Judul: Secarik Kertas
Cerita oleh: R. Surya Putra, Revo Bramasta, Aldo Mandala Putra dan Prengki Adinata
Sutradara: R. Surya Putra
Dibintangi oleh:
Revo Bramasta – Rafki
R. Surya Putra – Zoni
Rahma Fitri – Rosi
Del Sutriwati – Ibu Sinta
Okky M Dany – Reza
Durasi: 55 menit
Bahasa: Indonesia & Lokal (Inderapura)
Secarik Kertas merupakan film bergenre drama. Film ini mengambil latar tempat keseluruhannya di Inderapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Secarik Kertas telah rilis resmi sebulan yang lalu di Inderapura, dengan dua hari pemutaran di gedung serbaguna Inderapura. Film ini mengisahkan seorang perempuan yang terjangkit penyakit HIV/AIDS. Penyakit yang diderita oleh Rosi nampaknya menjadi konflik utama dalam film ini, menyiratkan pesan moral bagaimana situasi lingkungan yang begitu mencengangkan; fungsi keluarga, masyarakat dan pemuka adat.
Bagian menarik dari film yang saya ingat ada saat adegan perundingan mamak dan keluarga Rosi, bagaimana berang mamak terhadap ponakannya. Percakapan yang barangkali sering terjadi, seperti dialog Wali (pemeran), “sebaiknya ponakan itu dijenguk, paling tidak sekali seminggu. Jangan ketika ada masalah marah-marah tidak jelas, sedangkan kerabat sendiri tidak diperhatikan”, kira-kira begitu. Bagian ini terkesan buru-buru dan ragu, padahal di adegan ini pemeran nampak tidak canggung dan kaku. Terlebih mereka menggunakan bahasa lokal. Atau mungkin yang ingin disampaikan pada film ini bukanlah persoalan konflik yang sedang terjadi, melainkan semata-mata kisah/cerita dari tokoh utama.
Beberapa adegan dalam film memang nampak sedikit canggung dan terkesan ragu-ragu. Misalnya pada bahasa (Indonesia-bahasa lokal: bukan minang), atau bagian-bagian kecil misalnya tentang pemeran yang menyebabkan tokoh utama terjangkit penyakit. Pemeran dokter tersebut terkesan abu-abu, tiba-tiba hadir dan mengakui perbuatannya. Selain itu, alur dan plot cerita yang terkesan garing –maju-mundur yang ditayangkan nampak membosankan. Bagi penonton yang menyukai film drama, ini akan sangat menguras tenaga untuk menunggu klimaks film. Tapi malah terbentur pada cerita yang datar, konflik seakan tempelan belaka. Jika kilas balik begitu panjang dan lama, mengapa tidak dijadikan satu alur/latar/plot saja?
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan, film Secarik Kertas patut diapresiasi. Tentu pembuatan film ini bukanlah perkara mudah, ditambah lagi bagi mereka yang baru mencoba terjun ke dunia perfilman ataupun seni peran secara serious.
Meski begitu, film ini juga memiliki sisi lain yang patut diperhitungkan, bukan perihal tubuh film, melainkan upaya dan kreatifitas anak-anak muda di daerah yang mau mendedikasikan karyanya untuk kampung halaman. Bukan melulu soal eksistensi dan pencarian panggung semata. Di Pesisir Selatan, pembuatan film baik dokumenter, film pendek, ataupun lainya, terbilang sedikit. Jikapun ada, itu hanya dinikmati segelintir orang saja. Tetapi berbeda dengan film Secarik Kertas, film ini ditayangkan sebagai tonton masyarakat selama dua hari, kemudian ditayangkan melalui chanel Youtube yang sudah dirilis minggu lalu. Selain menjadi konsumsi masyarakat lokal, film ini juga dapat ditonton oleh masyarakat luas.
Ulasan ini dibuat lebih sederhana, bukan seutuhnya tentang ulasan film secara mendalam. Hanya sebuah apresiasi untuk kawan-kawan yang bersitungkin menghasilkan karya dan menyediakan ruang bagi masyarakat menikmatinya. Salut. Saya tau betul bagaimana sulitnya menghasilkan sebuah karya dalam bentuk film, apalagi di daerah. Bagi pembaca, saya menyarankan setelah membaca ulasan singkat ini untuk menonton film Secarik Kertas. Sudah tersedia di youtube resmi IPC TV Official.
Selamat kepada kawan-kawan di Inderapura yang ikut serta dalam pembuatan film ini, terus berkarya dan berproses. Mantap!
Discussion about this post