
UKHTINISA, SYIFA RAHMITA, DAN SIMEHATE
Rapa’i Daboh merupakan salah satu kesenian tradisional Aceh Selatan yang menggabungkan unsur seni, agama, dan ilmu metafisik. Kesenian Rapa’i Daboh ditampilkan pada acara HUT Bhayangkara di Banda Aceh pada tanggal 8 Juli 2024. Pertunjukan ini diunggah oleh akun YouTube T7 Channel Asell. Kesenian ini telah menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat Aceh yang unik dan bernilai tinggi. Pertunjukannya yang memukau kerap ditampilkan dalam berbagai acara seperti pesta pernikahan, sunatan, malam peringatan hari kemerdekaan, hingga pertunjukan resmi.
Menurut riwayat kaum sufi abad ke-7 Hijriyah, Rapa’i Daboh berasal dari tradisi doa dan zikir yang dilantunkan oleh para mursyid (pemimpin tarekat) dalam praktik tasawuf. Dalam prosesi tersebut, sang mursyid dan para murid membaca doa dan zikir secara merdu dan perlahan hingga mencapai kondisi fana billah, yakni keadaan spiritual di mana seseorang merasa lebur dalam kehadiran Allah SWT.
Untuk mendukung semangat pembacaan puisi doa, para murid menggunakan alat musik berupa rapa’I sejenis gendang yang terbuat dari kulit kambing. Dalam posisi melingkar, mereka berdiri mengelilingi sang mursyid sambil bergerak perlahan seiring irama doa dan tabuhan gendang. Irama gendang bisa cepat atau lambat mengikuti tempo zikir, namun tetap lembut karena zikir ini merupakan bentuk mujahadah kepada Sang Pencipta.
Pada awalnya, Rapa’i daboh adalah media zikir dan munajat untuk mendekatkan diri kepada allah SWT. Namun, memasuki abad ke-19 fungsi sakral ini mulai disalahgunakan. Kesenian yang sebelumnya bersifat spiritual dan dilakukan secara tertutup untuk menghindari riya dan takabur, kemudian dipertontonkan secara terbuka dan bahkan diperlombakan sebagai ajang unjuk kebolehan ilmu kebal.
Ilmu kebal yang menjadi bagian dari tradisi Rapa’i Daboh pernah digunakan oleh para pejuang Aceh dalam melawan penjajah Belanda. Pejuang seperti Teuku Cut Ali, Tengku Amir, dan Panglima Rajo Lelo dikenal memiliki ilmu kebal yang mereka gunakan dalam medan perang. Meski demikian, kesaktian tersebut tetap bergantung pada niat dan kerendahan hati. Bila disertai rasa riya dan kesombongan, ilmu tersebut bisa sirna dan justru membawa celaka.
Dalam Rapa’i Daboh, pemimpin kelompok disebut “khalifah”. Dalam konteks agama, sebutan khalifah merujuk pada pemimpin spiritual yang memikul warisan kenabian. Namun dalam kesenian ini, khalifah adalah sosok yang memahami seluk- beluk permainan daboh dan bertanggung jawab atas keselamatan para pemain, termasuk dalam hal penguasaan ilmu kebal.
Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Rapa’i Daboh sempat dilarang. Syekh Abdurrauf as-Singkili (Syiah Kuala), penasihat Sultan, mengharamkan permainan ini karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Beberapa alasan pelarangan tersebut adalah:
- Sikap takabbur
Menunjukkan kesombongan yang jelas dilarang dalam Islam (QS. Al-Mukmin: 72).
- Riya dan pamer kesaktian
Perbuatan riya dicela dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ma’un: 6).
- Sifat kompetitif dan curang
Berlomba untuk menjadi yang paling sakti bisa menimbulkan perselisihan.
- Kurangnya sikap wara’ dan tawaduk
Ciri khas sufi sejati adalah rendah hati dan tidak menonjolkan kelebihan diri.
- Munculnya permusuhan dan rasa ujub
Kebanggaan berlebihan terhadap diri sendiri dapat membawa malapetaka spiritual.
Pertunjukan Rapa’i Daboh melibatkan sekitar 20 hingga 30 orang yang duduk melingkar, masing-masing memegang rapa’i. Dalam atraksi ini digunakan berbagai alat tajam dan berat seperti:
- Rencong, pedang, pisau belati, parang
- Batu seberat 5–10 kg
- Rantai besi
- Gergaji rantai (chain-saw)
- Besi per mobil
Sang pemain biasanya masuk ke dalam lingkaran dan menyalami semua anggota, lalu mulai menari sambil menikam tubuhnya sendiri paha, perut, kepala tanpa terluka. Bahkan ada yang menggorok leher, mencongkel mata, melilitkan rantai panas, hingga menggergaji perut, semuanya dilakukan dalam kondisi kebal. Namun, bila aturan spiritual dilanggar, kesaktian bisa hilang seketika dan berujung pada luka serius.
Di Aceh Selatan dikenal dua jenis Rapa’i Daboh:
- Rapa’i Ngadap
Ditampilkan di Meunasah pada malam Jumat, hanya menggunakan gendang tanpa zikir.
- Rapa’i Biasa
Ditampilkan dalam berbagai perayaan dan acara hiburan masyarakat.
Ilmu kebal diyakini berasal dari pengetahuan tentang asal-usul benda dan nama- nama seperti yang diajarkan kepada Nabi Adam AS. Namun, sejatinya semua kekuatan berasal dari izin Allah SWT. Para pengamal ilmu kebal sejati adalah mereka yang rendah hati, tidak menyakiti sesama, dan selalu beristighfar jika merasa terjebak dalam ujub atau kesombongan.
Rapa’i Daboh merupakan kesenian yang tak hanya menampilkan keindahan seni dan irama, tetapi juga mencerminkan kedalaman spiritual masyarakat Aceh. Sayangnya, ketika nilai-nilai keislaman yang menjadi dasar kesenian ini dilupakan, maka Rapa’i Daboh berubah dari ibadah menjadi hiburan yang rawan disalahgunakan. Karenanya, penting bagi generasi sekarang untuk melestarikan Rapa’i Daboh dengan tetap menjaga esensi spiritual dan nilai-nilai religius yang terkandung di dalamnya.
MK : Apresiasi Seni Pertunjukan
Dosen Pangampu : Intan Rizki Junita Tri Utami, M.Sn
Sumber : https://acehprov.go.id/berita/kategori/jelajah/mengenal-sekilas-tentang- seni-rapai-dabus-di-aceh-selatan
Discussion about this post