KASMARAN KEDUA
–kriziafaza
Ada yang aku tenggelamkan dalam jantungmu. Sajak yang diam-diam ditandai dengan lagu cinta. Jatuh sebagai selembar daun dengan hijaunya. Menjadikan kita sebentuk pantun muda
Ada yang lupa, tersirat dalam gaum matamu, tertulis seperti bunyi hujan dengan liarnya jatuh sebagai bunyi paling lembut. Menjadikan kita sarat dengan kenangan
Pilu laut, amuk angin serta robekan daging Kita mamah dalam wujud luka. Ini paling cinta diantara sekian hari. Memelukmu dalam duka kata-kata
Sajak ini aku larutkan sebagai candu
RUMAH KITA
tempat segala yang singgah, segala yang ingin
menetap dan tak ingin lagi kembali,
aku tikamkan seribu kalimat dan angin berkesiur
ke arah selatan, tempat anak anak mula bermain
di rumah kita, laut tak pernah padam, riak ombak
seolah riang menemu tepiannya,
sementara kita hanya bising kersik di pucuk daun,
kering kayu di musim kemarau. dan kau
masih menyerupa igau di malam malam lampau
di kisah nelayan yang ingin pergi ke rantau.
adakah rindu sebentuk amuk gelombang,
dan kita dibuat mabuk kian panjang.
di rumah kita, laut bagiku tak asing,
wangi keringat matahari saban hari.
PUISI TERAKHIR
berucap sayup pada batang kenanga
engkau yang jauh sudah tak dapat di jangkau pukau
kita adalah peradaban yang hampir selesai
menutup jalan di rimba-rimba sansai
sungaimu hanya tinggal kerikil-kerikil tajam
menusuk setiap perjalanan di waktu siang
alirnya tak pernah sampai
pada pelabuhan sebuah penantian
akulah murai yang bimbang membikin sarang
tak menemu ijuk untuk disulam pada malam-malam lengang
dan kau pohon menunggu setiap kepulangan
dalam diam kita menjaring sebuah keputusan
berucap sayup pada batang kenanga
sungaimu berliku sampai pelepasan muara
LAGU ORANG-ORANG PERGI
sepanjang sungai itu kita nantikan air mata
mengendap ke paha perempuan berpinggul
adakah semacam igau akan melompat ke sudut batu
sedang hari sibuk menerka siapa punya luka
sebut saja kenangan, melipat dada menjadi datar
bergelombang bila laut sedang membongkar gerumulan ombak
menurunkan nyala bulan menjadi setengah purnama
sepanjang sungai itu, sepanjang gendang bertalu-talu
prosesi di ini hari akan jadi terbagi
dalam gamat,dalam serentak tarian orang-orang pergi
bila hujan telah habis dari perkara dendam harilalu
maka cintaku akan turut bermain menjadi kanak-kanak
hari depan, hari yang meninggalkan segala lagu
JODOH TALI SEPATU
sebelum ia benar-benar paham jalur bertemu
maka berjalanlah berbelok dan masuki lubang-
lubang angin yang senangtiasa memberikan doa
sebab di sebuah pertemuan bakal ada yang silang
berpapasan atau tatap berbenturan.
begitu pula pada jalur-jalur ke tepi, perbayaklah
menyematkan kalimat-kalimat dingin penyubur
pohon-pohon, antara kedua rambutnya, akan ada
sebuah jarak yang mengikat kencang ke sudut bisu
suara yang terdiam ketika hendak masuk terlalu jauh
perkirakanlah setiap kusut yang akan menghampiri
di dalam jalinan itu akan ada sebuah cinta yang susut,
gairah yang sobek akibat pecahan umur
sebelum benar-benar paham jalan ke pendakian
maka belajarlah melecut ekor kuda, sebab di pekikan
ke sekian bakal ada yang benar-benar kesakitan
di pengujung itu, ialah cinta yang terikat kuat
Biodata Penyair :
Yori Kayama, Lahir Ps.Lakitan Pesisir Selatan Sumatra Barat. Tulisan berupa puisi dan esai tersiar di beberapa media lokal, cetak maupun digital. Sedang mempersiapkan buku puisi tunggal. Sekarang menetap di Bengkulu.
- Hijrah Dari Perjalanan Wisata Menuju Sebuah Kebudayaan; Beserta Mitos-mitos yang Terkandung di Dalamnya - 21 September 2020
- Puisi-puisi Yori Kayama - 17 September 2020
Discussion about this post