Memasyarakatkan puisi. Beberapa hari yang lalu Bang Riri Satria minta tolong pada saya untuk memikirkan hal apa yang menarik yang bisa kita tampilkan pada booth JSM pada acara Festival Cerita Kota yang diselenggarakan oleh IHHCH nanti, disamping menampilkan buku-buku terbitan JSM Press. Demikian Bang Riri Satria selaku Ketua JSM menyampaikan – lebih tepatnya menugasi saya untuk hal tersebut, beberapa hari sebelum penyelenggaraan. IHHCH yang foundernya adalah Mbak Nofa Farida Lestari dan Mbak Wulan Suheri.
Saya meng–iyakan dan nanti juga akan saya diskusikan dengan Mbak Nunung dan teman-teman lainnya. Lalu saya mencoba mencari ide apa yang pas untuk meramaikan booth JSM dalam acara Festival Cerita Kota yang diselenggarakan oleh Indonesia Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH) tersebut dilaksanakan di Museum Bahari Jakarta Utara, dan akan dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat serta lintas komunitas.
Nah, ini kesempatan baik untuk mengajak masyarakat segala usia untuk mengenal dan mencintai puisi. Bukankah puisi harus diperkenalkan ke semua kalangan dan lapisan masyarakat? Puisi bukan hanya milik penyair. Puisi itu inklusif, milik siapapun, karena puisi menggugah rasa dan mengasah kepekaan akan suatu peristiwa. Selama ini puisi hanya ditulis dan dibacakan di hadapan seniman, masyarakat sastra dan penyair.
Sementara itu penyair tentu saja mereka yang mampu membuat puisi yang baik dan berkelas. Namun masyarakat sah-sah saja mencintai puisi dan ikut serta menulis puisi walaupun tidak sehebat para penyair.
Singkat cerita, lahirlah gagasan untuk menyelenggarakan Lomba Menulis Puisi Singkat pada acara Festival Cerita Kota IHHCH nanti. Saya ingin mengajak orang-orang untuk mengenal puisi, menumbuhkan rasa ketertarikan pada puisi. Ketika beberapa orang mulai tertarik menulis puisi maka mereka akan mencari tahu dan akan membaca puisi-puisi lainnya. Jadi jurus yang kami pakai adalah memprovokasi orang-orang mencintai puisi dengan dimulai mereka menuliskan puisi pendek, ketika sudah merasa tertarik selanjutnya akan cari tahu karya-karya penyair terdahulu. Mbak Nunung Noor El Niel dan Umi Rissa Churria bersedia ikut menjadi juri, sementara itu urusan perlengkapan diserahkan kepada Dhe Sundaya Perbangsa, sekaligus perlengkapan JSM secara umum.
Pada hari H, hujan deras mengguyur Jakarta sejak pagi, bahkan sampai acara Festival Cerita Kota dibuka, gerimis masih turun di kawasan Museum Bahari. Tidak menyurutkan semangat kami. Saya bersama Mbak Nunung, Umi Rissa, Sundayana, serta Erna mempersiapkan booth JSM pada acara tersebut. Bang Riri juga ikutan bantu-bantu walau diselingi teleponan sepertinya urusan kantor.
Setiap peserta diminta untuk menuliskan puisi paling sedikit dua baris pada kertas origami warna-warni yang telah kami sediakan dan kemudian dijepit di tali di booth JSM. Pada kertas tersebut, selain menuliskan puisinya, peserta juga diminta menuliskan nama dan nomor handphone, supaya nanti bisa dihubungi saat pengumuman pemenang di sore harinya. JSM menyediakan hadiah angpao untuk 20 puisi terbaik.
Walaupun gerimis masih turun, satu per satu sudah ada peserta yang tertarik ikutan lomba. Semakin lama semakin banyak, dan sampai dengan Lomba ditutup jam 3 siang, jumlah peserta mencapai 70 orang.
Setelah acara talkshow Community Gathering: Sharing and Growing, di mana Bang Riri Satria selaku ketua JSM sampai sebagai salah satu narasumber, dan semua anggota JSM tampil baca puisi, saya, Mbak Nunung, dan Umi Rissa pun rapat bertiga untuk melakukan penjurian untuk memilih 20 puisi terbaik yang mendapatkan angpao. Di samping itu juga ada puisi favorit yang mendapatkan buku puisi dari para anggota JSM yang akan diserahkan oleh para penulisnya langsung, masing-masing oleh Dhe Sundayana Perbangsa , Erna Winarsih Wiyono Umi Rissa Churria, Mbak Nunung Noor Niel, Bang Riri Satria, serta saya sendiri Emi Suy).
Sekitar pukul 16.00 tepat sebelum acara Lomba Ngomel dan Ngedumel ala Betawi diselenggarakan, saya mengumumkan para pemenang Lomba Menulis Puisi Singkat ini bersama Bang Riri. Seru melihat kegirangan para sperta ketika tahu puisi mereka mendapatkan apresiasi dan menerima angpao, apalagi yang terpilih sebagai puisi favorit dan mendapatkan buku puisi dari penulisnya langsung.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, kembali saya teringat ungkapan bahwa puisi itu inklusif, tidak ekslusif. Puisi harus dibawa kepada semua kalangan dan lapisan masyarakat. Masyarakat harus diajak untuk mengenal puisi, karena puisi akan mengasah kepekaan dan rasa. Tentu saja mereka yang piawai menulis puisi adalah para penyair, namun masyarakat luas harus diajak mencintai puisi.
Ya, karena hidup itu sejatinya lebih puitis dari puisi.
Thanks Dear All
Emi Suy
Cc: Nofa Farida Lestari Wulan Suheri
Riri Satria Nunung Noor El Niel Rissa Churria
Jusiman Dessirua Gambuh R Basedo Sofyan RH Zaid
Discussion about this post