
Undangan turun mandi dari keluarga jauh Ayah datang dari daerah yang terkenal dengan oleh-olehnya, ya kacang tanah. Membuat Saya dan keluarga berangkat sekitar jam sepuluh pagi dari Lubuk Selasih. Duduk di atas mobil pick up yang terbuka, membuat mata lepas memandang. Saya dan keluarga menikmati perjalanan. Saat tiba di daerah tanah hitam, terlihat hamparan kebun hamparan kebun teh di kanan membentuk bukit dan di kiri berderet kedai beratap dan berdinding terpal. Penjual strawberry, dan bawang pun tampak bersemangat menjajakan dagangan sepanjang jalan.
Ibu dan Uwo langsung mengambil jaket dari dalam tas, menyuruh kami memakai jaket, supaya tidak kedinginan, karena semakin jauh perjalanan, udara semakin terasa dingin, menusuk tulang-tulang Kami. Sampai di seberang Masjid Umi, tepat di depan SMA Negeri 1 Lembah Gumanti, mobil di hentikan suami one. Angin sepoi-sepoi terasa menghempas badan. Kami sekeluarga mengeluarkan nasi dan samba untuk makan. Selesai makan, saya dan Uwo menunaikan kewajiban di Masjid Umi, Alahan Panjang. Hal ini yang sangat Saya nikmati ketika sampai di sebuah tempat baru.
Mobil pick up milik One terus melaju kian kencang, menelusuri jalanan. Jalanan-jalanan berlubang membuat perut kami berguncang. Sekitar jam satu Kami sampai di rumah keluarga yang ada di Surian. Di suguhkan makanan. Tetapi sayang, saat kami sampai ritual turun mandi anak adik ayah yang kami kunjungi, sudah selesai. Tinggal menunggu alek sampai sore saja, seperti kami keluarga jauh yang datang. Di sudut rumah milik Adik Ayah, tampak ada kasur anak Bayi, dan di sebelah kasur ada Ibunya dengan kaki selonjoran. Ujung kaki Si Ibu di ikat sebuah daun, katanya ini Penangkal untuk tidak terkena aura jahat. Kami makan dengan senangnya. Namun, Ada satu makanan yang asing bagi Saya, makanan yang berbeda. Makanan kudapan, berwarna merah, berstruktur lembut dan berbentuk bulat. Ketika Saya tanya, pinukuik nama makanan itu. warnanya yang khas, membuat Saya menyadari, ternyata makanan minang begitu banyak jenisnya.
Sekitar jam tiga, kami memutuskan untuk pulang dari Surian. Tidak jauh dari tugu bertuliskan selamat jalan, One berhenti membeli kacang. Saya pun ikut turun untuk membeli Kacang dan berbagai olahan makanan dari kacang tanah. “Kacang Haji Arifin” merek berwarna kuning yang tertera pada pembungkus kacang.
Terlihat hamparan sawah berpetak-petak yang membuat Saya serasa ingin berguling di sana, di tambah ranumnya buah padi yang merunduk. Belokan berikutnya tampak Bukit yang di penuhi batang Surian membuat mata indah memandang, berwarna hijau dan kuning. Tiba di belokkan selanjutnya, terlihat bukit yang meliuk-liuk. Ladang di atas bukit beserta satu-dua pondok terlihat sangat tinggi untuk sampai di sana.
One membawa kami singgah di Aia Dingin, melihat anak teman suaminya baralek. Baralek adalah pesta pernikahan yang di lakukan orang Minangkabau. Kami sampai di sana sekitar jam lima sore. Hamparan bukit yang luas di sana, beserta jejeran rumah di seberang sana membuat pemandangan segar, menciptakan perasaan kagum di hati saya. Akan terlihat Bukit berwarna hijau kekuningan, karena di terpa cahaya matahari. Rumah kayu itu sudah di penuhi oleh tamu undangan yang datang.
Tetapi, ada yang tidak saya temukan, tidak ada panggung orgen dan pelaminan luar bergaya prasmanan yang biasa ada saat orang Baralek di kampung saya. Seketika itu saya berpikir, bahwa keluarga memang menyelenggarakan pesta pernikahan dengan pelaminan di dalam rumah. Udara dingin kembali ngilu, menusuk tulang.
Ibu berbisik di telinga saya “Nak, jangan ketawakan orang sembarangan” Saya mengangguk dan langsung mengerti. “iya Bu, orang atas ini” bisikku menjawab ibu. Atas maksudnya adalah alahan panjang. Tidak bisa di pungkiri di sini masih sangat kental dengan penggunaan ilmu hitam.
Saya melihat ada sekelompok ibu-ibu yang turun dari rumah orang Baralek. Ibu-ibu itu Menggendong anak mereka yang masih balita, di punggung menggunakan kain panjang, yang lebih mengejutkan lagi ialah mereka tidak menggunakan sendal. Hati saya tergugah, merasakan suasana orang zaman dahulu. Dalam rumah yang sesak, karena orang banyak, kemudian keluar Marapulai memakai baju warna merah. Dia keluar bersamaan dengan orang laki-laki yang memakai baju putih, celana hitam, serta salempang dari kain sarung. Kata One mereka adalah Ninik mamak dari pihak Marapulai.
- Telah Tayang! Single kedua Andip berjudul ‘Aku Paham Itulah Jarak’ - 23 April 2025
- KRITIK SENI PERTUNJUKAN RAPA’I DABOH OLEH Acara HUT Bhayangkara di Banda Aceh - 23 April 2025
- Gairah Literasi dan Dunia Baca Anak Muda | Muhammad Nasir - 20 April 2025
Discussion about this post