
Duduknya Raja Bagindo Sati Dua Rantaunya Alam Surambi Sungai Pagu. Pertama, Rantau Si Kija Batang Gumanti Sungai Abu Batang Hari, merupakan cancang latieh Niniek Nan Kurang Aso Anam Puluah (59). Kedua, Banda Nan Sapuluah cancang latieh Niniek Nan Kurang Aso Anam Puluah, turun dari Sungai Pagu terus jalan dari Kambang, wilayah ninik nan kurang aso anam puluah, kalang hulunya Salido, tumpuannyo Air Haji. Maksudnya batasnya dari Salido sebelah utara dan sampai Air Haji yang berbatasan dengan Indrapura di Selatan.
Secara Adat daerah ini merupakan cancang latieh ninik nan kurang aso anam puluah, dimana penduduknya adalah anak kemenakan sapieh balahan: jajak nan tatukiek, unjut nan tabantang, sarawan tali pukek, jauah ka tangah manjadi wilayah ninik nan kurang aso anam puluah. Dipakai gelar pusako di Sungai Pagu oleh segala sapieh balahan di Bandar Nan Sapuluah itu. Dengan demikian apabila hendak mengetahui siapa sapieh balahannya, sepanjang adat maka ketahui sajalah gelar pusako adat yang dipakainya.
Nagari Bandar Nan Sapuluah ketika aman dari serangan dan kedudukan Raja Sitatok Sitarahan yang telah lari keperdalaman Gunuang Kerinci, tersusunlah Adat dan Limbago di daerah Kambang yang waktu itu dari seorang pembesar Sungai Pagu bernama Sari Dano (baca tulisan tentang orang rupik sebelumnya) meminta kepada Daulat Sungai Pagu seorang raja yang akan menjadi kepala Ikek Nan Ampek. Oleh Raja Sungai Pagu permintaan Sari Dano itu dikabulkan, diutuslah seorang Raja dari Sungai Pagu yang bernama Sipakat Tuo Gelar Bagindo Sati Suku Kampai dan istrinya bernama Puti Sigago Ati Suku Panai. Dihantarkan bersama-sama dengan isi Negeri Sungai Pagu dengan alat kebesaran Raja sampai ke Bukit Sitinjau Laut. Di Bukit Sitinjau Laut ini diadakan Alek Rajo-rajo dan jamuan makan minum dengan memotong kerbau tangah duo (satu perdua) yaitu: Kerbau Bunting, Jantung Sebuah dibagi tiga, kepengang sakepeng dibagi tiga. Satu pertiga diberikan kepada Sultan Rajo Hitam yang turun ke Air Haji. Satu pertiga diberikan kepada Tuangku Malin Sirah dengan Imam Abdullah yang turun ke Hulu Bayang. Satu pertiga lagi ialah untuk Rajo Bagindo Sati sendiri.
Setelah penjamuan itu selesai, Rajo Bagindo Sati memandang ke Lawik Nan Sadidih dan kelihatanlah oleh Raja Bagindo Sati sebuah ranah luas (Kambang) luarnya kucut ke muara Kambang, sedangkan hulunya luas. Melihat kedadaan yang demikian terpikirlah oleh Rajo Badindo Sati akan memberi nama Ranah itu dengan nama Kambang. Semoga dengan nama itu nanti rakyat Bandar Nan Sapuluah berkembang banyak hendaknya. Inilah yang menjadi sebab maka Nagari Kambang ini bernama Kambang.
Pada saat itu dilakukan perjalan oleh Raja Bagindo Sati berserta rombongan dan menyandang Mangkuto kebesaran seorang raja yang akan mengepalai Ikek Nan Ampek di nagari kambang (Banda Nan Sapuluah). Berangkat dari Sitinjau Lawik menuju Bukit Pasikiayan, kemudian ke Bukit Pungguang Ladiang, lalu ke Gunuang Tigo tempat bermula Suku Nan Tiga (Kampai, Panai, dan Tigo Lareh) bernama Gunuang Nan Tigo. Lanjut lagi sampai di Bukit Sikaduduak terus ke Gunuang Batu Gadang, berjalan ke Gunung Salo kemudian menurun ke Kampuang Sawah, dihiliri Kampuang Kulam (sebab bernama kampuang kulam, tanah di situ tak tahu hilirnya). Di Kampung Kulam ini juga hilang pakaian Raja Bagindo Sati, hiliran sungaipun tidak ketemu ke mana turunnya air di Kampuang Kulam. Penyebab demikian membuat Raja Bagindo Sati berputar putar tiga kali (mabuak baputa-puta tigo kali) maka tempat itu dinamakan Putaran Mabuak.
Setelah Raja Bagindo Sati ingat akan dirinya, maka ia bertafakur lalu berjalan Raja Bagindo Sati ke Batu Tungga dan kemudian duduk di sana melepaskan lelah sambil menikmati sebuah limau manis dan kulit limau manis itu dibuang di tempat, kemudian tempat ini diberi nama Limau Manih, dan berganti lagi dengan Kampung Limau Manis.
Kemudian dari sana Raja Bagindo Sati memecah (berpencar) ke Rawang, Raja Bagindo Sati menemukan sepohon Kayu Laban berdahan satu, di sini Raja bersandar. Sesudah bersandar di dahan kayu laban, maka dinamakan tempat itu Laban Limpuah. Dari Laban Limpuah ini Raja Bagido Sati berjalan lagi sampai di Galanggang Ampek Suduik, di sinilah Raja Bagindo Sati ditemui oleh Raja (pembesar) Ikek-ikek Nan ampek, disambut dengan senang hati, dengan sambutan seorang Raja Besar. Melihat hal yang demikian, seluruh orang (rakyat) Ikek Nan Ampek baik yang di laut maupun yang di darat berkumpul dan mendatangi Galanggang Ampek Suduik. Maka tempat inilah yang nantinya kemudian bernama kembali Koto Barapak.
Adat Monografi Nagari Kambang
Discussion about this post