Warna Kental
warna-warna yang kental
malam abu-abu sudah
dapur kembali hidup
bunyi aluminium di gesek-gesek lincah
minyak tempias
lantai menangis tiba-tiba
ruangan tak ada yang kosong
nyamuk mencari rumahnya
sedang yang bayi mencari sesuap darah
tetesan gerimis
berisik tak mengenal waktu
apalah daya kami yang berdekam
memeluk selimut
seutuh bulan waktu di langit
kau memanggil
namaku berubah garang
mengapa sibuk pada malam hari
bukankah bunga itu sudah memberi maaf
aku lupa menegurnya
hingga menjelang tidur
(Bau-Bau, Juli 2020)
Tak Ada Beda Untuk Hari Ini
rupanya tak ada yang beda untuk hari ini
namun perayaan telah usai
di ruang yang gelap beremang
gaduh tak tertahankan
menghitung detik yang berkurang
di sana orang-orang menyimpan pedih
seorang bapak suka mendorong-dorong
mencolek kulit semua pendatang
matanya sakit
menunggu belas kasih tamu
dia hanya menonton saja
terlihat hatinya ingin memukul anak bawang
siapalah dia
kita akan bertemu tiap waktu
dan tidak ada yang beda utnuk hari ini
kan tetap menyebalkan
aku bersedia menolak terus
mereka tertawa-tawa riang
atas mati kita
yang datang lebih cepat
di kota nenek moyang
gadis kecil berdoa di atas pusara
untuk dikembalikan kenangannya
tanah basah oleh air mata
mengasihi mereka
yang sedang merayakan
(Surabaya, Januari 2020)
Setelah Membaca
setelah membaca selarik sajak
kuberani merasuki wajahmu
meski tengah malam gentar
angin cuap-cuap di jendela
kita tak lagi mau mendengar
sejak punya rumah sendiri
seolah hidup dalam sebuah kertas
lolongan anjing itu mengeja bulan
seperti ada yang di kejar
calon jenazah yang sekarat
di ranjang berbadan satu
tubuh lunglai tiarap tiada tara
setelah membaca sekian harap
pada orang-orang kasihan
air mata kering tiba-tiba
merasa percuma
sia-sia terlahir dari makhluk apa adanya
hening malam itu
tanda ketegangan di sebuah kamar
aku hanya bisa membaca
ngorok lelaki lelah
beradu dengan jentik dewasa
bercakap dalam bahasa sendiri
kehebatan siapa yang hakiki
setelah membaca sunyi malam
pada halaman puisi
enteng kujemput tidur
tanpa kau sekalipun
(Bau-Bau, Agustus 2020)
Senyum Liar
kata-kata berbaris rapi
pada bibir muazin
hari masih padam
bersiap tuk mendengar
mengejek setiap alunan
kebencian kemarin pun tertata
apa bisa kumengulang
senyum liar yang dulu menghias
(Bau-Bau, Agustus 2020)
Percakapan Malam
malam itu kita hanya bercakap
menghiasi layar hp masing-masing
sunyi berdentang tiba-tiba
mataku mencari buku hujan
yang lama berserakan
menimbang-nimbang
antara luka dan gerimis
keduanya sama kelabu
yang sering datang saat malam minggu
saat kita harusnya berkencan
alam memang punya tanda sendiri
cerdas sekali memilih waktu
dan malam itu percakapan kita terpotong
oleh dengkur lelaki muda
tampan tak berparas
manis seperti kata orang-orang
yakinlah tak ada dukun terpuja
saat kata-kata itu terlontar
mungkin kau meminang yang salah
kemarin adalah janji
mudah saja pengingkaran
bagi orang-orang maksiat
aku akan pulang
ke rumah percakapan malam
pusara mimpi memanggil
(Bau-Bau, Juni 2020)
Penulis, Joe Hasan, lahir di Ambon pada 22 Februari. Kini Berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Pecinta Olahraga Taekwondo. Beberapa puisinya pernah dimuat di berbagai media cetak dan online. Ikuti media sosialnya di; FB: Joe Nomor HP : 082248207003
— Setelah Membaca, Joe Hasan
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post