Orang Minangkabau biasa menyebut kebudayaannya dengan “Adat Minangkabau” yang mencakup seluruh aspek kebudayaan Minangkabau di dalamnya. Sebagaimana Ki Hajar Dewantara (2011:72) mengemukakan Kebudayaan berarti segala apa yang berhubungan dengan “budaya”, sedangkan budaya berasal dari perkataan “budi” yang dengan singkat boleh diartikan sebagai “jiwa manusia yang telah masak” atau “buah budi manusia”. Kebudayaan itu timbul dari keinginan dan hasrat manusia untuk hidup senang, yaitu selamat lahirnya dan bahagia batinnya. Pada umumnya kebudayaan itu praktis (memudahkan hidup) serta pula bersifat indah, memudahkan hidup menuju kearah hidup lahir berupa barang alat penghidupan dan juga kearah hidup batin berupa nilai-nilai kebatinan seperti ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, hukum, tata negara, kesenian dan sebagainya. Oleh karena itu kesenian bagian dari kebudayaan karena kesenian merupakan hasil buah budi dari manusia untuk kebutuhan hidup (batin) dan di konsumsi oleh masyarakat banyak baik itu praktisi maupun penikmat (apresiator).
Kesenian di Sumatera Barat dahulunya berfungsi sebagai ritual melihat kepercayaan masyarakat Minangkabau yang menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Setelah masuknya Islam di Indonesia seni dijadikan sebagai media penyebaran Islam, sehingga banyak kesenian di Sumatera Barat yang bertemakan Islam menjadi tradisi kebudayaan di Sumatera Barat, kesenian bertemakan Islam ini sejalan dengan adat dan norma masyarakat Minangkabau sebagai sistem yang mengatur tata cara kehidupan yang di kenal dengan istilah adaik basandi syara’ syara’ basandi kitabullah, ada beberapa kesenian Minangkabau yang bertemakan islam diantaranya, Salawek Dulang, Dikia Rabano, Indang, dan salah satunya adalah Barzanji.
Menurut Ediwar, Din, Zakaria, (2010) Barzanji adalah sebuah tradisi pembacaan kitab sastra Arab Maj’muatul Mawaalid menceritakan kisah latar belakang, kelahiran, dan kemuliaan sifat nabi Muhammad s.a.w. Pembacaan kitab itu disampaikan dengan cara bernyanyi dalam suasana ritual Islami penganut tarekat Syattariah, pada umumnya tidak hanya menganggap Barzanji sebagai sebuah seni vokal Islami, tetapi juga memandangnya sebagai sebuah ibadah yang berpahala bagi yang mengamalkannya. Oleh karena nyanyian tersebut berfungsi sebagai media ibadah, maka nyanyian Barzanji dapat dikategorikan sebagai sebuah nyanyian religius, karena dalam prakteknya tersimpul spritualitas Islami. Jadi Barzanji merupakan kesenian bertemakan Islam yang telah diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Minangkabau (para tetua niniak mamak) dengan banyak nilai-nilai edukatif dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Kesenian Barzanji yang dibahas, adalah kesenian yang berada di kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat yang di lestarikan oleh KAN (Kerapatan Adat Nagari) Painan, dipertunjukan/dilatihankan setiap Kamis malam di Rumah Gadang Kaum Suku Panai Datuak Rajo Batuah, dimana kesenian ini sejalan dengan Falsafah Minangkabau seperti Adaik basandi syara’ syara’ basandi kitabullah, Alam Takambang jadi Guru, dan Raso jo Pareso, juga nilai-nilai akhlak baginda Rasulullah Muhammad SAW yang terdapat didalam kitab Barzanji Kerapatan Adat Nagari Painan.
Gambar di atas merupakan tempat kesenian Barzanji di latihankan setiap kamis malam di Rumah Gadang Kaum Suku Panai Datuak Rajo Batuah Kenagarian Painan seperti pada gambar dibawah ini:
Bentuk kesenian Barzanji di kota Painan secara bentuk terdiri dari tiga bentuk, yaitu; pembukaan (duduak basamo), isi (tagak basamo), dan penutup (duduak basamo). Ketiga bentuk kesenian ini mengandung nilai-nilai pendidikan serta nilai-nilai Falsafah Minangkabau. Rumah Gadang kaum suku Panai Datuak Rajo Batuah merupakan sebuah wadah dimana kesenian Barzanji di latihankan setiap kamis malam yang nanti penampilan sesungguhnya justru di rumah-rumah masyarakat yang meminta kepada para praktisi, entah itu berupa acara syukuran, kelahiran, menyambut tamu dari luar dan sebagainya. Disatu sisi kesenian yang ditampilkan di rumah masyarakat merupakan sebuah identitas masyarakat kota Painan sebagai umat Muslim, dengan kesakralan kesenian tersebut, disisi lain, selain kesenian ini sebagai hiburan Barzanji juga merupakan wadah silaturahmi dalam konteks sosial, begitu juga dalam bentuk kesenian ini.
Berdiri bersama disini menggambarkan nilai semangat, karena ada ekspresi didalamnya berupa hentakkan kaki secara serempak sebagaimana tempo dalam musik, nilai teguh pendirian tercermin dalam bagaian ini dengan adanya prinsip hidup dalam berkehidupan, nilai kekompakan juga tercerminkan pada kesenian Barzanji di Painan. Seperti pada gambar berikut:
Ada empat akhlak yang dimiliki Nabi pada syair Barzanji di atas, diantaranya malu, rendah hati, mandiri, dan cinta keluarga. Akhlak Nabi yang pertama adalah malu, masyarakat Minangkabau mengenal falsafah tau malu jo sopan, maksudnya adat Minangkabau memiliki etika, akhlak, moral, budi pekerti, termasuk bahasa, bagaimana ketika berbicara kepada yang lebih tua, seusia, dan kepada yang lebih muda berupa kato nan ampek, kata yang dibagi menjadi empat, budi pekeri tersebut, sesuai dengan pepatah Minang;
“nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago, nan bayiak iyolah budi, nan indah iyolah baso, kuek rumah dek basandi, rusak sandi rumah binaso kuek bangso karano budi, rusak budi bangso binaso”
(Yang baik adalah budi yang indah adalah bahasa, kuat rumah karena sendi, rusak sendi rumah binasa, kuat bangsa karena budi, rusak budi bangsa binasa.)
Untuk tatanan sosial masyarakat Minangkabau juga memiliki falsafah sebagai berikut, “nan tuo dihormati nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan ibu jo bapak diutamokan” (yang tua dihormati, yang kecil disayangi, sama besar dibawa berkawan, ibu dan ayah diutamakan).
Malu disini dibagi menjadi 2, malu yang pertama malu terhadap Allah (habluminallah) karena tidak menjalankan syariat seperti sholat, puasa, zakat, serta amalan wajib maupun sunnah lainnya, termasuk didalamnya mendzolimi diri sendiri dan orang banyak. Malu yang kedua malu kepada sesama manusia (habluminanass) dan makhluk Allah lainnya, seperti tidak mau menolong, tegur sapa, tidak amanah, dusta, dan perbuatan tercela lainnya, malu kedua ini merupakan konteks tatanan sosial masyarakat. Falsafah Minangkabau mengajarkan masyarakatnya akan berfikir sebelum bertindak raso jo pareso agar terciptanya lamak diawak katuju dek urang, tidak ada orang yang disakiti.
Ahklak Nabi Muhammad yang kedua adalah rendah hati (tawadhu), tidak sombong terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan kepada tuhan. Sifat nabi berupa tawadhu merupakan pembelajaran terhadap Nabi sebagai rahmast sekalian alam untuk manusia. Sifat tawadhu terdapat banyak di dalam firman Allah sebagai berikut:
- Yuang Sewai: Poli samo jo Voli - 8 Desember 2024
- Bincang Karya Pertunjukan Harimau Pasaman oleh Lintas Komunitas di Pasaman - 2 Desember 2024
- Cerpen Celana Dalam Robek | Thomas Elisa - 24 November 2024
Discussion about this post