• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Selasa, Mei 13, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

Cerpen Faiq Haykal | Andai Saja Bapak Orang Baik

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
4 Juli 2021
in Sastra
1.1k 12
0
Home Sastra
BagikanBagikanBagikanBagikan

Ibu memotong daun pisang menjadi beberapa bagian lalu membentuk potongan-potongan daun pisang itu menjadi sebuah kemasan. Sejumlah telur yang lepas dari cangkang, air santan, dan gula pasir setengah kilo dimasukkan ke dalam blender bersama dengan iris-irisan buah pisang. Sebelum Tetta terjaga dari tidur, setelah Ibu tutup blender itu dan memutar pemantiknya–semua hanyut dalam alat pelumat makanan.

Kenyataannya, kebahagiaan kami ada di sini. Sebuah dapur yang bila dilihat oleh orang berkasta tinggi barangkali  akan menyebutnya sebagai tempat menyimpan barang bekas. Namun di tempat ini kesenangan kami lahir sebagaimana Aku dan Ibu ketika membuat kue barongko yang akan dijual pagi hari. Ibu memasukkan beberapa barongko ke dalam panci, disusul kuambil kompor yang ada di sudut ruang dapur. Belum memasuki proses pematangan, di tengah-tengah Aku dan Ibu bercerita banyak hal yang mengundang kegembiraan, kami tersentak ketika mendengar suara dentam pintu kamar yang dibanting. Suara yang menyisakan geletar di dinding telingaku. Kami diam dan tahu jikalau orang itu tidak lain adalah Tetta. Sosos yang apabila kulihat hanya mengundang kekesalan di hatiku. Dan tanpa kuduga sosok itu telah masuk ke ruang dapur. Kulepas kompor di genggamanku dan secepat mungkin kututup telinga serta mata. Terdengar redup suara pekikan Ibu yang perih. Lebih perih apabila kusaksikan langsung atas apa yang dilakukan sosok mengerikan itu kepada Ibu.

“Tolong jangan, apa salah saya”.
“Ptaaakkk…. Cari pekerjaan yang bikin kaya!”
“Ampun….”
Aku memeluk Ibu dan memegang salah satu pipinya yang basah. Tetta pergi keluar. Ibu terus saja menangis. Dalam tangisnya seperti ada gerak-gerik jiwa dan rasa dengan luapan emosi. Terngiang kata ampun di kepalaku. Demikian suara pukulam yang keras kendati waktu itu kututup telinga  sekuat mungkin. Kutenangkan Ibu. Upaya menenangkan Ibu tetap saja gagal. Tidak lama begitu kegagalanku membendung air mata sendiri.

***

Kutopang semua kue barongko yang telah dinaikkan Ibu ke atas tampi. Sedikit rasa jengah kadang kulirik keningnya yang putih kini ditinggal bekas lebam kian menghitam. Semuanya lekas. Kutinggalkan rumah dengan membawa jualan Ibu. Jualan yang saat ini adalah penyambung hidup kami.  Tetta tidak akan pernah membawa uang selembar pun apabila pergi keluar rumah untuk bekerja pada pagi hari dan sampai waktu kepulangannya di malam yang larut.

Seperti setelah ibadah isya aku pulang ke rumah dan menemui Ibu untuk kucium punggung tangannya. Semua jualan habis. Hasil dari jerih payah kuberikan kepada Ibu. Kulihat raut wajah kebahagiaan yang paling langkah dalam hidupku. Aku ingin sekali menangis. Bukan karena Ibu tersenyum haru menghitung hasil jerih payah itu. Bukan. Akan tetapi, hal paling langkah yang jarang kutemukan itu rusak pada saat kutatap kembali lebam pada wajah Ibu. Lagi-lagi kulihat ia dibalik genangan air mata. Aku beranjak menuju dapur mengambil parang sebelum kemudian keluar dari rumah mencari pohon pisang. Aku mendatangi pekarangan Daeng Halim. Satu-satunya tetua di desa ini yang memiliki lahan tertentu untuk menanam bibit-bibit pohon pisang. Daeng Halim mengerti. Apabila ia melihatkau dengan setangkai parang yang terikat di pinggul, Daeng halim hanya mengangguk mengiyakan  dalam keadaan duduk santai sambil mengisap cerutu kulit jagungnya itu. Cukup kutebang pohon pisang yang selesai panen buah. Kemudian kupotong daunnya dan kusampirkan ke bahu. Aku pulang. Tidak lupa berpamitan kepada orang tua yang baik itu.

Semua sudah lengkap. Telur yang lepas dari cangkang, air santan, buah pisang, dan gula pasir setengah kilo tersusun rapi di teras serta beberapa daun pisang yang saat ini kutaruh melantai. Malam ini kami tidak membuat kue di dapur sebab pelataran rumah menjadi tempat baru kami. Beberapa waktu berlalu, pada saat Ibu membentuk daun pisang menjadi sebuah kemasan, ketika berhasil kupindahkan tabung gas serta kompor di pelataran–kami seketika tersentak. Kali ini bukan karena pintu. Tetta pulang ke rumah. Jalannya sempoyongan. Ia teriak seperti orang kerasukan.  Tercium bau yang tidak lagi asing darinya, bau arak Makasar. Kami terdiam. Sesungguhnya aku tahu apa yang akan terjadi sekalipun ada upaya kami menutup mulut. Kututup mulut pada saat sekilas kulihat tubuh Ibu gemetar. Barangkali lebih gemetar seketika Tetta mengulang kesalahan yang sama. Menarik rambut Ibu, menghantam tubuhnya tanpa peduli pekikan Ibu memohon ampun.

Malam ini aku harus bertindak. Apabila tidak, hal yang paling jarang kutemukan itu tidak akan pernah kulihat lagi. Aku tidak ingin melihat lebam di wajah Ibu. Kubuka mata ditambah perasaan kecamuk marah. Dipikiranku hanya satu kepastian. Kini aku tidak berjalan menuju dapur. tidak pula berlari ke rumah Daeng Halim. Tanpa bimbang kukepal tangkai parang sebelum akhirnya kulepas dari sarung. Aku melakukan apa yang tidak harus kulakukan. Untuk hari ini, demi sempurna kulihat kebahagiaan Ibu lagi.

Tetta panggilan Ayah bagi kebanyakan masyarakat bugis

Penulis, Faiq Haykal. Pare-pare Sulawesi Selatan. Mahasiswa di Universitas Negeri Makassar. Bisa ditemui di media sosialnya: Instagram; @fai.q22
Baca juga tulisannya di faiqhaykal.blogspot.com


  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah Komunitas Independen yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebuah media alternatif untuk para penulis. Kami juga banyak berkegiatan diarsip manuskrip dan video/film dokumenter, mengangkat sejarah dan budaya Minangkabau. Bebebapa dari karya tsb sudah kami tayangkan di Youtube Marewai TV.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Syekh Yahya Al Khalidi, Mursyid Tareqat Naqsabandiyah Al Khalidiyah dari Nagari Panjua Anak (1857 – 1943) - 11 Mei 2025
  • DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PEKAN NAN TUMPAH SERI KEEMPAT USAI DIGELAR - 10 Mei 2025
  • Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua - 29 April 2025
Tags: BudayaCerpenPelesiranpuisiPunago RimbunSastra

Related Posts

Cerpen – Cengir | Gagah Pranaja Sirat

Cerpen – Cengir | Gagah Pranaja Sirat

Oleh Redaksi Marewai
12 April 2025

Cengir KETIKA kami pastikan bahwa Cengir benar-benar telah meninggalkan kami: rumahnya kosong. Sebatang rokok dan korek api masih terpancang...

Cerpen Konvoi Kantuik | Asrul Zulmi

Cerpen Konvoi Kantuik | Asrul Zulmi

Oleh Redaksi Marewai
12 Maret 2025

Bu Ningsih sedari tadi berusaha sekuat tenaga agar kelopak matanya yang berkeriput itu tidak terpejam lebih dari lima detik....

Cerpen UMANAIK | S&J PRODUKSI

Cerpen UMANAIK | S&J PRODUKSI

Oleh Redaksi Marewai
7 Maret 2025

S&J PRODUKSI             Tulisan-tulisan dengan nama dan identitas singkat pengenal lainnya, terpampang di batu-batu dengan corak ciri khas arab....

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Pergantian Tahun bagi Yang Tak Kekal dan Harum : R

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Pergantian Tahun bagi Yang Tak Kekal dan Harum : R

Oleh Redaksi Marewai
22 Februari 2025

Pergantian Tahun bagi Yang Tak Kekal dan Harum : R Pintu terkuak, dari mulutnya kau muncul tiba-tibaBertelimpuh kian rapuh,...

Next Post
Kembangkan Kampung Wisata Kelurahan Pasar Belakang, Perkumpulan HIDORA melakukan FoodTesting di Salah Satu Rumah Warga

Kembangkan Kampung Wisata Kelurahan Pasar Belakang, Perkumpulan HIDORA melakukan FoodTesting di Salah Satu Rumah Warga

Punago Rimbun: Kaba Tareh Sultan Muhammadsyah, Sultan Gegar Alamsyah Ushali Kerajaan Indrapura Yang  Disebut “Arung Masuba”

Punago Rimbun: Kaba Tareh Sultan Muhammadsyah, Sultan Gegar Alamsyah Ushali Kerajaan Indrapura Yang Disebut “Arung Masuba”

Discussion about this post

Redaksi Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Ruang-ruang

  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito

Ikuti kami

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In