SIMPOSIUM SEBUAH MELODI
Tarrega; aku masih ingat malam itu. Kita pergi entah ke mana, jam dinding basah oleh suara-suara dari masa lalu, hujan di luar gemetar menatap punggungmu. Sementara dalam diriku kesunyian tak menemukan jalan pulang. Kita tak pernah menjadwalkan perpisahan, tak pernah menemukan alasan mengapa kita berpisah. Tapi selamanya aku akan mengingat malam itu; mahkota angin terbentur ke matamu, jam dinding yang basah, dan di luar ada tubuh hujan yang gemetar melepasmu.
Koto Berapak, 11 Agustus 2021
NYANYIAN FAJAR
Ke dalam hening.
Ke luar hening.
Cinta macam apa yang mengutuk kita.
Ia jadikan aku takzim dan pulas dalam ciuman cahaya.
Sejenak datang. Sejenak pergi. Oh, lonceng subuh yang berkabut.
Koto Berapak, 13 Agustus 2021
NUKILAN DARI TUBUH NATALIA
Di dada Natalia; arakan awan tumbuh membesar, menggumpal serupa kenangan dan benci tak sudah. Di buminya yang lain luka dan jeritan pun ikut tumbuh. Ya, tubuhnya adalah tempat segala keheningan dan keramaian bermuara. Natalia adalah dua sisi dari satu koin, ia tak mengenal lakon dan pemeran tambahan. Kecuali kecemasan-kecemasan yang tiap saat berdebar dalam hidupnya.
Koto Berapak, 09 Agustus 2021
ORKESTRA HUJAN
Rindu bergemuruh seperti suara hujan yang jauh.
Jarak tenggelam ke tiada.
Cinta tidur terbaring di ranjang kesepiannya.
Tunggu, biarkan aku tenang sejenak dalam suara-suara yang Kau ciptakan.
Karena dalam sajak nama-Mu tak pernah mampu kulafalkan.
Koto Berapak, 16 Agustus 2021
MENGENANG TANAH
Aku adalah akar, dan selamanya akan mengenang tanah.Tempat di mana aku mencengkeram, dan melepaskan diri ke langit, mencapai silau cahaya. Aku tak akan memberontak atas pernyataan ini. Oh gubuk-gubuk tua, padi-padi di jenjang di halaman. Dengarlah sekarang aku menyanyikan berita masa depan yang kacau?
Aku adalah akar, dan selamanya akan mengenang tanah. Aku akan mengenang ibu dan ayah dengan air mata; dua kepingan tubuh yang membagikan sepotong dagingnya kepadaku. Gubuk tua itu, kilau daun bawang dan ruku-ruku, aku akan mengingatnya. Bahkan jika cinta datang, dan melingkupi semua tubuhku, dan rembulan, dan matahari jika terpatri di kepalaku, aku akan mengingatnya. Kepongahan apa yang akan aku bawa? Sedang semua butir darahku adalah mati yang tertunda. Adalah lagu yang belum dilputar.
Bayang, 22 Desember 2020
KE PULAU CINGKUAK
Kita tak membawa apa-apa ke sini, selain kebencian dan sepasang ingatan yang tak pernah dipugar. Lagi pula menurutmu apa gunanya merawat masa silam yang jauh? Biarkan ia berdebu dan kemudian melata. Karena barangkali kita tidak butuh hal-hal rumit seperti itu, kita akan hidup dengan kecongkakan dan kealpaan yang utuh.
“Di gerbang benteng terkubur kenangan. Di sayap benteng terdampar lupa. Di tengahnya, terkubur Madam Van Kempen” kata seorang penjaga. “Hallo Madam” katamu. Hari menunjukkan Jam 11 siang. “Berikan aku matahari yang biasa-biasa saja; tidak sebesar masa silam pokoknya, dan ah, pelayan tolong bawakan satu cup kapucino dingin ya.” kataku di ruang lain.
Koto Berapak, 29 Juli 2021
Penulis
Rion Albukhari Lahir dan besar di Limau-Limau Bayang Utara Pantai Barat Sumatera. Sekarang adalah mahasiwa di Unand pada prodi ilmu sejarah. Menulis esai dan puisi yang sudah dimuat di media. Buku puisi tunggal saya “Inilah Sajak Terakhir” baru-baru ini sudah terbit.
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post