Seri Punago Rimbun
Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan (Bagian 2)
Maka sepakat seluruh isi alam dan negeri ketika itu, kemudian pembesar ini kembali ke Alam Surambi Sungai Pagu. Sering berjalan di daerah Bukit Sitinjau Laut, berkatalah Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang kepada Raja Kampai Tuangku Bagindo dan Raja Panai Tuangku Batuah, apa mungkin seorang anak kecil ini yang akan memimpin kita. Terjadilah perselisihan ketika itu, oleh Pemuda Samsudin Sandeowano ketika itu berbelok dan menghindar dari perjalanan Basa yang bertiga, supaya tidak terjadi perselisihan yang parah antara mereka. Oleh Samsudin, di hiliri Bukik Pungguang Ladiang, kemudian terus ke Rantau Alam Surambi Sungai Pagu. Sampai ke daerah Ampiang Parak (Daerah Rantau Sungai Pagu). Oleh Masyarakat dan anak kemanakan di situ, Samsudin disambut dengan selayaknya menyambut seorang raja. Maka menetaplah Samsudin di daerah Ampiang Parak dan memerintah di sana. Belum berapa lama, terjadilah biso kawi di Alam Surambi Sungai Pagu; padi hampo, murai tak berkicau, kerbau tak bersuara, ayam tak berkotek”. Maka bermusyawarah kembali Basa yang bertiga tadi di Alam Surambi Sungai Pagu. Babilang Adat Jo Syarak, dibilang Pulo Salah Laku Perangai.
Menyesali dirilah Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang. Salah cotok malantiangkan salah ambiak makumbalikan, tersesat di jalan kembali ke pangkal jalan. Untuk menyelesaikan keadaan, seorang cendikiawan, yakni Sutan Mamat mengambil inisiatif mengumpulkan para pembesar, diambil kesepakatan untuk menjemput Sultan Gombak ke Ampiang Parak. Berangkatlah utusan dipimpin Sutan Mamat dengan pengawal bernama Kali Bandaro seorang pemberani. Rombongan membawa keris dari Rajo Malenggang sebagai tanda ganti diri raja tersebut. Maka sampailah mereka di Ampiang Parak. Dipersembakanlah sebilah keris oleh Sutan Mamat, kepada Samsudin Sultan Gombak. Oleh Samsudin diterima dan berhimpunlah orang-orang di Ampiang Parak.
Untuk menghantarkan Raja Samsudin Sandeowano ke Alam Surambi Sungai Pagu, masyarakat Amping Parak (Rantau Sungai Pagu) membawa bahan makanan, dan peralatan yang terutama sekali bahan makanan “Pangek Bada Jo Gulai Kacang” untuk perjalanan raja. Sesampai di sepenggal jalan maka meninggal seorang pembesar yang menjemput, yaitu Sultan Mamat. Berkata Samsudin Sandeowano ketika itu sesampai di Sungai Pagu. Untuk mengenang jasa Sultan Mamat, Samsudin Sultan Gombak; saya akan menikahi seorang anak kamankan Sutan Mamat. Maka ditetapkan pula ketika itu barang siapa yang menjadi raja hendaknya mengambil istri dari kaum Sutan Mamat (Bundo Nan Naiek Ateh Jambangan)
Dari situlah mengakar “Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang” menjadi makanan adat. Oleh orang Sungai Pagu yang datangnya dari daerah Banda Nan Sapuluah Ampiang Parak. Selain itu, ada juga Nasi Kuning datang dari Batang Hari. Menjadi tanda atau rukun syarat adat juga di Alam Surambi Sungai Pagu. Begitu tutur yang disampai oleh Angku Marto Dt. Rajo Bagaga, seorang Penghulu Taratak Sungai Lundang. Adat Monografi Nagari Kambang serta Tulisan Marsadis Dt. Sutan Mamat dan Emral Djamal Dt. Raja Mudo seorang Budayawan Sumbar.
- Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2 - 2 Oktober 2024
- Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung - 26 September 2024
- Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana - 21 September 2024
Discussion about this post