“Kayu manalagi yang akan kita cancang? Siapa lagi yang akan mewarisi itiak pulang patang, kaluak paku, tampuak manggih dan atau motif ukir Minangkabau lain? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bahasan utama diskusi pengantar workshop “Seni ukir tradisional” yang diselenggarakan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat. Workshop yang digelar pada tanggal 9 sampai 10 april ini mengangkat tema “Aplikasi Seni Ukir Tradisi Minangkabau pada Proses Kreatif Kekinian”.
Rian Afdol
Kayu, bahan utama dalam seni ukir tradisi telah menjadi sesuatu yang boleh dibilang langka hari ini. Seperti lazim kita ketahui, bahwa kayu yang baik memiliki standar yang tinggi. Mulai dari tempat tumbuh, usia, teknik penebangan, pengolahan dan pengeringan kayu. Kayu terbaik tumbuh di daerah lembah yang lembab, setidaknya mesti berumur 25 tahun, ditebang dengan perhitungan jatuh kayu yang tepat, diolah dengan direndam dan dikeringkan yang bisa memakan waktu sampai setahun. Hal ini masih ditambah dengan regulasi tentang pohon. Begitulah kira-kira perihal kayu; secara bahan, langka dan secara waktu setidaknya butuh 26 tahun ditambah lagi waktu pengerjaan ukiran. Polemik pelestarian seni ukir tradisional ini masih belum seselesai di kayu. Polemik lain akan muncul ketika kita bicara tentang regenerasi pengukir itu sendiri. Telah menjadi pengetahuan umum bahwa seni ukir membutuhkan teknik yang sangat tinggi. Hal ini menjadikan semacam beban mental bagi sebagian generasi muda yang telah akrab dengan automatisasi yang cepat secara waktu dan lebih praktis dalam prosesnya.
Bukan hanya tentang bahan dan regenerasi pelaku seni ukir tradisi, polemik ini akan terasa lebih rumit jika kita bica mengenai nilai ekonomi dan pasar. Bahan dan teknik yang berstandar tinggi, menjadikan ukiran tradisi menjadi sesuatu yang mahal. Dapat ditebak dengan mudah, pada tahap selanjutnya harga yang mahal membuat karya seni ukir tradisi hanya memungkinkan diakses oleh kalangan tertentu. Kalangan tertentu dan tentu itu sangat langka. Akhirnya kita akan sampai pada pertanyaan “Siapa lagi yang akan membangun rumah gadang hari ini?”
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post