal, Prancis, Mandarin, Malaysia, dan Wolio.
Penghargaan:
Sih Award 2005 dari Jurnal Puisi, Anugerah Sastra Horison 2005, MASTERA 2007(untuk buku Gugusan Mata Ibu) di Kualalumpur dan Anugerah Cerpen Terbaik Kompas 20018. Sekarang mengelola Komunitas Rumahlebah dan Lembaga Kebudayaan AKAR Indonesia yang pernah menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia dan rumahlebah ruangpuisi di Yogyakarta.
Selain itu, Raudal juga banyak terlibat dalam iven-iven besar, antaranya Festival Kesenian Yogyakarta, Kongres Cerpen Indo, Festival Musik Puisi Indonesia dan Temu Sastrawan Indonesia. Juga diundang sejumlah festival sastra, baik nasional maupun internasional.
Meski sudah lama di rantau (walau barangkali tidak lagi bisa disebut begitu) di pulau Jawa, kecintaan Raudal dengan tanah kelahirannya tak pernah pudar. Kecintaan tersebut Ia sampaikan lewat tulisan-tulisan, baik puisi, cerpen, dan esai. Lokalitas yang Ia tuangkan dalam tulisannya barangkali memang tak sepenuhnya soal kecintaan karena ia lahir di sana, tapi lebih dari itu kecintaan yang diutarakan juga lewat kritik. Begitu juga dengan pandangan-pandangan soal karya, beliau selalu terbuka kepada generasi-generasi, berdiskusi seputar keilmuan beliau, baik itu Sumatra Barat ataupun diluarnya. Karya-karya beliau sangat mudah kalian temui di mesin pencarian internet, tinggal ketik nama beliau saja. Salah satu karya beliau yang membekas dalam perjalanan membaca saya adalah tentang mitos-mitos kampung; Anak Gombak dan Pusar-pusar dua di kepala. Terlebih dalam dua buku beliau “Parang Tak Berulu dan Cerita-Cerita Kecil yang Sedih dan Menakjubkan”. Tentu masih banyak lagi, mitos/kebiasaan/tradisi/sejarah/budaya dan lainnya.
“NYARIS” WARTAWAN

Ada satu periode dalam dunia kepenulisan Raudal yang “nyaris” membuat ia jadi wartawan “benaran” (dalam arti berprofesi sebagai wartawan). Itu terjadi awal tahun 90-an ketika beliau duduk di bangku kelas satu SMAN 1 Painan di Salido.
- Cakap Film – Bougainvillea: Sandiwara Psikopat dan Percintaan yang Kelam - 19 Maret 2025
- CPNS: Musikalitas Instrumen dari Album Terbaru Calon Pemusik Negeri Sipil, Titik Nadir di Episode Sunyi dalam Bunyi Sembunyi - 15 Maret 2025
- Balimau: Tradisi Entah, Kewajiban Agama Bukan, Sebuah Pemakluman atau Kebiasaan Semata - 28 Februari 2025
Discussion about this post