Marewai
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
  • Login
  • Daftar
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
Marewai
No Result
View All Result
Home Sastra

Puisi-puisi Funky Zubair Affandy | Lonceng Empat Puluh Hari

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
31 Januari 2021
in Sastra
3.8k 38
0
BagikanBagikanBagikanBagikan

O, kerutan damailah

Jangan paksa usia

O, bau anyir tanah

Peluklah dengan ramah

O, makhluk melata

Berdzikirlah

Funky Zubair Affandy

LONCENG EMPAT PULUH HARI

Di batas pagi kaki matahari menapaki jendela
Kokok ayam memanggil suara-suara
Di sana ibunda menenteng sagu
Doa-doa melesat pada pantulan kaleng susu

Dengan ramah ibunda menyapa rembulan
yang sayup
Menegur rerumputan katup

O, sayatan di perut kaki
Teduhlah
Jangan marah-marah

Ibunda sedang menundukkan lututnya
Menulis langit laksana
Sore itu ibunda membaca keadaan anaknya
Pulang membawa secawan zamzam dari surga

O, kerutan damailah
Jangan paksakan usia
O, bau anyir tanah
Peluklah dengan ramah
O, makhluk melata
Berdzikirlah

Ibunda datang dengan rambut hitam
lurus
Wajahnya tidak dimakan tikus
Bibirnya masih manis
Bak anggur dan kismis

Zamzampun basahi tenggorokanku
MasyaAllah!
TabarokAllah!

Ibunda kembali muda
Menikmati lupa
Empat puluh hari sudah meninggal dunia
Innalillah.

2020

KOLAM

Dari kolam-kolam kecil
Decak lembut menetas diantara bibir kolam
dan rerumputan

Dingin menutup jendela
Dingin pula rasanya siang
disempul langit yang muda
diasapi sisa
Puntung rokok pembaca koran

Puisi asyik mandi
Bermain air
Juga pelampung ditangannya

Puisi asyik menyeka air dimatanya
Rambutnya basah
Pipinya merah
Matanya sungai
diatas daun saga

Gelombang kolam datang
Menyapa dengan busa putih turun dari laksana
Puisi datang tanpa suara
Ia memeluknya dengan setia

Di kolam susu
Puisi tidak meminumnya
Ia bawa pulang untuk keluarga.

2020

KALENG JUM’AT

(1)

Sudah sampai lagi jum’at lagi,
Lupa bagaimana kabar kekasih
Lupa bagaimana ajal
Terus menghantui

Sudah jum’at lagi sampai lagi
Manusia sibuk ada yang menjadi pengembala, pekerja-
Tukang kibul maupun kuli

Maraknya adu domba
Marak pula manusia hilang nyawanya
Sudah dibilang
Berhati-hatilah berkata
Hari ini umumnya berita disiar kemana-mana

Jum’at datang lagi, lagi lagi
Jum’at kita lupa
Untuk muhasabah diri

(2)
Pahala bagi suami-istri
Menimang cabang bayi
Ah bicara pahala segala yang ada dibumi
Isinya pahala
Jikalau kita bisa meneguhkan hati

Masyarakat dulu sangat
Menghormati malam jum’at
Karena didalamnya banyak syafaat

Namun puisiku berkata
Semua hari adalah kebaikan
Semesta manusia yang mengerjakan
kebajikan
Seperti masyarakat kecil yang sabar
Anak kecil di lampu merah menjajah koran
Kuli bangunan tangannya kasar mencari nafkah untuk keluarga
Atau juga aparat Negara yang melaksanakan amanah.

Sudah sampai lagi
Jum’at lagi
Para penyair meniupkan puisi pada bumi
Politisi bekerja untuk keselamatan Negeri
Pelajar dan guru mengabdi atas dasar ilahi rabbi

(3)

Lapisan bumi memberi kabar tentang
Kebakaran dan pandemi
Lau, langit bersiul diatas sayap malaikat
Jumat datang lagi
Mari perbaiki diri

Dimana kematian mengerubungi
Dan manusia asyik lupa hari
Jum’at lagi, datang kemari
Mendekte manusia yang tak abadi

Sudah sampai lagi, jum’at lagi
Ada sepasang roti berdiskusi
Ada tomat, mentega dan garpu
Ada juga pemerintah yang gugur
Lupa amanah lupa cara bersyukur

(4)
Jum’at lagi, datang lagi
Rengginang ditangan remuk
Puisi datang
Aparat Negara
Lari tunggang langgang.

2020

MANUSIA SUDAH LAMA MATI

Tentang bagaimana ke-manusia-an di adu-adankan
Pada kaki-kaki rumput yang mencengkram bumi
Dan laut yang menyenandungkan sepi
Aku berdiri menekan keadaan
Dimanakah ke-manusia-an?
Dimanakah keadilan?

Manusia tidaklah-jauh binatang di hutan belantara
Tanpa jalan dikakinya
Tanpa tujuan kemana-mana
Dimanakah kita bawa sendiri-diri kesah yang menyendiri?

Dan ruang yang mengaduk-aduk api?
Cintailah apa yang bisa dicinta kelak ia
yang akan menemukanmu
Di riak gelombang laut tak bertepi

Bicaralah pada angin yang tuli
Tanyakan pada pohon pagi di makan matahari
Bersiaplah ketika sore di panggil malam
Tenggelam bersama aroma kopi

Ke-manusia-an harus diperjuangkan!
Tidak diperjual-belikan
Titik!
Serasa pagi menyantap roti
Dan kita-manusia sudah lama mati.


2020


Penulis, Funky Zubair Affandy Lelaki yang setiap harinya di habiskan dengan bermain Teater, menulis puisi, skenario drama dan teater. Membaca puisi dari panggung ke panggung. Asal Sampang, Madura. Sekarang menetap di Kota Istimewa Yogyakarta.  Bisa silaturrahmi di medsos; FB FunkyZubair Affandy, Instagram dan medsos lainya dengan nama yang sama.


  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah sebuah Komunitas Budaya yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebagai media alternatif untuk para penulis.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Puisi-puisi Kiki Nofrijum | Magrib Macet - 30 September 2023
  • Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini” - 18 September 2023
  • Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar - 16 September 2023
Tags: BudayaPelesiranPunago RimbunSastra

Related Posts

Puisi-puisi Kiki Nofrijum | Magrib Macet

Puisi-puisi Kiki Nofrijum | Magrib Macet

Oleh Redaksi Marewai
30 September 2023

Lima Bulan ke Depan Baju baruBahan pokok terpenuhiSensus pendudukOrganisasi ini itu bergerakRumah-rumah dicat baruPakar non bersertifikat bermunculanOrang-orang di kampung...

Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar

Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar

Oleh Redaksi Marewai
16 September 2023

sedikit sepasang muda-mudiberdua dalam remangdi atas jam sembilanbulan bintang berpilinmeremas cemas aku, bapaknyayang telah meninggal duniamelihat dari jauhdari akar...

Cerpen Hasbunallah Haris | KKN Konciang

Cerpen Hasbunallah Haris | KKN Konciang

Oleh Redaksi Marewai
9 September 2023

Patung Tuanku Rao yang menjulang setinggi mobil ALS itu sudah berdiri bahkan sebelum pertigaan itu ramai macam sekarang. Jika...

Puisi-puisi Winarni Dwi Lestari | Menimang Bayi

Puisi-puisi Winarni Dwi Lestari | Menimang Bayi

Oleh Redaksi Marewai
8 September 2023

MENUTUP JENDELA "ash-sholaatu was-salaamu ‘alaikyaa imaamal mujaahidiin"langkah suara tarhim seorang muadzinterseret panjangdari surau ke jalanan yang mulai lengang.teriak emak...

Next Post
Kenakalan Remaja | Eka Lesmana

Kenakalan Remaja | Eka Lesmana

Zera Permana | Kain Jajakan Sang Adityawarman Raja Penyatu Tiga Wangsa

Zera Permana | Kain Jajakan Sang Adityawarman Raja Penyatu Tiga Wangsa

Discussion about this post

Marewai

ikuti kami:

© 2023 marewai.com – Komunitas Serikat Budaya Marewai

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2023 Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In