“Mau merokok, Pak?” lelaki separuh baya itu mengambil sebatang rokok yang saya tawarkan, kemudian ia menyulutnya. Setiap persimpangan dan kalau ada orang yang berdiri di tepi jalan, sopir itu akan menekan klaksonnya dan berkata, “Pasar?”. Saya pada waktu itu membawa segelas kopi hitam ke dalam angkutan kota (angkot), sebenarnya saya jarang melakukan hal-hal aneh seperti itu, tapi karena kebetulan saja saat itu saya sedang bosan. Saya menyeruput kopi dan ikut menyalakan sebatang rokok di samping sopir angkot itu, saya sarankan sebaiknya jangan merokok kalau duduk di belakang karena penumpang lain bisa merasa tidak nyaman terkena asap rokok. Bila berada dalam angkot, duduk di bangku depan samping sopir itu sangat menguntungkan, terutama bebas dari duduk yang berdesakan. Sedangkan di bangku belakang, kita harus merapatkan paha bila jika penumpang penuh.
Keberadaan angkot dimulai pada tahun 1943, ketika Indonesia masih dijajah oleh Jepang. Pada tahun 1946, angkot menjadi bagian dari DAMRI (Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia) sebagai angkutan umum. Di Padang angkot dibedakan hanya dari warnanya dan tidak pakai nomor. Beda warna, berarti berbeda jalur atau trayeknya. Angkutan kota tersebut terdiri dari warna biru muda, biru tua, hijau, biru kehijauan, kuning, orange, merah jambu, ungu, merah, putih, titik akhir rute trayek angkot berada di Pasar Raya dan dari sana perjalanan akan dilanjutkan ke rute masing-masing. Pada dasarnya kendaraan yang dimodifikasi adalah mobil Suzuki Carry dan Kijang Kapsul yang dijadikan angkot merupakan hal yang terkenal di Kota Padang. Angkot yang saya tumpangi sambil menikmati segelas kopi di perjalanan, pada bagian depan dasboard ada botol-botol whisky, dan boneka marsupilami tergantung di kaca depan. Lalu, saya menoleh ke bagian belakang angkot, di situ terdapat sound system yang cukup besar, monitor LCD, lampu-lampu kecil pada langit-langit dan gelas-gelas wine yang tertata rapi bersama dua botol kosong whisky Jack Daniels. Namun, tak semua angkot di Padang seperti diskotik atau Night Club berjalan, beberapa angkot malahan kosong melompong tanpa modifikasi sedikit pun.
Saya tiba di Pasar Raya tanpa turun menuju keramaian dan berpindah angkot untuk melanjutkan perjalanan pulang. Angkutan kota yang begitu eksentrik dan glamor itu pun berkumpul di Pasar Raya sebelum kembali ke trayeknya, modifikasi angkot yang terlihat dari luar adalah stiker-stiker yang terpasang di badan angkot berisi gambar maupun kata-kata. Tak hanya itu, saya pernah melihat angkot yang bempernya ceper sekali. Modifikasi tersebut juga termasuk dalam strategi sopir untuk menarik perhatian penumpang, menurut saya angkot jurusan Lubuk Buaya dan Jati adalah yang terbaik dalam hal modifikasi.
Angkot yang saya tumpangi sembari mengopi ini sangat nyaman, volume musiknya tidak terlalu kencang dan kecepatan angkot begitu stabil. Ada beberapa angkot yang suara musiknya memekakkan telinga dan kadang ugal-ugalan, biasanya orang-orang tua yang naik angkot seperti itu akan merasa cemas. Di Padang sendiri angkot mulai beroperasi dari jam 6 pagi, sebenarnya itu tergantung sopir angkot itu mau menambang jam berapa, tetapi kebanyakan pada jam 9 malam angkot sudah jarang ditemukan.
Pada titik akhir trayek angkutan kota di Padang, di perempatan jalan Pasar Raya, kita akan melihat bendi-bendi berjejer meski tidak begitu banyak. Bendi pernah menjadi moda transportasi umum di sebagian besar wilayah Sumatera Barat, namun mesin-mesin menggantikannya. Angkot yang saya tumpangi sudah terisi penuh oleh penumpang, segelas kopi yang saya bawa dari rumah hanya tinggal ampas, angkot pun meninggalkan Pasar Raya menuju tempat semula saya naik.
Persoalan lain di jalanan, mobil-mobil angkot kadang ada yang suka sekali ngerem mendadak sehingga kendaraan di belakang yang semula mengiringi kecepatan angkot tersebut terkejut lalu menabrak bagian belakang angkot. Harap was-was jika berkendara dan ada angkot di depan kita.
Masa gemilang angkutan kota Padang telah sirna, sopir-sopir mulai mengeluh, begitu yang sering saya dengar dari sopir angkot sejak transportasi berbasis internet itu muncul menghiasi jalanan. Kalau dihitung-hitung selain ongkos yang murah, naik angkutan kota sangat menguntungkan apabila kita sedang tidak terburu-buru, kita bisa membawa ayam, sekarung sayur, bahkan seekor kambing juga dapat di bawa masuk ke dalam angkot. Saya hanya bercanda soal membawa hewan ternak ke dalam angkot, tapi tanpa sepengetahuan saya mungkin bisa saja terjadi.
Penulis, David Utomo seorang cerpenis kadang juga menulis esai ataupun artikel diberbagai media. David Utomo juga seorang penulis cerita anak.
- Esai: Syekh Siti Jenar dan Pembangkangan atas Keseragaman | Fatah Anshori - 6 Oktober 2024
- Essay Ketika Seorang Antonio José Bolívar Memilih Masuk ke Hutan | Fatah Anshori - 29 September 2024
- Cerpen Seperti Mama Melakukannya | Putri Oktaviani - 28 September 2024
Discussion about this post