• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

Punago Rimbun: Pangek Bada Jo Gulai Kacang | Zera Permana

Zera Permana Oleh Zera Permana
22 Oktober 2020
in Punago Rimbun
1.3k 13
0
Home Punago Rimbun
BagikanBagikanBagikanBagikan

.

“Biso Kawi di Alam Surambi Sungai Pagu” Padi Hampo, Murai Tak Berkicau, Kerbau Tak Mengoak, Ayam Tak Berkotek”. Maka bermupakatlah besar yang bertiga di Alam Surambi Sungai Pagu. Babilang Adat Jo Syarak, dibilang Pulo Salah Laku Perangai.

Poto: Marewai

Suatu peristiwa di Alam Surambi Sungai Pagu, tiga orang pembesar (raja); Raja Kampai Tuangku Bagindo,  Raja Panai Tuangku Batuah, Dan Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang. Bermufakat basa (raja) yang bertiga hendak melaporkan kepada Raja Alam Pagaruyung. Permohonan menjadi raja antara mereka bertiga. Seiring berjalan menuju kerajaan Pagaruyung, di suatu perjalanan menuju Pusek Jalo Pumpunan Ikan Alam Minangkabau. Maka mengikutlah (diringi) seorang remaja kecil menuju Kerajaan Pagaruyung.

Sesampai di kerajaan Pagaruyung, di laporkan ke Manti Tuo kerajaan. Oleh Manti Tuo lalu disembahkan kepada Daulat Tuangku Raja Kerajaan Pagaruyung. Tujuan dan maksud pembesar (raja) yang bertiga. Berkata Tuangku Raja Pagaruyung. Kepada Manti Tuo, untuk dikumpulkan Basa-basa seluruh pembesar istana di ruangan yang bernama “Sitindiah”. Maka dikatakanlah ketika itu, telah datang pembesar dari Ikur Darek Kepala Rantau Alam Minangkabau. Meminta seorang raja, antara mereka bertiga. Maka oleh Cati Bilang Pandai seorang penasehat raja di bawakanlah talam bertahta  alaskan “Kain Cindai Panjang Tujuah” dan di Lingkup Kain Dalamak Makah.

Sebuah mahkota kebesaran Alam Pulau Emas. Bertitahlah  Raja Alam Pagaruyung kepada pembesar yang bertiga. Angkatlah Mahkota Qulahkamar ini. Barang siapa yang bisa mengangkat dan menyongkokkan (memakai) ke kepalanya, maka dialah yang akan menjadi raja antara kalian yang bertiga. Oleh Raja Kampai Tuangku Bagindo, di raba dan diangkat ternyata mahkota itu tidak bisa diangkat hanya bisa sejengkal jari. Kemudian maju lagi Raja Panai Tuangku Batuah, kemudian diangkat ternyata tidak bisa diangkat hanya sepenggal jari. Dan giliran  pembesar yang terakhir, Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang diangkat hanya sampai talam. Maka berkatalah pembesar Istana Pagaruyung, di wakili Manti Tuo Kerajaan. Semua pembesar dari Ikur Darek Rantau Alam Minangkabau, tidak bisa mengangkat dan menonggokan (menaruh) di kepalanya. Tapi ada seorang anak kecil yang seiring berjalan. Iya ikut meiringi besar/raja bertiga ini menuju ke kerajaan Pagaruyung.

Oleh raja di panggil remaja kecil itu. Kemudian di perintahkan untuk mengangkat Mahkota Qulahkamar. Ternyata oleh si pemuda kecil itu mengangkatnya tidak merasa berat dan kepayahan. Lalu dipasangkan kekepalanya, heran semua basa-basa. Termenung semua pembesar istana, berkatalah Daulat Tungku Pagaruyung ini lah yang akan menjadi raja Negeri Ikur Darek kepala Rantau Minangkabau Janjang Kadarek Alam Minangkabau.  Seorang pemuda kecil bernama Samsudin Sandeowano. Dinobatkan seketika itu, Raja Kampai Tuangku Bagindo di Nobatkan jadi Raja Adat, Raja Panai Tuangku Batuah jadiRaja Ibadat, Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang jadi Raja Parit Pagar. Dan yang terakhir  remaja kecil Samsudin Sandeowano dinobatkan menjadi Raja Alam di Alam Surambi Sungai Pagu.

Maka sepakat seluruh isi alam dan negeri ketika itu, kemudian pembesar ini kembali ke Alam Surambi Sungai Pagu. Sering berjalan di daerah Bukit Sitinjau Laut, berkatalah Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang. Kepada Raja Kampai Tuangku Bagindo dan Raja Panai Tuangku Batuah,  apa mungkinkah seorang anak kecil ini yang akan memimpin kita. Terjalilah perselisian ketika itu, oleh  Pemuda Samsudin Sandeowano ketika itu berbelok dan menghindar dari perjalanan Basa yang bertiga, supaya tidak terjadi perselisian yang akan parah antara sesama mereka. Oleh Samsudin, di Hiliri Bukik Pungguang Ladiang. Kemudian terus ke Rantau Alam Surambi Sungai Pagu. Sampai ke daerah Ampiang Parak (Daerah Rantau Sungai Pagu). Oleh Masyarakat dan anak kamanakan di situ. Samsudin disambut, dengan selayaknya menyambut seorang raja. Maka menetaplah Samsudin di daerah Ampiang Parak dan memerintah di sana. Belum berapa lama maka terajadilah “Biso Kawi di Alam Surambi Sungai Pagu” Padi Hampo, Murai Tak Berkicau, Kerbau Tak Mengoak, Ayam Tak Berkotek”. Maka bermupakatlah besar yang bertiga di Alam Surambi Sungai Pagu. Babilang Adat Jo Syarak, dibilang Pulo Salah Laku Perangai.

Menyesali dirilah Raja Tiga Laras Tuanku Rajo Malenggang. Salah Cotok Malantiangkan Salah Ambiak Makumbalikan, Sasek di Jalan Kumbali Kapangka Jalan. Untuk menyelesaikan keadaan. Seorang cendikiawan, yakni Sutan Mamat mengambil inisiatif mengumpulkan para pembesar, diambil kesepakatan untuk menjemput Sultan Gombak ke Ampiang Parak. Berangkatlah utusan dipimpin Sutan Mamat dengan pengawal bernama Kali Bandaro seorang pemberani. Rombongan membawa keris dari Rajo Malenggang sebagai tanda ganti diri raja tersebut. Maka sampailah mereka di Ampiang Parak. Dipersembakanlah sebilah keris oleh Sutan Mamat, kepada Samsudin Sultan Gombak. Oleh Samsudin diterima dan berhimpunlah orang-orang di Ampiang Parak.

Untuk menghantarkan Raja Samsudin Sandeowano ke Alam Surambi Sungai Pagu, masyarakat Amping Parak (Rantau Sungai Pagu). Membawa bahan makanan, dan peralatan yang terutama sekali bahan makanan “Pagek Bada Jo Gulai Kacang” untuk perjalanan raja. Sesampai di sepenggal jalan maka meninggal seorang pembesar yang menjemput, yaitu Sultan Mamat. Berkata Samsudin Sandeowano ketika itu sesampai di Sungai Pagu. Untuk mengenang jasa Sultan  Mamat. Samsudin Sultan Gombak saya akan menikahi seorang anak kamankan Sutan Mamat. Maka ditetapkan pulalah ketika itu barang siapa yang menjadi raja hendaknya mengambil istri dari kaum Sutan Mamat (Bundo Nan Naiek Ateh Jambangan)

Dari situlah mengekar “Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang” menjadi adat. Oleh orang Sungai Pagu yang datangnya dari daerah Banda Nan Sapaluah Ampiang Parak. Selain itu, ada juga Nasi Kuning datang dari Batang Hari. Menjadi tanda atau rukun syarat adat juga di Alam Surambi Sungai Pagu.

Bergitu Tutur yang disampai oleh Angku Marto Dt. Rajo Bagaga, busamah seorang Penghulu Taratak Sungai Lundang. Adat Monografi Nagari Kambang serta Tulisan Marsadis Dt. Sutan Mamat dan Emral Djamal Dt. Raja Mudo (Alm), Seorang Budayawan Sumbar.

  • About
  • Latest Posts
Zera Permana
ikuti saya
Zera Permana
Redaksi Marewai at Media
Zera Permana
Salimbado Buah Tarok (Anggota Pusat Kajian Tradisi Salimbado Buah Tarok). Sekarang bekerja fokus di Serikat Budaya Marewai. Berasal Dari Nagari Sungai Pinang, Koto XI Tarusan Pesisir Selatan. Pengelola dan Penulis Tetap Rubrik "Punago Rimbun". Zera merupakan arsiparis muda manuskrip-manuskrip Minangkabau, selain fokus mengarsipkan manuskrip, Zera juga aktif berkegiatan dalam Alih Aksara dan Alih Bahasa. Salah satu manuskrip yang sudah terbit, "Kitab Salasilah Rajo-Rajo Minangkabau".
Zera Permana
ikuti saya
Latest posts by Zera Permana (see all)
  • Punago Rimbun: Indrapura Urat Tunggang Daulah Kesultanan Minangkabau – Zera Permana - 3 September 2025
  • Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2 - 2 Oktober 2024
  • Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung - 26 September 2024
Tags: CaritoPunago Rimbun

Related Posts

Punago Rimbun: Indrapura Urat Tunggang Daulah Kesultanan Minangkabau – Zera Permana

Punago Rimbun: Indrapura Urat Tunggang Daulah Kesultanan Minangkabau – Zera Permana

Oleh Zera Permana
3 September 2025

Burek Tunggang Ka Karajaan Indopuro Lunang Bapucuak Bulek Di Minangkabau Pagaruyuang Bajulai si aka jambai, di Tepian Sungai Muara...

Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2

Sejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan – Bagian 2

Oleh Zera Permana
2 Oktober 2024

Seri Punago RimbunSejarah Makanan Adat: Gulai Pangek Bada Jo Gulai Kacang, Tanda Penghormatan Raja Kepada Cendikiawan (Bagian 2) Maka...

Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung

Seri Punago Rimbun: Sejarah Menepinya Raja Alam Surambi Sungai Pagu, Samsudin Sandeowano Setelah Penobatan di Pagaruyung

Oleh Zera Permana
26 September 2024

Suatu waktu terjadi peristiwa di Alam Surambi Sungai Pagu, tiga orang pembesar; Raja Kampai Tuangku Bagindo, Raja Panai Tuangku...

Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana

Punago Rimbun: Hilangnya Keris Kesaktian Bunga Kesayangan | Zera Permana

Oleh Zera Permana
21 September 2024

Sumatra yang lebih dikenal dalam bahasa tradisi Pulau Perca, ujungnya Negeri Aceh pangkal hingga Lampung. Orang yang mendiami Pulau...

Next Post
Timbulun Punco Kayu: Pemandian Dengan Suguhan Air Jernih, Cocok Untuk Berakhir Pekan

Timbulun Punco Kayu: Pemandian Dengan Suguhan Air Jernih, Cocok Untuk Berakhir Pekan

marewai.com

Cerpen: Kabul | Rian Kurniawan Harahap

Discussion about this post

Redaksi Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Ruang-ruang

  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito

Ikuti kami

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In