• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

Puisi-puisi: D. Atika Pramono | Menjual Sepetak Sawah

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
7 November 2020
in Sastra
1.3k 96
0
Home Sastra
BagikanBagikanBagikanBagikan

Maka, segera kubangun sebuah rumah megah agar kau damai sentosa. Orang-orang menyebutku gila.

Menjual Sepetak Sawah, puan rinai

kisah kelahiran

ia mengandung puisi

hasil persetubuhan kata-kata dan nasib cintanya

kekasih yang bermain petak umpat melawan oligarki

tak pernah keluar lagi, dan pulang ke dadanya

kekasihnya dilahap para asu

pada sebuah perjamuan pukul satu

meninggalkan benih puisi yang tertanam di rahimnya

pada suatu hari baik, puisi ini lahir

berlari mengejar para asu

yang mahir sembunyi, namun lupa

menghapus jejak kematian nurani

pada wajah, perut dan kaki mereka

Majapahit, 2020

sepotong kaki

setelah Buli-buli Kaki Lima Nirwan Dewanto

gajah berkaki lima yang kau gambar tujuh tahun lalu masih hidup bebas. menyisir tiap sudut kota yang kau bangun di kepala. rajin menghadiri pemakaman babi, kobra, hiu, sapi, kuda dan asu. tepatnya gerombolan asu yang mati di jalanan. jika bukan tumpangan gajahmu, aroma mereka membuat kota menjadi pasar bangkai.

aku bukan perempuan dari magdala yang sedang berjalan menuju vignole; yang hidup dalam puisimu. tidak pula tukang pos yang sedang menunggu hujan di monona. cukuplah aku sebagai puan yang mencintai sapardi. mendoakan keselamatanmu pada musim gugur. dan mewarnai kelopakmu saat musim semi.

aku sedang belajar bersiasat. mencoba membaca matamu. mengeja gajah yang hidup di tubuhmu. kenapa ia berkaki lima dan tinggal di kota. apa dengan sepotong kaki aku bisa berlari, dan memenuhi janji membeli sekuntum peoni?

Majapahit, 2020 

sebuah bangku taman di bawah pohon maple

kepada Louise Elisabeth Glück

I

aku duduk di sebuah bangku taman

mulai mengisap cerutu

menghitung nyala lampu

: satu, tiga, lima padam

dan sembilan untuk cahaya di pintu masuk

sebuah daun maple jatuh

rebah di mataku

II

pagi tadi seorang perempuan duduk di sini

bersandar di punggungku

ia mendapat satu kabar

untuk pertama dan terakhir

sejak sebuah kapal mengaurkan

aroma tubuh kekasihnya

25 tahun silam

ia tak pergi ke pemakaman

sebab telah dikubur

: seluruh kenangan

satu jam selepas kekasihnya

melambaikan tangan

III

pukul satu seorang gadis bergaun hitam

memandangi tubuhmu

ia bermata lautan

menumpahkan biru di tubuhku

ia tersesat

dan ingin pulang

menuju gunung di belakang perkampungan

IV

ia bercerita tentang suaminya

yang gemar bermain api

dan sering membakar rumah sendiri

di tubuhku, kau menjatuhkan diri

ke pangkuannya yang gemetar

kau tahu, ia tak pernah percaya

bahwa kau adalah nama lain dari

keharmonisan dan kesetiaan

V

lelaplah!

meski belum usai

aku terjaga dalam mimpimu

sepanjang musim

Majapahit, 2020 

menjual sepetak sawah

ia mengatur jadwal pertemuan

menelpon sebuah nama

menanyakan jumlah

perihal kepastian fana

sebelum subuh ia berkemas

membawa cangkul dan sabit

sekarung pupuk kimia

sekotak benih jagung yang mulai tumbuh tunasnya

ia berjalan sepanjang pemakaman

meletakkan seluruh barang

: pada sebuah nisan

menulis kalimat penutup

“Maka, segera kubangun sebuah rumah megah agar kau damai sentosa. Orang-orang menyebutku gila. Sejatinya mereka tidak waras sejak mula. Menerima uang muka, merelakan sumber kehidupan ditelan para raksasa.”

Majapahit, 2020

TANDA

ia menyaksikan Bintang-bintang

ketika Lampu jalan masih Padam

dan Bayang-bayang tidak di Barat

tidak pula di Timur.

Majapahit, 2020


T e n t a n g   P e n y a i r

Lebih akrab disapa puan rinai. Founder sudut baca puan (@sudutbacapuan). Pemilik Kedai Cerita dan Puisi Atika di @puanrinai. Penghuni Ruang Tunggu di medium.com/@ruangtunggu. Bungsunya Lapak Baca Nyala.

  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah Komunitas Independen yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebuah media alternatif untuk para penulis. Kami juga banyak berkegiatan diarsip manuskrip dan video/film dokumenter, mengangkat sejarah dan budaya Minangkabau. Bebebapa dari karya tsb sudah kami tayangkan di Youtube Marewai TV.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Literasi yang Tak Masuk Akal, tapi Masuk Anggaran & Literasi yang Masuk Akal, tapi Tak Masuk Anggaran | Robby Wahyu Riyodi - 10 Oktober 2025
  • Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu - 5 Oktober 2025
  • Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan - 30 September 2025
Tags: BudayaPelesiranPunago Rimbun

Related Posts

Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu

Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu

Oleh Redaksi Marewai
5 Oktober 2025

Mencari Jalan Mendaki ;untuk kerajaan Jambu Lipo di jalan tanah berlubang ini telah  kita susuri jejak-jejak kaki kuda lenguh...

Cerpen: Sales Event Organik (E.O) – Rori Aroka

Cerpen: Sales Event Organik (E.O) – Rori Aroka

Oleh Rori Aroka
3 Oktober 2025

Di ujung sebuah kota kecil, berdirilah sebuah toko pupuk bernama Event Organik (E.O). Namanya terdengar gagah, seolah-olah perusahaan itu...

Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan

Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan

Oleh Redaksi Marewai
30 September 2025

PERTANYAAN YANG DILARANG DIPERTANYAKAN apakah gerangan yang terjadi jika nanti pertemuan ini telah mencapai batas penghabisan?             ; tolong,...

Cerpen: Putri Oktaviani – Resep Penghianatan

Cerpen: Putri Oktaviani – Resep Penghianatan

Oleh Redaksi Marewai
24 September 2025

Irisan wortel yang merupakan sayuran kesukaanku dicampur dengan irisan kentang kesukaan suamiku, dengan tambahan brokoli yang mungkin akan menjadi...

Next Post
Cerpen: Tusuk Sate | Muhammad Noor Fadillah

Cerpen: Tusuk Sate | Muhammad Noor Fadillah

Temu Perkusi Etnik: Silaturahmi Karya Para Penabuh di Padangpanjang

Temu Perkusi Etnik: Silaturahmi Karya Para Penabuh di Padangpanjang

Discussion about this post

Redaksi Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Ruang-ruang

  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito

Ikuti kami

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In