
Padangpanjang, Marewai— Semangat bermusik para alumni dan mahasiswa ISI Padangpanjang tak pernah padam. Kali ini, persentuhan kreatifitas diwujudkan oleh penggebuk instrumen perkusi. Sebuah ajang bertajuk Temu Perkusi Etnik ditabuh akhir oktober lalu. “Temu Perkusi Etnik atau disingkat TPE adalah ruang persentasi kreativitas yang menampilkan karya-karya perkusi etnik nusantara. Ruang persentasi ini dilakukan dua bulan sekali, yang bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan melahirkan karya-karya perkusi dalam bentuk komposisi musik,” terang Khairul Hatta, salah seorang penggagas kegiatan yang digelat pada 31 Oktober 2020 lalu.
Pada tahap awal ini Temu Perkusi Etnik mengundang beberapa komunitas perkusi yang aktif di Sumatra Barat. “Komunitas perkusi yang diundang untuk acara pertama ini yaitu komunitas Daramkanwa, Ranah Percussion, Ethnic Percussion. Enam orang penggagas Dibalik terciptanya Temu Perkusi Etnik ini yaitu: Khairul hatta,S.Sn, Zharif Hezarpili, S.Sn, Sandy Amran Husen, S.Sn, Rafi Mahaldi, Avant Garde Dewa Gugat, Merlin Claudia,” papar inisiator lainnya Raffi Mahaldi.
Lokasi penyelenggaraan acara sangat dekat dengan dunia anak muda Kota Padangpanjang, yakni sebuah kafe berlabel “Teman Akrab”. Pada acara ini, Daramkanwa, Ethnic Percussion dan Ranah Percussion menampilkan karya yang berbeda-beda rasa dengan satu tema “Interpretasi tradisi lagu gandang tambua Pariaman dalam bentuk komposisi musik”. “Tantangan mereka bagaimana membuat sebuah perbedaan dari lagu yang sudah akrab dengan telinga itu,” jelas Zharif Hezarpili.
DARAMKANWA (Darbuka Rang Minangakanwa) merupakan komunitas darbuka yang berdiri pada tahun 2017 di kota Padangpanjang dan Daramkanwa telah menciptakan beberapa karya komposisi (perkusi) yang berangkat atau terinspirasi dari kesenian tradisi yang ada di Minangkabau.
Daramkanwa pada kali ini menampilkan karya yang sangat berbeda dari biasanya, selain pemainnya yang gondrong-gondrong dan sangar, tetapi jari-jari tangannya sangat memukau penonton yang datang dan melihat langsung, penampilan “Mandaram Oyak Tabuik” salah satu karya Daramkanwa yang di tampilkan pada sore itu di stemu perkusi etnik pada 31 Oktober 2020. Karya ini terinspirasi Dari permainan pola tradisi Tambua Tansa Pariaman yang digarap dan dikemas menjadi bentuk baru, dengan menggabungkan atau mengkombinasikan instrumen tambua dan darbuka tanpa menghilangkan spirit dari permainan tradisi itu sendiri.
RANAH PERCUSSION adalah komunitas perkusi yang berdiri pada tahun 2015 di UNIVERSITAS NEGERI PADANG. Komunitas Ranah Percussion berdiri independen tanpa dinaungi dari instansi-instansi Universitas. Dan Ranah Percussion saat ini beranggotakan 35 orang yang mana masing-masing anggota tidak terpaku pada satu jurusan/universitas, melainkan umum. Instrumen-instrumen yang dominan digunakan Ranah Percussion perkusi kulit/hand percussion seperti djimbe, tambua dan alat-alat lainya. Ranah Percussion dan Daramkanwa dari segi instrumen hampir sama tapi bisa juga disebut (serupa tapi tidak sama) dan penampilan dari Ranah Percussion tidak kalah menarik dari penampilan Daramkanwa. Ranah Percussion dengan energi hoyak tabuiknya membuat penonton atau penikmat yang hadir tidak berpaling pandangannya dari karya yang disajikannya.
“HANTAM SI HOYAK TABUIK” judul karya yang diberi oleh Ranah Percussion yang berangkat dari lagu hoyak tabuik pada bagian “SOSOH”. Dalam karya “Hantam Sioyak Tabuik” tidak menghilangkan rasa tradisi aslinya melainkan mengembangkan pola-pola lagu hoyak tabuik pada bagian sosoh.
Ethnic Percussion adalah komunitas seni yang bergerak di bidang kesenian tradisi khususnya pekusi-perkusi ethnic Nusantara. Komunitas Ethnic Percussion Padangpanjang berdiri sejak 23 Maret 2014 yang saat ini diketuai oleh Rafi Mahaldi. Komunitas ini merupakan wadah kreatifitas dan diskusi tentang seni bagi Mahasiswa dan masyarakat umum. Komunitas Ethnic Percussion Padangpanjang telah mempunyai akta notaris No. 126 sejak tanggal 25 Mei 2018.
Ethnic Percussion Padangpanjang ini sedikit berbeda dari dua komunitas Daramkanwa dan Ranah Percussion pada penampilan di acara temu perkusi etnik ini. Yang membuat berbeda komunitas Ethnic Percussion ini tukang pukul tambuanya adalah para perempuan-perempuan tangguh.
Ethnic Percussion mengembangkan lagu “Kureta Mendaki” bagaimana mengambarkan perjalana kereta api yang sedang mendaki. Dan karya ini mengunakan pendekatan interpretasi tradisi dan menggunakan beberapa teknik garap yaitu permainan tempo, dinamika, interlocking, dan call and respon. Edt Marewai
- Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini” - 18 September 2023
- Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar | Siregar - 16 September 2023
- Cerpen Hasbunallah Haris | KKN Konciang - 9 September 2023
Discussion about this post