
Warisan Budaya Takbenda berarti praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan-serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya-yang oleh masyarakat, kelompok, dan dalam beberapa kasus, individu diakui sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya takbenda ini, ditransmisikan dari generasi ke generasi, terus-menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok sebagai tanggapan terhadap lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka, dan memberi mereka rasa identitas dan kontinuitas, sehingga mendorong penghormatan terhadap keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia. Untuk tujuan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan semata-mata pada warisan budaya takbenda yang kompatibel dengan instrumen hak asasi manusia internasional yang ada, serta dengan persyaratan saling menghormati di antara masyarakat, kelompok dan individu, dan pembangunan berkelanjutan.
Kadang-kadang disebut warisan budaya hidup, dan diwujudkan antara lain dalam domain berikut:
Tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda; Seni drama; Praktik sosial, ritual dan acara meriah; Pengetahuan dan praktik tentang alam dan alam semesta; Keahlian tradisional
Medio 2019 lalu setidaknya ada tujuh karya budaya dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat ditetapkan sebagai Warisan Budaya takbenda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada sidang penetapan yang digelar di Jakarta pada 13-16 Agustus 2019. Dimana 7 karya budaya tersebut adalah Babiola, Tari Benten, Tari Sikambang Manih, dan Tari Kain yang masuk ke dalam domain seni pertunjukan.
Selain 7 karya tersebut, ada tambahan tiga lagi yaitu; Anak Balam dan Badampiang masuk ke dalam domain tradisi dan ekspresi lisan. Sedangkan Patang Balimau masuk ke domain adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan.
Budaya-budaya tersebut tentu bukan semata menjadi daftar Warisan budaya saja. Lebih dari itu, budaya merupakan warisan turun-temurun bagi masyarakatnya sendiri yang harus dijaga dan dilestarikan, meski ia tidak secara resmi diakui pemerintah. Hanya saja kendalanya saat ini adalah, perkembangan budaya itu sendiri mangkrak, terdengar hilangtimbul.
Warisan budaya merupakan sebuah aset bagi suatu daerah yang patut dihidupkan, aset tersebut bisa menjadi daya tarik wisata atau terhindar dari kepunahan. Aset berupa warisan budaya takbenda adalah sesuatu yang diperagakan oleh manusia, bila budaya tersebut tidak berkembang secara turun-temurun, bisa dipastikan budaya itu bakal hilang-punah. Sangat disayangkan kalau budaya-budaya daerah hanya dikenal dari cerita saja, tanpa melihat praktik dan keberadaannya.
Sementara di Kabupaten Pesisir Selatan, dari warisan budaya takbenda di atas, hanya ada beberapa budaya saja yang masih bisa dijumpai. Maksudnya, budaya yang menjadi Warisan budaya takbenda Indonesia itu ada sebagian yang memang tidak disosialisasikan. Mengapa demikian? Karena tidak adanya generasi baru yang muncul sebagai penerus budaya itu sendiri. Misalnya, babiola, secara umum pemain babiola di Pesisir Selatan masih dilakukan/dipentaskan oleh tukang biola rentang umur 35 tahun ke atas. Ya, tentu tidak semua budaya di Pesisir Selatan yang demikian. Masih ada beberapa budaya tersebut yang telah berkembang dan dikenal kaum muda, seperti pertunjukan tari.
Namun terlepas dari kerumitan perkembangan budaya tersebut, masyarakat dan pemerintah memang berperan penting dalam persoalan ini. Wisata di Pesisir Selatan sudah begitu indah, pesona yang tak perlu diragukan lagi. Hanya saja dari banyaknya wisata di daerah bekas pedagang eropa ini, tak ada satupun yang pernah memberikan pertunjukan budayanya kepada wisatawan ataupun sebuah tempat, dimana wisatawan bisa mengunjunginya dan melihat berbagai arsip budaya tersebut, misalnya berupa foto, pakaian dan lainnya. Budaya tak cukup dengan pentas tahunan saja, kelas-kelas/sosialisasi/regenerasi adalah sesuatu hal yang diperlukan. Karena jika tidak ada hal tersebut, budaya hanya tinggal ota lapau saja. Atau seperti pameo orang berburu ciling, “ciliang lapeh, ota tingga.” (Arif P. Putra)
- Devara Bagian 1: Plot Twist Seorang Penjaga Laut Merah - 11 Februari 2025
- The Return: Odysseus Penelope dan Sengkarut Kesepian Ratu Kerajaan - 4 Februari 2025
- Rifle Club: “Semua Orang Butuh Makan, Tapi Tidak Semua Orang Mau Berburu” - 27 Januari 2025
Discussion about this post