• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Senin, Mei 12, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

Menyimak Hulu Langgai: Sebuah Cerita Dari Kampung Mudiak dan Sejarah Tersembunyi

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
30 Oktober 2020
in Pelesiran
2k 63
0
Home Pelesiran
BagikanBagikanBagikanBagikan
Dokumentasi marewai.com

Pesisir Selatan, Marewai— Mengunjungi tempat-tempat yang menyimpan banyak cerita sejarah di masa lampau merupakan aktivitas menyenangkan, disamping mendapatkan banyak pengetahuan, biasanya daerah yang memiliki historis panjang selalu menyajikan keindahan alam yang indah. Nah, kali ini saya berkunjung ke Langgai. Salah satu nagari yang berada di Hulu Surantih, Kec. Sutera, Pesisir Selatan. Langgai juga dikenal sebagai hulu dari Kecamatan Sutera, dimana daerah ini bersebelahan langsung dengan Kab. Solok. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Langgai ini mendapat artian sebagai belat penangkap ikan, kalau orang Pesisir Selatan menyembutnya sebagai “Luka”. Terbuat dari bilah bambu yang dijalin ijuk atau rotan, bisa berbentuk bundar ataupun kotak. Digunakan sebagai penangkap ikan ataupun menangkap belut. Kalau di Langgai biasanya digunakan sebagai penangkap ikan Mungkuih-mungkus, ikan kecil pemakan lumut yang banyak ditemui pada hulu-hulu sungai. Selain terkenal di Balai Selasa, Hulu sungai Palangai, ikan ini juga terkenal dikalangan masyarakat Surantiah dari hulu Langgai. Namun yang membedakan, masyarakat Langgai tidak membawa ikan tersebut ke pasar untuk dijual.

Kami memulai perjalanan menuju Langgai dari Pasar Surantih, waktu tempuh kira-kira 2-3 jam, tergantung kecakapan pengendaranya. Langgai masuk dalam Kenagarian Gantiang Mudiak Utara, Surantih. Setelah melewati kampung Kayu Gadang, kita disuguhkan susunan bukit yang indah, ditambah suara aliran air dari hulu Langgai menjadi tempat sebagian masyarkat mandi ataupun melakukan aktivitas lainnya. Selain ingin menikmati keindahan alam di sana, tujuan kami juga ingin mencari tahu beberapa kebenaran cerita yang beredar tentang Silek Langgai dan lainnya.

Keindahan alam itu makin terasa setelah melalui kampung Ampalu. Di jembatan panjang batas antara Ampalu dan Kayu Aro, kami disuguhkan kembali dengan kesejukan alamnya, air yang berdesir dari bawa jembatan menambah tenang pikiran. Kami lihat dari jembatan Kayu Aro kampung Singkulan yang lengang seperti tak berhuni, jalur legenda Bujang Jibun menuju bukit Batu Balai, Lubuak Batu. Di sana jawara Bujang Jibun sering seweliran sepulang dari rumah ibunya di Kayu Aro. Aku jadi ingat bagaimana Bujang Jibun dulunya menyisiri lembah dan sungai hulu Langgai, memutar jalan ke bukit lainnya.

Hampir sepanjang jalan dari jembatan Kayu Aro ke mudik, kami berpapasan dengan aliran sungai hulu Langgai; jernih dan mengalir tenang. Orang-orang yang masih terlihat asing, menatap seperti ingin bertanya, “mau ke mana?” tapi masih malu-malu. Anak-anak meneriaki kami dengan sapaan yang samar: antara malu dan berani. Tapi hal itu menambah nuasa murni desa-desa yang jauh dari riuh suara kendaraan. Kicau burung bersahutan, ngalau yang menyimpan halimun, bergerak pelan tapi tak kunjung hilang. Menyelimuti bebukitan yang berbaris bagai gedung-gedung perkotaan.

Di Batu Bala kami berhenti, beristirahat sembari memandang hamparan sawah yang berada di bawah lembah. Tentu masyarakat di sana masih bercocok tanam di sawah, walau lebih dominan mereka bekerja sebagai peladang gambir. Gambir telah menjadi primadona di kampung mudiak, menjadi lumbung perekonomian masyarakatnya. Sudah tidak etis rasanya jika masih ada yang memakai  bahasa “terisolir” bagi kampung-kampung yang ada di mudiak. Mereka bukan lagi orang-orang yang buta huruf, maksdunya, anak-anak mudiak sudah banyak sukses di luar. Tidak tabu lagi membahas dunia perkuliahan di kalangan anak muda mudiak, termasuk kampung Langgai. Mereka sudah melek pendidikan, ya, meski itu semua masih terasa mitos belaka dengan kondisi infrastrukur dan fasilitas umum yang mereka terima.

Poto: Jembatan Utama Batu Bala ke Langgai

Dari Batu Bala kami melanjutkan perjalanan ke Langgai, memang agak lama rasanya kalau baru datang ke desa tersebut. Tapi kami tidak mengeluh, sebab banyak hal-hal baru yang kami temui di jalan; ibu-ibu yang kuat memikul daun gambir, anak-anak muda turun gunung dengan beban yang menggunung di pundak, bocah-bocah berlarian di jalan tanpa takut tertabrak kendaraan. Benar-benar sejuk, kami temui terus menerus aliran sungai hulu sungai yang jernih, mendesir seperti suara doa-doa baik.

Sekitar 40 menit dari batas Batu Bala, akhirnya kami memasuki kampung Langgai. Langsung disuguhkan dengan gonjong surau beraksitektur lama, sapaan bersahaja dari bapak-bapak pulang dari ladang. Ditambah tatapan sinis pemuda tanggung saat kami tertawa dari atas kendaraan, padahal kami tidak sedang menertawakan mereka ataupun kampungnya.

Dokumentasi marewai.com

    Setiba di kampung Langgai, aku ingat orang paling terkenal di sana, masyarakat menyebutnya “Ayek Langgai (Alm)”. Seperti bersahajanya beliau, begitu pula masyarakat di sana. Kami bisa singgah dimana saja, bertegur sapa dan bercerita banyak hal. Mereka kabarkan hal-hal menarik tentang kampungnya, tradisi-tradisi yang pelan-pelan dikikis zaman, pun janji-janji dari banyak manusia. Dari sikapnya yang sopan, selalu terselip rasa waspada.

    Foto: Surau Langgai

    Kami lihat rumah paling ujung dari jalan mudiak Surantiah dengan gaya arsitektur lama. Rumah-rumah panggung dengan bahan kayu berdiri kokoh, walau yang tinggal hanya hitungan jari. Bagi saya, Langgai adalah sebuah peradaban yang elok, baik dan menyenangkan. Masyarakatnya ramah, meski menatap curiga, namun matanya bisa dipercaya. Tetapi sayangnya hari itu kami tidak sempat bertemu dengan guru silat Langgai yang terkenal itu. Masyarakat Langgai menyarankan kami datang lagi ke sana pada hari Jumat,  karena hari jumat adalah hari dimana semua peladang turun gunung. Pantas saja para lelaki terlihat sepi sejak kami masuk kampung Langgai, kebetulan kami ke sana pada hari Kamis.

    Untuk kalian yang ingin bertandang ke kampung Langgai, usahakan hari jumat. Karena hari jumat adalah hari dimana masyarakat (terutama pria) Langgai turun gunung alias kembali ke kampung dari aktivtas di ladang. Biasanya hari itu akan ramai dengan kegiatan jual beli gambir, kegiatan yang berhubungan dengan hasil ladang. Jangan takut untuk jalan-jalan ke sana, masyarakat Langgai tidak seperti yang diceritakan orang-orang di luar. Yang tertinggal dari Kampung Langgai adalah sarana dan prasarananya. Bukan masyarakatnya. Mantap!

    • About
    • Latest Posts
    Redaksi Marewai
    ikuti saya
    Redaksi Marewai
    Redaksi Marewai at Padang
    Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah Komunitas Independen yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebuah media alternatif untuk para penulis. Kami juga banyak berkegiatan diarsip manuskrip dan video/film dokumenter, mengangkat sejarah dan budaya Minangkabau. Bebebapa dari karya tsb sudah kami tayangkan di Youtube Marewai TV.
    Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
    Redaksi Marewai
    ikuti saya
    Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
    • Syekh Yahya Al Khalidi, Mursyid Tareqat Naqsabandiyah Al Khalidiyah dari Nagari Panjua Anak (1857 – 1943) - 11 Mei 2025
    • DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PEKAN NAN TUMPAH SERI KEEMPAT USAI DIGELAR - 10 Mei 2025
    • Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua - 29 April 2025
    Tags: BudayaCaritoPunago Rimbun

    Related Posts

    Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua

    Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua

    Oleh Redaksi Marewai
    29 April 2025

    sastrawan dan penikmat perjalanan, tinggal di Yogyakarta TAK sebagaimana umumnya pantai di Indonesia dengan rayuan pohon kelapa atau nyiur...

    Lunang Muara Penantian: Negeri Pagar Dewang Tanah Kayangan dan Misteri Telur Garuda di Museum Mande Rubiah

    Lunang Muara Penantian: Negeri Pagar Dewang Tanah Kayangan dan Misteri Telur Garuda di Museum Mande Rubiah

    Oleh Arif P. Putra
    13 April 2025

    Sebuah telur berukuran raksasa dengan diameter 80 cm yang ditemukan saat zaman kerajaan Minangkabau yang diperkirakan berusia ratusan tahun...

    Menziarahi Masa Lampau: Rumah Gadang Mande Rubiah, Komplek Makam Bundo Kanduang dan Kelindan di Inderapura

    Menziarahi Masa Lampau: Rumah Gadang Mande Rubiah, Komplek Makam Bundo Kanduang dan Kelindan di Inderapura

    Oleh Arif P. Putra
    3 April 2025

    Ada banyak tabir yang belum tersingkap dari masa lampau. Sejarah-sejarah ditulis kadang tak melulu dengan data yang konkrit, sebagian...

    Balimau: Tradisi Entah, Kewajiban Agama Bukan, Sebuah Pemakluman atau Kebiasaan Semata

    Balimau: Tradisi Entah, Kewajiban Agama Bukan, Sebuah Pemakluman atau Kebiasaan Semata

    Oleh Arif P. Putra
    28 Februari 2025

    Bagi masyarakat Minangkabau tradisi balimau sudah tidak asing lagi. Tradisi yang dilakukan sehari sebelum masuk bulan suci ramadan ini...

    Next Post
    Puisi-puisi Anugrah Gio Pratama | Mendengkur Waktu

    Puisi-puisi Anugrah Gio Pratama | Mendengkur Waktu

    Budi Saputra: Dua Lomba Berbeda Jadi Kemenangan Beruntun | #apresiasi

    Budi Saputra: Dua Lomba Berbeda Jadi Kemenangan Beruntun | #apresiasi

    Discussion about this post

    Redaksi Marewai

    © 2024 Redaksi Marewai

    Ruang-ruang

    • Budaya
    • Sastra
    • Punago Rimbun
    • Pelesiran
    • Carito

    Ikuti kami

    No Result
    View All Result
    • Kirim Tulisan ke Marewai
    • Budaya
    • Carito
    • Sastra
    • Berita Seni Budaya
    • Pelesiran
    • Punago Rimbun
    • Tentang Marewai

    © 2024 Redaksi Marewai

    Welcome Back!

    Sign In with Facebook
    OR

    Login to your account below

    Forgotten Password? Sign Up

    Create New Account!

    Fill the forms bellow to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In