Penulis : Sulthan Indra. Aktivis lingkungan, pemerhati sosial, seni, tradisi dan budaya Pesisir Selatan
Politik adalah bagian dari pola sosial kehidupan bermasyarakat, setiap manusia sejatinya sedang memainkan politik dan deal-deal demi keberlangsungan hidupnya, entah deal dengan kawan sejawat, pekerjaan, rekan bisnis atau pun rencana-rencana ke depan bersama keluarga. Disadari atau pun tidak, kita berada dalam lingkaran politik. Begitu juga dengan Pilkada 2020 ini dalam beberapa hari ke depan; tanggal 9 Desember sudah di ambang pintu, aktor-aktor politik berserta tim sudah hampir menyelesaikan episode dalam alur-alur kampanye hingga debat. Selama memainkan peran, bagaimana politik praktis mempengaruhi kehidupan politik sosial di tengah-tengah masyarakat luas, hingga jarang sekali aktor politik praktis menyadari hal itu sebagai bagian dari gesekan, yang berimbas menjadi bencana sosial di antara masyarakat pemilih.
Masyarakat pemillih pun jarang sekali mendapatkan edukasi mengenai politik sesungguhnya, baik dari pemerintah mau pun dari partai politik yang begitu banyak. Selain mereka hanya menampilkan wajah-wajah promosi tidak ubahnya seperti iklan di tengah-tengah jeda akting. Merunut kepada beberapa kali pesta pemilihan di daerah khususnya Pesisir Selatan, belum ada sesuatu hal yang ditemui politik yang benar-benar menyentuh konsep sesungguhnya. Artinya, dunia politik di Pesisir Selatan sudah gugur dari mengedepankan antara logika formil dan logika materiil. Bukankah politik juga bagian dari sebuah disiplin ilmu pengetahuan.
Menurut Drs. H. Baharuddin Salam dalam bukunya berjudul Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, mengatakan “logika materiil disebut juga kritik atau Epistemologi. Filsafat yang mengedepankan isi/materi pengetahuan dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan logika formil mengutamakan pemahaman kepada konsep pemikiran”. Artinya, pemikiran tidak hanya tepat menurut bentuknya tetapi juga benar menurut isi (sesuatu yang dilakukan). Inilah yang sangat jarang sekali kita temui selama ini. Bagaimana isi kampanye tidak sejurus dengan kenyataan ketika sudah menang dalam menjalankan visi dan misi ketika kampanye. Selain hanya menghadirkan alibi-alibi ketika sudah dikritik. Satu hal yang paling menarik di Sumbar khususnya Pesisir Selatan, politik-politik diaduk di kedai-kedai kopi dalam bentuk kepahitan. Di mana, tim kampanye khusus sebagai peran utama untuk menjatuhkan lawan jagoannya. Dan politik seperti ini selesai di kedai kopi dengan mematahkan logika formil masyarakat terhadap politik sosial yang sesungguhnya dengan menghadirkan kebencian terhadap lawan.
Maka, politik tidak lagi sebentuk fleksibelitas yang dapat berbaur ke mana saja setelah meninggalkan patahan-patahan kebencian. Begitu juga dengan aktor politik yang maju dalam pilkada. Bahwasanya menggunakan tim sukses atau buzzer untuk menjatuhkan lawan adalah sebuah blunder; tidak jarang lawan yang dijatuhkan namanya justru menambah pamor ketenaran dalam pilkada bahkan buzzer itu sebenarnya adalah tim sukses lawan politik sesungguhnya.Lalu, siapakah aktor laga sesungguhnya dalam lilkada? Tim sukses adalah ujung tombak atau pemain sesungguhnya, meski pada akhirnya tidak jarang dalam masa pemerintahan tim sukses pun akan ditinggalkan.
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post