Indonesia memiliki budaya yang beragam. Tiap-tiap daerah mempunyai langgamnya masing-masing, meski di beberapa daerah memiliki budaya yang sama, namun pada prosesinya tetap berbeda. Sama halnya dengan budaya, masyarakat di Indonesia juga memiliki tradisi dan adat yang berbeda-beda di setiap daerah.
Makna terdalam dari sebuah tradisi dan ritual juga penting untuk digali sebagai upaya menafsirkan simbol-simbol yang ada dari kedua hal itu. Secara mendalam, tradisi dan ritual menjadi sesuatu yang berhubungan dengan simbol-simbol yang berada di hadapan manusia sekaligus dilakukan secara sadar dan turun-temurun, khususnya di Minangkabau seperti tradisi dan ritual pernikahan (manakok hari, maantaan siriah, manjapuik marapulai, dan seterusnya). Hingga tradisi dan ritual kematian, seperti manigo hari, manujuah hari, manyaratuih hari, dan seterusnya.
Terkait dengan tradisi di Minangkabau, di Pesisir Selatan tepatnya di Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan terdapat tradisi maucok baralek (manyiriah) bagi masyarakat. Dalam tradisi itu, terdapat komponen pragmatik, yakni tindak tutur. Tindak tutur merupakan pertuturan atau speechact, speechevent, yakni pengujaran kalimat untuk menyatakan sesuatu maksud agar suatu maksud dari pembicara itu diketahui pendengar. Tindak tutur merupakan suatu tuturan atau ucapan dari seseorang kepada lawan bicara yang saling berinteraksi antar sesama dan hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu serta merupakan satuan terkecil dari komunikasi bahasa.
Tindak tutur terbagi atas tiga bagian, tindak tutur kemudian dikembangkan menjadi lima jenis, di antaranya; 1. Representatif (asertif), jenis asertif ini meliputi bagian menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan dan menolak.
2. Direktif, jenis direktif meliputi bagian meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, memohon, menantang dan bertanya.
3. Ekspresif, jenis ekspresif meliputi bagian mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, menyalahkan dan mengkritik.
4. Komisif, jenis komisif meliputi bagian bersumpah, berjanji, mengancam, dan menyatakan kesanggupan.
5. Deklarasi, jenis deklarasi meliputi bagian mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan, mengangkat, mengampuni, serta memaafkan.
Referensi: Jurnal, Tindak Tutur Dalam Tradisi Maucok Baralek (manyiriah) di kecamatan Bayang, Kab. Pesisir Selatan. https://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php/JFKIP/article/view/17552
Meski begitu, tradisi maucok di Pesisir Selatan, terutama kecamatan Sutera, tidak lagi melulu menggunakan siriah/manyiriah. Pergesaran alat bantu atau alat ucok tersebut berganti dengan rokok. Menurut amatan penulis, terjadinya pergesaran itu dilatarbelakangi oleh keadaan lingkungan dan perubahan zaman. Masyarakat mulai mengganti hal-hal yang pada dasarnya tidak wajib dan mutlak dalam adat dengan sesuatu yang lebih praktis. Seperti yang terjadi dalam proses tradisi maucok. Pada adatnya, tradisi maucok menggunakan sirih; si pelaku (maucok) akan menawarkan sirih kepada lawan bicaranya (yang diucok) sebagai tanda/simbol bahwa ia mengundang dan yang diucok mengiyakan dengan mengambil siriah (manyiriah).
Alasan lain pergantian siriah ke rokok tersebut ialah, masyarakat sekarang tidak lagi terbiasa atau katakanlah tidak suka manyiriah (mengunyah siriah dengan kapur). Perubahan zaman dan pergesaran tersebut membuat masyarakat mensiasatinya dengan rokok. Karena pada umumnya masyarakat di daerah tersebut mengkonsumsi rokok. Maucok yang dimaksud di sini adalah maucok kaum lelaki. Pergesaran tradisi maucok ini bukan terjadi di daerah Pesisir Selatan saja. Beberapa wilayah di Padang juga mengalami pergesaran tradisi maucok ini, yaitu menggunakan permen dan rokok.
Dalam pelaksanaan tradisi dan adat, bukan hanya maucok saja yang mengalami pergesaran. Ada lagi pada pelaksanaan mancaliak baralek (melihat pesta). Tradisi awalnya, tamu yang datang mendapatkan buah tangan berupa salamak yang terbuat dari beras ketan, ditambah dengan pangek/luwo (pangek dibuat dari pisang, luwo adalah parutan kelapa yang diolah dengan gula aren).
Pada dasarnya, tidak ada yang salah dalam proses pelaksanaan tradisi maucok di atas. Karena inti dari tradisi dan adat maucok tetap terlaksanakan, yaitu mengundang/mengabarkan/mengajak dan menyampaikan bahwa adanya alek baik. Atau ”maucok” mengundang orang kampung apabila ada warga yang hendak menikah, menyeraya (bergotong royong) ke sawah, membangun rumah, batagak pangulu, atau memperbaiki surau.
Tapi tidak dipungkiri pula bahwa pegeseran tradisi dan adat itu akan semakin mengantarkan generasi selanjutnya kepada pelaksanaan dan prosesi adat dengan cara-cara praktis. Sehingga aturan-aturan yang sifatnya turun-temurun semakin lenyap. Terlebih dalam persoalan adat dan tradisi. Hal ini patut dipertimbangkan juga untuk kelangsungan adat dan tradisi itu sendiri. Walau hakikatnya adat dan tradisi takkan pernah hilang. Namun prosesi pangkalnya bisa saja tersingkirkan oleh pergesaran tersebut karena terus dipakai dan dibudayakan. Sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang turun-temurun pula dikemudian hari.
- Ketuklah Pintu Itu, 2025, Kami Menunggu dan Siap Melanjutkan - 1 Januari 2025
- Tim Kenal Adat: Progress Awal dalam Mengimplementasikan Project Sociopreneurship Innovillage 2024 di Perkampungan Adat Sijunjung - 14 Desember 2024
- Cakap Pilem: Vedaa, 2024 | Kasta Dalit dan Potret Kehidupan Nyata Perempuan India – Arif P. Putra - 7 November 2024
Discussion about this post