Langkahnya tertatih tangisnya semakin lirih ketika mentari berdiri kokoh tepat menghujani ubun-ubunnya. Huwaida melangkah pelan menuju gubuk persembunyiannya di balik rimbun hutan belantara. Tujuannya tak lain tak bukan agar tak lagi mendenger tuntutan yang diminta oleh sang ayah. Ketika Huwaida hampir sampai di gubuk ia mendengar jeritan yang menggema memecah kesunyian hutan.
“Tolong, tolong, tolong, aaakkkkhhh”. Itu yang di dengar Huwaida.
Rasa penasaran merasuki sanubari membuat ia membunuh ketakutan lantas mencari sumber suara. Bermodalkan sebilah kayu yang ia dapat di perjalanan ia mencoba mencari sumber suara. Setelah berjalan kesana kemari akhirnya ia menukan sumber suara alangkah terkejutnya ia mendapati seorang lelaki tua yang sudah terkapar menghadap bumi berlumuran darah serta tak lagi bernyawa membuat ia berteriak karena syok melihat apa yang ada di depan matanya.
“Tolong, tolong, tolong, ada yang mati!” Ujarnya Huwaida panik mencari pertolongan.
Kepanikan yang memuncak membuatnya berlari tidak tau arah mencari pertolongan. Namun, tak seorang pun yang ia temui lantas membuatnya memutuskan untuk kembali. Saat Huwaida berjalan kembali,ia harus di hadapkan dengan sesosok binatang buat dengan loreng-loreng di badan sudah berdiri di hadapan mayat lelaki tua itu. Seketika itu juga ia dibuat bungkam dan lari meninggalkan lelaki tua itu menjadi santapan binatang buas. Setelah merasa jauh dan aman dari tempat tersebut Huwaida teringat akan perawakan lelaki tua itu mirip dengan ayahnya. Dengan rasa cemas ia menuju rumah dan mencari ayahnya. Namun, tidak seorangpun yang ada dirumah. Hingga ia memilih untuk duduk di sofa depan dan terlelap hingga larut malam tak seorang pun datang juga. Hatinya semakin rancu penuh ambigu.
“Semoga itu bukan ayahku, dan besok aku akan ketempat itu lagi untuk meyakinkan hati bahwasannya itu bukan ayahku”. Ungkap hatinya.
Keesokan hari ia menuju ketempat mayat yang ia temukan kemarin dengan harapan orang tersebut bukan ayahnya. Sesampainya di sana Huwaida hanya menemukan pakaian yang di pakai orang tersebut. Dengan tergesa-gesa Huwaida mencari petunjuk dan menemukan dompet yang identitas di dalamnya adalah ayah Huwaida sendiri. Sontak ia syok dan menangis sejadi-jadinya kemudian pingsan. Saat ia terbangun hanya bisa menangis dengan membawa pakaian berserta dompet tersebut ke rumah untuk ditunjukkan kepada ibunya. Huwaida hanya bisa menangis semabari mencari ibu yang tak kunjung ia temukan. Dengan hati terpuruk Huwaida bersumpah untuk mengusut tuntas siapa yang telah membunuh ayahnya. Huwaida mengemasi barang-barang dan memasukan ke dalam resal lantas membuat surat izin yang ditujukan kepada ibu bahwasannya ia akan ke kota mencari tahu siapa pembunuh ayahnya dan mengatakan kalau ia belum tau kapan akan pulang.
Langkah pertama ia menuju ibu kota tempat almarhum ayahnya bekerja. Sesampainya dikota ia dihadapkan dengan perperangan yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah yang otoriter. Kekuasaan perintahan yang otoriter membuat masyarakat kota tenggelam dalam kemiskinan, terlantar dan anak-anak banyak yang busung lapar. Saat melihat kejadian tersebut membuatnya teringat dengan permintaan sang ayah yang ingin menjodohkan dengan anak temannya di kota. Setelah meraba-raba ia mulai tau permintaan ayahnya bertujuan untuk menjamin keamanan dan masa depannya. Melihat peristiwa yang ada di depan matanya membuat ia kembali membuar sumpah untuk mengulingkan pemerintah dan tidak akan lupa dengan tujuan utama yaitu mengusut tuntas siapa yang membunuh ayahnya. Perlahan tapi pasti Huwaida mengumpulkan pasukan oposisi yang menentang pemerintah dan bersedia mati. Jiwa revolusioner yang ada dalam dirinya muncul akibat lingkungan sekitarnya yang ditindas padahal Huwaida ada seorang mahasiswa jurusan kedokteran.
“Mari kita gulingkan pemerintah yang tidak sehat ini. Setiap keputusan membuat kita sengsara dan mati kelaparan” ungkapnya dalam pidato singkatnya.
Huwaida melakukan pemberontakan terhadap pemerintah secara diam-diam. Namanya kini mulai harum dan terdengar oleh penguasa dan menjadi incaran pemerintah.
“Aku tidak lupa dengan tujuan pertamaku menuju ibu kota yaitu mencari siapa pembunuh ayahku” Ungkapnya dalam perjalanan menggulingkan pemerintahan.
Langkah Huwaida dan pasukan terhambat dalam perjalanan karena pasukan pemerintah berhasil menemukannya dan memenjarakan Huwaida ketempat tersembunyi yang ia sendiri tidak mengetahui. Di dalam dingin dan gelapnya jeruji besi Huwaida dikejutkan dengan seorang lelaki berbadan besar berjengot tebal di dalam sel tersebut.
“Hai kau gadis belia siapa namamu?” Ujar lelaki itu.
“Aku Layla sedangkan kau siapa dan mengapa kau disini juga ?” Tanya Huwaida.
“Aku Panji panggil saja bung, Oh jadi kau yang jadi buah bibir akhir-akhir ini seorang wanita yang memimpin pemberontakan terhadap pemerintahan, bagus kau memang wanita yang pemberani. Aku di sini dikarenakan aku melakukan pemberontakan di daerah utara”. Ujar Panji.
“Kenapa kau melakukan pemberontakan?”
“Itu karena keluarga, tentangga dan masyarakat di sekitarku di zolimi tanpa belas kasihan” Ungkap Panji dengan mimik wajah marah.
“Kalau memang seperti itu mari kita lawan pemerintah yang korup dan otoriter ini” Seru Huwaida pada Panji dengan suara yang mengelegar.
“Baiklah kita akan memulai pergerakan saat kita keluar dari bui ini”
Setelah melalui masa hukuman Panji yang terlebih dahulu keluar dari jeruji besi mulai mengumpulkan pasukan untuk menguling pemerintah dan hanya menunggu Huwaida untuk melakukan pergerakan. Saat Huwaida keluar mereka menyambut dengan sorak gembira serta segera menyusun segala rencana untuk mengulingkan pemerintahan.
“Baiklah bung kita akan melaksanakan pergerakan pada 26 juli 1925 benteng disebelah utara terlebih dahulu!”.
“Okeh, apakah semua peralatan tempur sudah siap?” Tanya Huwaida.
“Semua sudah aku siapkan dan pasukan sekutu juga sudah siap untuk bertempur”
Tepat pada tanggal 26 juli 1925 mereka melakukan penyerangan namun apa daya Panji ditangkap dan di jeploskan ke dalam penjara beserta pasukan akan tetapi Huwaida dapat kabur dari situasi geting itu. Dua tahun kemudian Panji dibebaskan karena mendapat amnesti. Huwaida dan Panji kembali melakukan pergerakan pada tanggal 2 januari 1927 dan berhasil menggoyahkan pemerintah dan membuat pemimpin pun meninggalkan negara itu. Dan dengan itu Panji menyatakan dirinya sebagai pemimpin negara yang baru dengan Huwaida sebagai pemimpin pasukan.
Setelah berhasil menduduki pemerintah bersama Panji, Huwaida tidak lupa dengan tujuan utamanya ia mengusut tuntas siapa pembunuh ayahnya. Ia mulia mencari tau setiap kantor, lembaga dan instansi pemerintahan akhirnya ia berhasil menemukan nama ayahnya. Huwaida semakin dekat dengan tujuannya, setelah melakukan penyelidikan yang rumit ia menemukan seorang yang dekat dengan ayahnya bernama Pedro. Namun, saat ditanya oleh Huwaida ia hanya bungkam membuat Huwaida kesal lantas menyiksa Pedro dengan menggantung, mencambuk, mengiris serta menceburkan kepalanya sampai ia mengatakan siapa pembunuh ayahnya.
“Pembunuh ayahmu adalah pemimpin kekuasaan yang sekarang kau turunkan karena ia memiliki seorang anak lelaki yang akan dijodohkan denganmu. Akan tetapi ayahmu mengetahui bahwasanya kamu akan dijadikan istri ketiga dari pemimpin itu lantas membuatnya tidak terima. Alhasil pemimpin tersebut membunuh ayahmu”. Ujar Pedro memberikan penjelasan kepada Huwaida.
Untung saja Huwaida sudah menerima kematian ayahnya. Kemudian dengna rasa iba Huwaida melepaskan Pedro. Huwaida kembali fokus kepada rakyat dan aksi kemanusiaan. Sedangkan Panji dan teman seperjuangan lainnya membangun kembali pemerintahan yang sudah hancur. Saat tengah asik membangun pemerintahan Huwaida mendapat panggilan kemanusiaan dari afrika meninggalkan Panji dengan kekuasaan. Di afrika Huwaida melakukan aksi dengan berbagai tak-tik ketika melakukan pergerakan sampai membuatnya kambali ditangkap dan dibuang ke German. Di German ia kembali melakukan pemberontakan dan akhirnya ia harus di hukum mati. Sedangkan Panji berhasil membangun negara yang menyiksa rakyat mengingkari janjinya dengan Huwaida.
Penulis, Gilang Kurniadi lahir di Pringsewu, 10 September. Sedang menempuh pendidikan di jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Dapat di jumpai di media sosial instagram @gilangkurniadi
Discussion about this post