• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Minggu, Mei 11, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

KRITIK SENI PERTUNJUKAN RAPA’I DABOH OLEH Acara HUT Bhayangkara di Banda Aceh

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
23 April 2025
in Artikel, Berita Seni Budaya
962 51
0
Home Budaya Artikel
BagikanBagikanBagikanBagikan

UKHTINISA, SYIFA RAHMITA, DAN SIMEHATE

Rapa’i Daboh merupakan salah satu kesenian tradisional Aceh Selatan yang menggabungkan unsur seni, agama, dan ilmu metafisik. Kesenian Rapa’i Daboh ditampilkan pada acara HUT Bhayangkara di Banda Aceh pada tanggal 8 Juli 2024. Pertunjukan ini diunggah oleh akun YouTube T7 Channel Asell. Kesenian ini telah menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat Aceh yang unik dan bernilai tinggi. Pertunjukannya yang memukau kerap ditampilkan dalam berbagai acara seperti pesta pernikahan, sunatan, malam peringatan hari kemerdekaan, hingga pertunjukan resmi.

Menurut riwayat kaum sufi abad ke-7 Hijriyah, Rapa’i Daboh berasal dari tradisi doa dan zikir yang dilantunkan oleh para mursyid (pemimpin tarekat) dalam praktik tasawuf. Dalam prosesi tersebut, sang mursyid dan para murid membaca doa dan zikir secara merdu dan perlahan hingga mencapai kondisi fana billah, yakni keadaan spiritual di mana seseorang merasa lebur dalam kehadiran Allah SWT.

Untuk mendukung semangat pembacaan puisi doa, para murid menggunakan alat musik berupa rapa’I sejenis gendang yang terbuat dari kulit kambing. Dalam posisi melingkar, mereka berdiri mengelilingi sang mursyid sambil bergerak perlahan seiring irama doa dan tabuhan gendang. Irama gendang bisa cepat atau lambat mengikuti tempo zikir, namun tetap lembut karena zikir ini merupakan bentuk mujahadah kepada Sang Pencipta.

Pada awalnya, Rapa’i daboh adalah media zikir dan munajat untuk mendekatkan diri kepada allah SWT. Namun, memasuki abad ke-19 fungsi sakral ini mulai disalahgunakan. Kesenian yang sebelumnya bersifat spiritual dan dilakukan secara tertutup untuk menghindari riya dan takabur, kemudian dipertontonkan secara terbuka dan bahkan diperlombakan sebagai ajang unjuk kebolehan ilmu kebal.

Ilmu kebal yang menjadi bagian dari tradisi Rapa’i Daboh pernah digunakan oleh para pejuang Aceh dalam melawan penjajah Belanda. Pejuang seperti Teuku Cut Ali, Tengku Amir, dan Panglima Rajo Lelo dikenal memiliki ilmu kebal yang mereka gunakan dalam medan perang. Meski demikian, kesaktian tersebut tetap bergantung pada niat dan kerendahan hati. Bila disertai rasa riya dan kesombongan, ilmu tersebut bisa sirna dan justru membawa celaka.

Dalam Rapa’i Daboh, pemimpin kelompok disebut “khalifah”. Dalam konteks agama, sebutan khalifah merujuk pada pemimpin spiritual yang memikul warisan kenabian. Namun dalam kesenian ini, khalifah adalah sosok yang memahami seluk- beluk permainan daboh dan bertanggung jawab atas keselamatan para pemain, termasuk dalam hal penguasaan ilmu kebal.

Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Rapa’i Daboh sempat dilarang. Syekh Abdurrauf as-Singkili (Syiah Kuala), penasihat Sultan, mengharamkan permainan ini karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Beberapa alasan pelarangan tersebut adalah:

  1. Sikap takabbur

Menunjukkan kesombongan yang jelas dilarang dalam Islam (QS. Al-Mukmin: 72).

  • Riya dan pamer kesaktian

Perbuatan riya dicela dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ma’un: 6).

  • Sifat kompetitif dan curang

Berlomba untuk menjadi yang paling sakti bisa menimbulkan perselisihan.

  • Kurangnya sikap wara’ dan tawaduk

Ciri khas sufi sejati adalah rendah hati dan tidak menonjolkan kelebihan diri.

  • Munculnya permusuhan dan rasa ujub

Kebanggaan berlebihan terhadap diri sendiri dapat membawa malapetaka spiritual.

Pertunjukan Rapa’i Daboh melibatkan sekitar 20 hingga 30 orang yang duduk melingkar, masing-masing memegang rapa’i. Dalam atraksi ini digunakan berbagai alat tajam dan berat seperti:

  • Rencong, pedang, pisau belati, parang
    • Batu seberat 5–10 kg
    • Rantai besi
    • Gergaji rantai (chain-saw)
    • Besi per mobil

Sang pemain biasanya masuk ke dalam lingkaran dan menyalami semua anggota, lalu mulai menari sambil menikam tubuhnya sendiri paha, perut, kepala tanpa terluka. Bahkan ada yang menggorok leher, mencongkel mata, melilitkan rantai panas, hingga menggergaji perut, semuanya dilakukan dalam kondisi kebal. Namun, bila aturan spiritual dilanggar, kesaktian bisa hilang seketika dan berujung pada luka serius.

Di Aceh Selatan dikenal dua jenis Rapa’i Daboh:

  1. Rapa’i Ngadap

Ditampilkan di Meunasah pada malam Jumat, hanya menggunakan gendang tanpa zikir.

  • Rapa’i Biasa

Ditampilkan dalam berbagai perayaan dan acara hiburan masyarakat.

Ilmu kebal diyakini berasal dari pengetahuan tentang asal-usul benda dan nama- nama seperti yang diajarkan kepada Nabi Adam AS. Namun, sejatinya semua kekuatan berasal dari izin Allah SWT. Para pengamal ilmu kebal sejati adalah mereka yang rendah hati, tidak menyakiti sesama, dan selalu beristighfar jika merasa terjebak dalam ujub atau kesombongan.

Rapa’i Daboh merupakan kesenian yang tak hanya menampilkan keindahan seni dan irama, tetapi juga mencerminkan kedalaman spiritual masyarakat Aceh. Sayangnya, ketika nilai-nilai keislaman yang menjadi dasar kesenian ini dilupakan, maka Rapa’i Daboh berubah dari ibadah menjadi hiburan yang rawan disalahgunakan. Karenanya, penting bagi generasi sekarang untuk melestarikan Rapa’i Daboh dengan tetap menjaga esensi spiritual dan nilai-nilai religius yang terkandung di dalamnya.

MK : Apresiasi Seni Pertunjukan

Dosen Pangampu : Intan Rizki Junita Tri Utami, M.Sn 

Sumber : https://acehprov.go.id/berita/kategori/jelajah/mengenal-sekilas-tentang- seni-rapai-dabus-di-aceh-selatan

  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah Komunitas Independen yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebuah media alternatif untuk para penulis. Kami juga banyak berkegiatan diarsip manuskrip dan video/film dokumenter, mengangkat sejarah dan budaya Minangkabau. Bebebapa dari karya tsb sudah kami tayangkan di Youtube Marewai TV.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Syekh Yahya Al Khalidi, Mursyid Tareqat Naqsabandiyah Al Khalidiyah dari Nagari Panjua Anak (1857 – 1943) - 11 Mei 2025
  • DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PEKAN NAN TUMPAH SERI KEEMPAT USAI DIGELAR - 10 Mei 2025
  • Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua - 29 April 2025
Tags: Berita seni dan budayaBudayaSastra

Related Posts

DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PEKAN NAN TUMPAH SERI KEEMPAT USAI DIGELAR

DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PEKAN NAN TUMPAH SERI KEEMPAT USAI DIGELAR

Oleh Redaksi Marewai
10 Mei 2025

Pada tanggal 7 Mei 2025, Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT)  menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Pekan Nan Tumpah seri...

Telah Tayang! Single kedua Andip berjudul ‘Aku Paham Itulah Jarak’

Telah Tayang! Single kedua Andip berjudul ‘Aku Paham Itulah Jarak’

Oleh Redaksi Marewai
23 April 2025

Andip Merayakan Kesedihan dengan Ceria Lewat Single Terbaru: “Aku Paham Itulah Jarak” Padang, 23 April 2025 - Setelah merilis...

NAN TUMPAH MASUK SEKOLAH 2025 AKAN DIGELAR: PANGGILAN TERBUKA UNTUK EMPAT BELAS SMA/SEDERAJAT DI SUMATERA BARAT

NAN TUMPAH MASUK SEKOLAH 2025 AKAN DIGELAR: PANGGILAN TERBUKA UNTUK EMPAT BELAS SMA/SEDERAJAT DI SUMATERA BARAT

Oleh Redaksi Marewai
12 April 2025

Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) akan menggelar kembali program Nan Tumpah Masuk Sekolah (NTMS) di tahun 2025 sebagai salah...

Khazanah Azimat di Museum Adityawarman Sebagai Bentuk Representasi Kepercayaan Spiritual Masyarakat Minangkabau | Salwa Ratri Wahyuni

Khazanah Azimat di Museum Adityawarman Sebagai Bentuk Representasi Kepercayaan Spiritual Masyarakat Minangkabau | Salwa Ratri Wahyuni

Oleh Redaksi Marewai
17 Maret 2025

Azimat, jimat, atau zimat ajeumat, telah lama ada di kehidupan masyarakat Minangkabau. Beberapa literatur terbuka mengemukakan bahwa kepercayaan pada...

Next Post
Telah Tayang! Single kedua Andip berjudul ‘Aku Paham Itulah Jarak’

Telah Tayang! Single kedua Andip berjudul 'Aku Paham Itulah Jarak'

Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua

Pelesiran: Rayuan Pohonan Lontar di Kota Karang | Raudal Tanjung Banua

Discussion about this post

Redaksi Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Ruang-ruang

  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito

Ikuti kami

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In