Marewai
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
  • Login
  • Daftar
  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito
No Result
View All Result
Marewai
No Result
View All Result
Home Budaya Opini

Pelabuhan Panasahan, Mengaktifkan Kembali Imajinasi Masa Lalu | Irwandi

Irwandi Oleh Irwandi
21 Mei 2021
in Opini, Berita Seni Budaya
3.6k 37
0
BagikanBagikanBagikanBagikan


Rencana pemerintahan daerah Kabupaten Pesisir Selatan untuk melanjutkan kembali pembangunan Pelabuhan Panasahan yang telah terbengkalai dari 2017 memberi semacam harapan baru. Hal tersebut bisa sebagai perangsang tumbuh optimalnya berbagai sektor di kelautan, yang selama ini dibiarkan saja. Membiarkan pundi-pundi ekonomi yang tersedia di sektor laut, dimana Pesisir Selatan dengan garis pantai lebih dari 240 km tentu adalah semacam hal yang kurang bijak. Selain memaksimalkan fungsi laut, juga bisa sebagai penghemat uang negara untuk selalu memperbaiki jalan yang rusak. Salah satu penyebab rusaknya jalan karena dilewati oleh angkutan yang bebannya bertonase tinggi.


Berkaca pada masa lampau, Pesisir Selatan dengan Banda Sapuluah-nya merupakan daerah yang terkenal karena hasil alam. Daerah ini merupakan tempat yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa asing dalam berdagang. Banda Sapuluah merujuk pada Kamus Minangkabau merupakan perkampungan atau kota pelabuhan di daerah Pesisir bagian selatan pantai barat Minangkabau. Kesepuluh daerah tersebut adalah: Batang Kapeh, Taluak, Taratak, Surantiah, Ampiang Parak, Kambang, Lakitan, Palangai, Sungai Tunu, dan Punggasan.


Tempat-tempat tersebut menjadi penampung hasil alam daerah sekitarnya yang akan dijual kepeda para pedagang. Merujuk pada Penelitian Situs Benteng Portugis Pulau Cingkuk di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Balai Arkeolog Medan, 2002), disaat Belanda memonopoli perdagangan dengan organisasi dagangnya (VOC), barang yang didapat di sepuluh tempat tersebut dikumpulkan di Pulau Cingkuak. Diambilnya Pulau Cingkuk sebagai tempat penampung barang berkemungkinan terpengaruh oleh Portugis yang memilih tempat tersebut terlebih dahulu. Atau melindungi parkiran kapal-kapal mereka yang diamuk gelombang samudera yang tidak restu dengan cara berdagangnya. Selain hal tersebut, merupakan batu loncatan untuk mengerogoti kekuasaan Aceh yang masih kuat di Indrapura.


Terbentuknya bandar dagang yang berada disepuluh tempat tersebut dikarenakan oleh kekayaan alamnya yang melimpah. Hasil alamnya berupa rempah-rempah dan hasil tambangnya berupa emas, perak dan batubara sungguh merupakan magnet yang menarik pedagang luar. Bisa dipastikan mereka yang berdagang tempo dulu selanjutnya merebut hak-hak nenek moyang kita. Terkhusus barang tambang berupa emas dari Pesisir Selatan (terdapat di Salido) ada istilah “demam Salido”. Sebutan mereka yang mencari barang dagangan kalau belum menemukan hasil perut bumi Salido tersebut.


Meskipun hasil alam yang membuat nama Pesisir Selatan mendunia pada masa lampau, sekarang sudah tak seperti dahulu lagi. Namun banyak hal yang bisa di hidupkan lewat lautan. Itulah tugas dari cerdik pandai yang telah diberi amanat, mereka leader yang akan memberi solusi. Kelihatan jelas hal tersebut saat ini, aksi yang akan dimulai dengan memperkuat ekonomi dari basis laut jelas pengamalan dari maambiak contoh ka nan sudah, maliek tuah ka nan manang. Dahulu sewaktu Indonesia masih berupa kerajaan-kerajaan yang tersebar diseluruh nusantara, lancarnya perekonomian bergantung pada tiga hal. Pertama, penguasa yang dapat mengendalikan pergerakan barang dari pedalaman sampai pelabuhan. Kedua, produsen yang mengelola hasil pertanian, kehutanan dan pertambangan. Ketiga, pelaut kerajaan yang menjaga keamanan selama orang melakukan perniagaan.


Namun yang perlu diperhatikan pemerintah adalah suara hati masyarakat bederai. Pembangunan pelabuhan tentu perlu, tapi solusi pemenuhan kebutuhan hidup yang primer tentu tidak kalah penting. Membantu petani dalam masalah pertanian, nelayan dalam melaut, pedagang dalam berniaga adalah bagian itu. Jaminan kesehatan masyarakat, pendidikan gratis yang dijanjikan sampai bangku setingkat SMA adalah janji yang masih terngiang di pelupuk mata. Memang masing-masing kebijakan mempunyai sumber dana tersendiri. Tapi bagi dunsanak yang selama ini ditekan berbagai kebutuhan hidup alangkah lepas dahaga bila kesempitan tersebut dilapangkan terlebih dahulu. Selain hal tersebut, mungkin bisa sebagai sikap arif yang ditempuh pemimpin dalam menyikapi ada sebagian kelompok yang menunggu-nunggu kesalahan yang terjadi.


Pelabuahan panasahan bisa menjadi pondasi kokoh berjayanya pundi-pundi rupiah dari lautan, terkhusus di wilayah Pesisir Selatan. Mungkin nantinya bila bumi Allah ini masih keras akan menebar ke Dermaga Wisata di Daerah Kawasan Mandeh. Pelabuhan yang menghunjam pondasinya ke dasar lautan tidak hanya sebagai daerah untuk menebar jala menjaring rupiah. Negeri Sejuta Pesona benar-benar akan terwujud di Pesisir Selatan. Daratan rancak, lautan tacelak, masyarakat badunsanak. Baldatun thayyibatun warabbun ghafur.


Penulis, Irwandi. Alimnus Fakiltas Ilmu Budaya Arab IAIN Imam Bonjol Padang 2012. Domisili Pesisir Selatan, IV Jurai.


  • About
  • Latest Posts
Irwandi
Irwandi
Irwandi, Alumnus Fakultas Ilmu Budaya Adab IAIN Imam Bonjol Padang, 2012. Sekarang berubah nama menjadi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang. Domisili IV Jurai, Pesisir Selatan.
Irwandi
Latest posts by Irwandi (see all)
  • Pelabuhan Panasahan, Mengaktifkan Kembali Imajinasi Masa Lalu | Irwandi - 21 Mei 2021
Tags: BudayaCerpenmarewai tvPelabuhanPesisir selatanpuisiSastra

Related Posts

Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini”

Festival Tanah Ombak: Pelatihan Sastra Anak “Melatih Nalar Sejak Dini”

Oleh Redaksi Marewai
18 September 2023

Padang, Marewai - Senin, 18 September 2023 digelarnya Forum Diskusi pelatihan sastra anak di tanah ombak merupakan salah satu...

“Kritik Seni Musik Nusantara Rapai Bubee oleh Sanggar Labang Donnya dalam Aceh Perkusi 2022” | Intan Rizki Junita Tri Utami, Pascasarjana ISI Padanganjang

“Kritik Seni Musik Nusantara Rapai Bubee oleh Sanggar Labang Donnya dalam Aceh Perkusi 2022” | Intan Rizki Junita Tri Utami, Pascasarjana ISI Padanganjang

Oleh Redaksi Marewai
20 Januari 2023

Gambar 1. Pertunjukan kesenian Rapai Bubee di Taman Sari Bustanissalatin Banda Aceh. (Fotografer Aceh perkusi, 2022) Rapai Bubee merupakan...

Koreografi Tari Pitaruah Darah di Festival Pamenan Minangkabau | Anisa Rades Sanoppan

Koreografi Tari Pitaruah Darah di Festival Pamenan Minangkabau | Anisa Rades Sanoppan

Oleh Redaksi Marewai
14 Januari 2023

Festival Pamenan Minangkabau merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh komunitas hitam putih yang diketuai oleh Dr. Yusril Katil S.Sn.,...

Musik Minimalis dalam Festival Matrilineal Sijunjung Tahun 2022 | Ade Febri Yulfita

Musik Minimalis dalam Festival Matrilineal Sijunjung Tahun 2022 | Ade Febri Yulfita

Oleh Redaksi Marewai
8 Januari 2023

Matrilineal merupakan identitas dari Minangkabau, karena hanya sedikit di dunia yang menganut garis keturunan melalui ibu. Melalui Festival Matrilineal...

Next Post
Puisi-puisi M.Z. Billal | Mendengarkan Poetry in Motion*)

Puisi-puisi M.Z. Billal | Mendengarkan Poetry in Motion*)

Cerpen Yogi Dwi Pradana | Karya yang Usang dari Penyair Pinggir Kota

Cerpen Yogi Dwi Pradana | Karya yang Usang dari Penyair Pinggir Kota

Discussion about this post

Marewai

ikuti kami:

© 2023 marewai.com – Komunitas Serikat Budaya Marewai

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2023 Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In