
Kemenangan yang gemilang dari Sungai Nyalo bukanlah membawa kecemerlangan bagi Sungai Nyalo. Perselisihan-peselisihan kembali memuncak. Beberapa “datuak” yang bukan penghulu sesuai dengan pertambahan penduduk, berusaha untuk mendirikan suku. Dt. Rajo Sampono dari suku “Caniago” mendirikan suku Mandaliko. Tindakan itu diikuti oleh Dt. Rajo Indo dari suku “Koto” dengan mendirikan suku Tanjung. Tetapi “Basa Nan Barampek” dalam sidangnya tidak menyetujui, karena melanggar dari aturan-aturan adat.
Dt. Rajo Sampono dan Dt Rajo Indo, kemudian pindah ke tempat pemukiman baru, dan mendirikan perkampungan “Linjuang” kemudian adik dari Dt. Tan Basa, pindah pula mengikuti, Dt. Rajo Sampono. Ia oleh Dt. Tan Basa di Sungai Nyalo direstui. Memamakai gelar Dt. Bagindo Basa, diizikan pula menggunakan gelar Dt. Bagindo Basa di Linjuang
Dan sekarang Linjuang memasuki sarat sebagai Nagari dengan Penghulu-penghulunya, Dt. Rajo Sampono (Mandaliko), Dt. Rajo Indo (Tanjung), Dt. Tan Basa (Caniago) dan Datuak Bagindo Basa (Koto).
Penghulu-penghulu di Linjuang, memutuskan perkara haruslah dilaksanakan apa bila disetujui oleh sidang “Basa Nan Barampek” di Sungai Nyalo.
Linjuang mencoba melakukan perdagangan. Bahkan, ditepi pantai antara Kualo Banda Mua dengan Kualo Sungai Nyalo, di dirikan pula kota pelabuahan, “Linjuang” sendiri, demikian pula di bandar “ Linjuang” kelak, Bandar “Linjuang” jatuh ke tangan Bayang. Dan Linjuang, (pelabuhan) berperan kembali, pada Abad Ke XVI, saat Portugis Melanggai Negeri.
Discussion about this post