
Indonesia memiliki banyak pejuang-pejuang tangguh yang tak kenal takut pada masanya, orang-orang yang mendedikasikan hidup untuk kemerdekaan Indonesia. Perjuangan yang mereka tempuh dengan berbagai cara; agama, politik, pendidikan, sosial dan lainnya. Meski begitu, memang tidak semua pejuang kemerdekaan itu mendapat tempat menjadi seorang pahlawan secara resmi diakui pemerintah Indonesia, ada gelar pahlawan yang hanya diakui di kampung halamannya saja, ada pula yang memang diakui Indonesia bahkan dunia. Namun pada dasarnya, nama-nama mereka selalu melekat sebagai pahlawan dan pejuang dalam setiap doa rakyat Indonesia.
Bulan Agustus mengingatkan kita kepada banyak kisah heroik pahlawan, dan kenangan-kenangan sedih/tragis/inspirasi dan lainnya. Kali ini kami sajikan ringkasan riwayat hidup seorang pahlawan dari Pesisir Selatan. Tentu ini hanyalah tulisan singkat tentang beliau. Beliau adalah H. Ilyas Ya’kub (juga dieja Ilyas Yacoub; lahir di Asam Kumbang, Bayang, Pesisir Selatan, Hindia Belanda, 14 Juni 1903 – meninggal di Koto Barapak, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatra Barat, 2 Agustus 1958 pada umur 55 tahun). Beliau adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatra Barat. Ia ditetapkan sebagai pahlawan melalui Surat Keputusan Presiden No. 074/TK/1999 bertanggal 13 Agustus 1999.
Ilyas Ya’kub adalah seorang ulama dan syaikhul Islam dari Minangkabau, lulusan Mesir, diangkat menjadi pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia dengan SK-Mensos RI Nomor: Pol-61/PK/1968, tanggal 16 Desember 1968 dan dikukuhkan kembali dengan Keputusan Presiden RI (Kepres-RI) Nomor 074/TK/Tahun 1999 tanggal 13 Agustus 1999 serta dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya mempertahankan prinsip-perinsip kemerdekaan dari ancaman kolonialisme Belanda sekaligus menggerakkan kemerdekaan RI dengan risiko dibuang Belanda ke Digul (di Papua – Indonesia sekarang) serta beberapa tempat di Malaysia, Singapura, Brunei, Australia dll. Ia pernah memimpin mahasiswa Malaysia-Indonesia di Mesir, juga pendiri Partai Politik PERMI (Persatuan Muslim Indonesia, 1932) berbasis pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Beralasan pula dengan kemampuan dan jasanya sebagai ulama, tokoh pendidikan dan politikus Islam di awal kemerdekaan (1948) ia dipercaya pada negeri yang Islam dan semangat Melayunya kuat sebagai Ketua DPR Provinsi Sumatra Tengah merangkap penasihat Gubernur.
Digul, adalah nama sebuah tempat di Irian Jaya (sekarang Papua) yang dijadikan sebagai penjara atau lokasi pembuangan para tokoh-tokoh politik yang dianggap melawan pemerintah kolonial Belanda mass itu. Digulist merupakan sebutan untuk para tahanan yang telah lama menjalani masa pembuangan. Kesan mengerikan yang lekat dengan Digul tak sekalipun membuat perjuangan para pejuang kendor.
Beliau merupakan putra ketiga dari empat bersaudara dari pasangan suami-isteri Haji Ya’kub – Siti Hajir. Ilyas Ya’kub masa kecilnya belajar ilmu agama dengan kakeknya Syeikh Abdurrahman. Masa itu Bayang (daerah kelahirannya) masih merupakan sentra pendidikan Islam. Sebab sejak dahulu Bayang termasuk basis pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatra, berpusat di surau tua didirikan (awal 1666) oleh Syeikh Buyung Muda Puluik puluik, salah seorang dari 6 ulama pengembang Islam di Indonesia seangkatan Syeikh Burhanuddin Ulakan Pariama yang belajar langsung dengan Syeikh Abdul Rauf Singkel di Aceh. Saat berkobarnya Perang Pauh (mulai 28 April 1666) surau ini juga menjadi basis perjuangan melawan Belanda. Sehingga Bayang melekat dengan sebutan “Gaduang Ilmu – Gudang Ilmu”.
- Pelesiran: Mitologi Dewa Babi dan Keberhasilan Masyarakat Tradisional | Arif Purnama Putra - 20 September 2023
- Pelesiran: Mitologi Anjing Dewa dan Masa Silam yang Nyaris Hilang di Gunung Pangilun | Arif Purnama Putra - 1 September 2023
- SELAMI OBSESI DAN KEGELISAHAN: CROUD RILIS DEMO MMXXIII Berisi “HUN’S ADDICTION // SOMEHOW (EVENTUALLY)” - 1 Mei 2023
Discussion about this post