
… Aku bahkan menduga-duga pilem ini akan menjadi pilem kolosal sebagaimana kebanyakan pilem-pilem berlatar sejarah, terutama Yunani Kuno. Para prajurit dan intrik penghianat penghuni istana. Perebutan kekuasan yang disertai persekongkolan. Pilem ini nyaris luput dari drama demikian. The Return adalah sebuah film drama sejarah Amerika Serikat tahun 2024 yang disutradarai oleh Uberto Pasolini dan menampilkan Ralph Fiennes dan Juliette Binoche. Film tersebut diadaptasi dari kisah Homer’s Odyssey karya Edward Bond, John Collee dan Pasolini. Film tersebut menandai penampilan pertama Ralph Fiennes dan Juliette Binoche dalam proyek yang sama sejak pemenang Oscar tahun 1996 The English Patient.
Film tersebut mengisahkan tentang Odysseus (Fiennes) yang terdampar di tepi pulau asalnya Ithaca setelah dua puluh tahun berperang dan kembali dari Perang Troya. Terluka oleh pengalamannya, dia tidak dapat dikenali lagi sebagai seorang raja perkasa yang pergi 20 tahun sebelumnya. Istrinya Penelope (Binoche) kini menjadi tahanan di rumahnya sendiri, diburu oleh banyak pelamar untuk memilih suami baru yang akan naik tahta. Putra Odysseus dan Penelope, Telemachus, menghadapi kematian di tangan orang-orang yang melihatnya sebagai ancaman terhadap ambisi mereka. Odysseus terpaksa menghadapi masa lalunya untuk menyelamatkan keluarganya dan memenangkan kembali apa yang telah hilang darinya. Setelah keberadaan Odysseus tercium oleh orang terdekat, pilem ini semakin terasa datar. Ia melompat dengan mulus dengan kemurungan-kemurungan Penelope menjalani hari-hari sepi menunggu suami. Melewati malam-malam sunyi, membakar dirinya dengan tenunan yang berpuluh tahun tak kunjung selesai. Kesepian itu terpancar jelas seketika malam-malam yang ia lalui dengan desahan pasangan suami istri. Tapi keteguhan hati Penelope kepada Odysseus seakan tak pudar, bahkan tak goyah sekalipun.
Kisah cinta yang digambarkan melengkapi narasi dari babak-babak The Return. Bagaimana kesunyian menyelimuti Penelope bertahun-tahun lamanya tanpa mengendorkan kesetiannya pada Odysseus. Meski begitu, pilem ini seakan mempertegas sejarah masa lampau tak melulu soal peperangan dan perebutan kekuasaan. Pilem ini meyakinkan bahwa peperangan perasaan jauh lebih menyakitkan dari pada perang senjata. Tidak ada prajurit, tidak ada medan perang. Hanya sedikit bagian dalam pilem ini menanyangkan.
Dalam mitologi Yunani, Perang Troya, penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia Kecil, oleh pasukan Akhaia (Yunani) Peristiwa ini terjadi karena Paris menculik Helene dari suaminya Menelaos, raja Sparta. Perang ini merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam mitologi Yunani dan diceritakan di banyak karya sastra Yunani. Dua naskah kuno mengenai perang ini paling terkenal adalah Iliad dan Odisseia karya Homeros. Iliad mengisahkan bagian dari tahun terakhir pengepungan Troya, sedangkan Odisseia menceritakan perjalanan pulang Odisseus, salah seorang pemimpin Akhaia. Blain dari kisah ini diceritakan dalam suatu seri wiracarita yang hanya tersisa dalam bentuk fragmen- fragmen. Kisah perang ini menjadi bahan untuk kisah-kisah drama tragedi Yunani dan karya-karya sastra Yunani lainnya, dan juga untuk para penyair Romawi seperti Vergilius dan Ovidius.
Perang Troya berawal dari perselisihan antara dewi Athena, Hera, dan Aphrodite, setelah Eris, dewi perselisihan dan pertikaian, melemparkan sebuah apel emas, terkadang disebut Apel Perselisihan, yang bertuliskan “untuk yang tercantik.” Zeus lalu mengirim para dewi itu kepada Paris, yang menentukan bahwa Aphrodite, sebagai “yang tercantik,” yang berhak memperoleh apel itu. Sebagai balasannya, Aphrodite membuat Helene, wanita tercantik dan istri Menelaos, jatuh cinta kepada Paris, yang kemudian membawanya ke Troya. Akibat perbuatan Paris, Agamemnon, raja Mykenai dan saudara Menelaus, memimpin suatu ekspedisi pasukan Akhaia ke Troya dan mengepung kota itu selama sepuluh tahun. Setelah banyak pahlawan yang tewas, termasuk pejuang Akhaia Akhilles dan Aias, serta pejuang Troya Hektor dan Paris, kota itu akhirnya takluk akibat tipu muslihat melalui Kuda Troya. Pasukan Akhaia membantai semua orang Troya (kecuali sebagian perempuan dan anak-anak yang dijadikan budak) dan mencemarkan kuil-kuil, membuat para dewa murka. Beberapa orang Akhaia berhasil tiba dengan selamat di rumah mereka, dan banyak lainnya mendirikan koloni di tempat yang jauh. Bangsa Romawi di kemudian hari mengklaim sebagai keturunan Aineias, salah satu orang Troya, yang disebutkan memimpin sisa-sisa rakyat Troya yang selamat menuju Italia modern.
Orang Yunani kuno mempercayai Perang Troya sebagai peristiwa sejarah yang terjadi pada abad ke-13 atau 12 SM, dan meyakini bahwa Troya terletak di Turki modern di dekat Dardanelles. Pada masa modern, baik perang maupun kota Troya pada awalnya banyak dianggap bukan sebagai peristiwa sejarah. Akan tetapi pada tahun 1868, Arkeolog Jerman Heinrich Schliemann bertemu Frank Calvert, yang meyakinkan Schliemann bahwa Troya ada di Hissarlik dan Schliemann kemudian mengambil alih penggalian Calvert dengan properti milik Calvert; klaim ini kini diterima oleh sebagian besar sejarawan. Tidak diketahui secara pasti apakah ada peristiwa sejarah di balik Perang Troya. Banyak sejarawan percaya bahwa terdapat fakta sejarah dalam kisah ini, meskipun ini dapat berarti bahwa kisah-kisah Homeros merupakan gabungan dari beragam pengepungan dan ekspedisi oleh bangsa Yunani Mykenai selama Zaman Perunggu. Mereka yang meyakini bahwa kisah Perang Troya berasal dari konflik sejarah tertentu biasanya menaruh waktu kejadiannya pada abad ke-12 atau 11 SM, sertingkali menggunakan penanggalan yang diberikan oleh Eratosthenes, 1194–1184 SM, yang kira-kira berkaitan dengan bukti arkeologis di Troya yang hancur terbakar.
- Cakap Film – Bougainvillea: Sandiwara Psikopat dan Percintaan yang Kelam - 19 Maret 2025
- CPNS: Musikalitas Instrumen dari Album Terbaru Calon Pemusik Negeri Sipil, Titik Nadir di Episode Sunyi dalam Bunyi Sembunyi - 15 Maret 2025
- Balimau: Tradisi Entah, Kewajiban Agama Bukan, Sebuah Pemakluman atau Kebiasaan Semata - 28 Februari 2025
Discussion about this post