• Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
Rabu, Oktober 15, 2025
  • Login
  • Daftar
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai
No Result
View All Result
Redaksi Marewai
No Result
View All Result

Cerpen | Hadiah Untuk Papa – Talia Bara

Redaksi Marewai Oleh Redaksi Marewai
31 Mei 2025
in Sastra, Cerpen
999 64
0
Home Sastra
BagikanBagikanBagikanBagikan

Matahari terbenam di ufuk barat memancarkan cahaya merah oranye yang perlahan menghiasi langit seperti siluet lukisan nan hangat di angkasa. Angin berembus kencang di pantai itu memecah setiap keheningan dengan deburan ombak yang kokoh seolah-olah dapat memberikan jiwa petualang kepada siapa pun yang menantangnya. Air asin dari laut gemercik ke darat memperkuat aroma asin khas pantai, sore itu para nelayan mulai mempersiapkan kapal mereka, memeriksa seluruh peralatan memancing, dan kesigapan diri untuk mengarungi laut yang liar di malam hari.

Para nelayan harus siap menghadapi kemungkinan antara mati atau hidup saat memancing mencari ikan-ikan untuk dijual demi menafkahi keluarga. Termasuk pria itu, seorang lelaki berusia 40 tahunan ia berkulit sawo matang dan bertubuh kekar karena terbiasa menantang keganasan laut. Ia terlihat mencolok dari para melayan lain, sebab kapal miliknya adalah satu-satunya kapal yang terkecil dan terusang di antara kapal-kapal lain.

“Papa,” ucap seorang gadis dengan ceria menghampiri pria itu.

Mendadak ia terhenti dari kegiatan yang sedang berlangsung hanya untuk melihat gadis kecil yang merupakan putri kesayangannya.

“Eh, anak Papa datang,” ucap pria itu sambil berlari ke arah anaknya lalu memberikan pelukan erat.

Kini pantai telah dihiasi gelak tawa nan ceria dari seorang gadis kecil, suara tawa yang kecil namun berhasil meluluhkan kerasnya suara deburan ombak.

“Aini bawa goreng pisang buatan Mama untuk Papa, dimakan ya Pa biar semangat untuk mancing ikan nanti,” ucap Aini sambil memberikan sebuah kantong plastik berisi goreng pisang yang masih hangat. “Makasih ya, Nak,” ucap Papa sambil mengelus-elus rambut anaknya. “Nak sekarang Papa mau mancing dulu sebaiknya kamu pulang sekarang, terus sampai di rumah jangan lupa belajar supaya kamu bisa jadi orang sukses dan gak perlu hidup susah kayak Papa kalau udah besar nanti,” lanjutnya sambil memeluk Aini.

Saat Papa melepas pelukan hati kecil Aini berkata lain, entah mengapa hati kecilnya berkata bahwa hari ini ia tidak ingin Papa pergi ke laut untuk memancing. Ia ingin Papanya untuk tetap di sini dan tidak usah pergi menantang lautan, tapi Aini harus menjadi anak yang baik dan anak yang baik tidak boleh egois.

Jadi ia mematuhi perintah Papanya untuk pulang ke rumah dan langsung belajar. Esok pagi perkataan hati kecil Aini terbukti benar yaitu bahwa seharusnya Papa tetap di sini dan tak usah pergi menantang lautan. Karena ternyata tadi malam terjadi badai hebat di laut dan menyebabkan banyak nelayan yang meninggal di lautan menyisakan hanya beberapa saja yang berhasil kembali ke daratan, sungguh disayangkan Papanya Aini merupakan satu dari sekian banyak nelayan yang meninggal di lautan sebelum berhasil kembali ke darat. Hening. Hati kecil Aini hancur seketika itu juga.

Semenjak itu Aini berubah, ia mulai menjadi anak yang pendiam dan penyendiri tapi itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan prestasinya di sekolah yang semakin memburuk hingga hampir seluruh nilai rapornya tak lagi diisi oleh tinta hitam. Menyadari perubahan di diri Aini, seorang guru pun datang menghampirinya.

“Aini kamu kenapa? Kok akhir-akhir ini Ibuk perhatikan kamu enggak bersemangat kayak biasanya,” tanya Bu Dahlia wali kelas Aini. “Saya cuma lagi kangen sama Papa Buk. Semenjak Papa udah enggak ada lagi Mama sibuk kerja sana-sini untuk menafkahi kami dan selalu pulang malam, jadi saya semakin merasa kesepian,” jawab Aini.

“Kalau gitu nanti sepulang sekolah Aini ikut sama Ibuk ya, kita jalan-jalan sebentar siapa tahu kamu bisa semangat lagi,” tawar Bu Dahlia. Mendengar ajakan itu Aini mengangguk. Sepulang sekolah Bu Dahlia langsung menghampiri Aini di kelasnya.

“Nah, sekarang Ibu akan membawa Aini ke suatu tempat,” ucap Bu Dahlia tersenyum, ia memeluk dan menepuk pundak Aini perlahan. “Tapi sebelum itu kamu pakai penutup mata ini dulu ya,” lanjut Bu Dahlia sambil menyodorkan sebuah kain penutup mata.

Beberapa saat kemudian mereka sampai ke tempat tujuan dengan menggunakan mobilnya Bu Dahlia, karena Aini memakai penutup mata Bu Dahlia berusaha menuntunnya ke luar mobil agar tidak terjatuh. Tapi begitu turun dari mobil mendadak kain penutup mata Aini basah karena air mata.

Aini mengenali tempat itu dengan baik, ia mengenal aroma asin dari tempat ini, ia mengenal perasaan saat telapak kaki menyentuh tempat ini walaupun kini telapak kakinya dialasi oleh sepatu, ia mengenal suara yang bergelombang dari tempat ini, dan semua hal itu membuat Aini teringat seseorang yang sangat disayanginya.

Aini pun menangis, “Papa…”

Melihat hal itu hati Bu Dahlia menjadi tersentuh, tanpa tunggu aba-aba lebih lama lagi ia membuka penutup mata Aini. Saat penutup mata itu terbuka mata kecil Aini terlihat berkaca-kaca mengalirkan air mata terus-menerus, pipi bulat Aini memerah, sementara hidungnya meler karena ingus.

“Aini kenapa menangis?” tanya Bu Dahlia sambil memeluk Aini dari belakang.

“Aini ingat Papa buk, dulu Papa sering pergi ke pantai ini sebelum pergi memancing di laut,” Aini tersedu-sedu.

“Aini walaupun Papa kamu sudah meninggal tapi Ibuk yakin kalau semangat beliau selalu hidup karena itu kamu harus semangat lagi,” ucap Bu Dahlia.

Mendadak suasana terasa hening sesaat baik Bu Dahlia maupun Aini menikmati suara deburan ombak yang memecahkan keberanian si penakut dan menantang keberanian si pemberani untuk mengarunginya.

“Sebelum Papa pergi dia berpesan kalau saya harus belajar supaya bisa jadi orang sukses dan gak perlu hidup susah seperti beliau kalau saya udah besar nanti,” ucap Aini memecah keheningan yang ada.

“Kalau beliau bilang begitu itu artinya kamu harus semangat lagi dan gak boleh menyerah Aini karena Ibuk tahu kalau kamu bisa menghadapi semuanya. Begitu juga dengan Papa dan Mama kamu, kami semua yakin kalau kamu bisa,” ucap Bu Dahlia sambil mengelus-elus kepala Aini.

Mendengar ucapan Bu Dahlia hati Aini mulai terasa hangat, semenjak kejadian itu Aini mulai rajin belajar dan prestasinya di sekolah mulai meningkat hingga mencapai juara umum. Tahun pun berlalu dan Aini tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak hanya cerdas tapi juga tegar dan mengerti kondisi keluarganya yang serba kekurangan, ia yang prihatin pada keadaan Mamanya yang harus membanting tulang siang dan malam. Jadi Aini mulai memutar otak untuk mencari ide yang bisa dimanfaatkan.

Tapi hari demi hari ide itu tak muncul juga hingga Aini pergi keliling kota untuk mencari potensi usaha dagang yang bagus. Mendadak sebuah ide muncul ketika ia melihat bak sampah yang ada di pasar ikan, karena ia tinggal di kota yang memiliki banyak nelayan dan yang menjadi ciri khas kota adalah olahan laut tapi para nelayan biasanya membuang kulit ikan dan tulang ikan begitu saja setelah memproses dagingnya untuk dijadikan berbagai macam olahan pangan baik untuk dimakan sehari-hari bersama keluarga maupun dijual sebagai oleh-oleh khas kota.

Tulang dan kulit ikan itu menjadi masalah tersendiri bagi warga karena selain menghasilkan bau yang tidak enak, duri dan kulit ikan juga membutuhkan waktu yang lama untuk terurai sehingga memperbanyak jumlah sampah di kota.

Menyadari kondisi ini Aini memiliki sebuah ide untuk memanfaatkan limbah ikan menjadi suatu produk baru yaitu keripik kulit ikan dan kerajinan dari duri ikan. Awalnya Aini hanya iseng-iseng membuatnya tapi ternyata lama-kelamaan produk yang dihasilkan Aini laris manis hingga akhirnya ia berhasil membuat sebuah usaha kecil-kecilan yang memiliki 15 karyawan.

Laba yang diterima dari usaha itu cukup besar dan bisa digunakan untuk menafkahi Aini dan Mamanya serta para karyawan. Tapi ada suatu hal yang dilakukan oleh Aini terhadap sisa uangnya. Ia menabung uang itu dan membelikannya ke kayu-kayu, paku, cat, dan peralatan tukang yang lain. Tapi kegiatan itu dilakukan Aini secara diam-diam dengan menyembunyikan barang-barang yang dibelinya di dalam gudang agar tidak ada satu pun yang mengetahui apa yang ia lakukan.

Empat tahun sudah Aini melakukan kegiatan itu hingga ia berada di bangku kuliah, kali ini dia mulai memanggil para tukang dan pengrajin kayu. Hari demi hari berlalu perlahan apa yang diinginkan Aini mulai terbentuk yaitu sebuah kapal nelayan yang walaupun mungil namun kokoh. Tentu saja Aini masih melakukan kegiatan ini diam-diam karena ia takut Mama memergoki apa yang ia lakukan.

Suatu malam Aini terbangun dari tidurnya dan memutuskan untuk pergi ke gudang untuk melihat kapal itu, di sisi-sisi kapal terdapat sekaleng kecil cat yang berlebih, lalu Aini mengambil sebuah kuas dan mulai menulis huruf-huruf di badan kapal hingga ia kembali mengantuk dan tertidur.

Paginya Mama Aini cemas karena tidak menemukan putrinya di tempat tidur, dia berkeliling ke seluruh bagian rumah tapi Aini tidak juga ditemukan. Tapi saat ia melewati gudang ia terkejut melihat sebuah kapal di gudang,  setelah memperhatikan ke sekitar dan barulah ia menyadari di mana keberadaan anaknya.

Ia melihat putri kecilnya yang kini sudah tumbuh semakin dewasa walau begitu naluri seorang Ibu tetaplah menganggap anak-anaknya sebagai bayi kecil yang harus selalu dilindungi. Jadi dia membawakan selimut dan menutupi tubuh Aini yang tertidur pulas di lantai gudang dengan kedua tangan dan wajah yang berlepotan cat.

Di dekat Aini tergeletak sebuah kuas yang ujung-ujungnya mulai mengeras, tadi malam kuas itu dipakai oleh Aini untuk menulis sesuatu di badan kapal. Dan tulisan itu adalah “Hadiah untuk Papa”, tapi mamanya Aini tidak mengetahui hal ini karena tulisan itu terdapat sisi badan kapal yang tidak menghadap ke arah pintu jadi rahasiakan hal ini ya karena ini adalah hadiah kejutan yang dibuat Aini untuk Papanya di sana. Seorang nelayan yang dulunya memiliki kapal yang tidak sebagus nelayan yang lainnya tapi kali in Aini yakin bahwa di atas sana papanya sedang tersenyum melihat kapal gagah itu dibuat khusus oleh Aini hanya untuk Papanya tercinta.


 Talia Bara, Lahir di Padang, bagian dari orang-orang yang berikrar untuk mendonorkan rambut, darah, dan organ mereka. Karyanya dapat diintip di IG: @atilaarba

  • About
  • Latest Posts
Redaksi Marewai
ikuti saya
Redaksi Marewai
Redaksi Marewai at Padang
Redaksi Marewai (Komunitas Serikat Budaya Marewai) adalah Komunitas Independen yang menyediakan ruang bagi siapa saja yang mau mempublikasi tulisannya, sebuah media alternatif untuk para penulis. Kami juga banyak berkegiatan diarsip manuskrip dan video/film dokumenter, mengangkat sejarah dan budaya Minangkabau. Bebebapa dari karya tsb sudah kami tayangkan di Youtube Marewai TV.
Silakan kirim karyamu ke; [email protected]
Redaksi Marewai
ikuti saya
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
  • Literasi yang Tak Masuk Akal, tapi Masuk Anggaran & Literasi yang Masuk Akal, tapi Tak Masuk Anggaran | Robby Wahyu Riyodi - 10 Oktober 2025
  • Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu - 5 Oktober 2025
  • Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan - 30 September 2025
Tags: Cerpen

Related Posts

Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu

Puisi-puisi Chalvin Pratama Putra – Narasi untuk Ibu

Oleh Redaksi Marewai
5 Oktober 2025

Mencari Jalan Mendaki ;untuk kerajaan Jambu Lipo di jalan tanah berlubang ini telah  kita susuri jejak-jejak kaki kuda lenguh...

Cerpen: Sales Event Organik (E.O) – Rori Aroka

Cerpen: Sales Event Organik (E.O) – Rori Aroka

Oleh Rori Aroka
3 Oktober 2025

Di ujung sebuah kota kecil, berdirilah sebuah toko pupuk bernama Event Organik (E.O). Namanya terdengar gagah, seolah-olah perusahaan itu...

Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan

Puisi: M.Z Billal – Pertanyaan yang Dilarang Dipertanyakan

Oleh Redaksi Marewai
30 September 2025

PERTANYAAN YANG DILARANG DIPERTANYAKAN apakah gerangan yang terjadi jika nanti pertemuan ini telah mencapai batas penghabisan?             ; tolong,...

Cerpen: Putri Oktaviani – Resep Penghianatan

Cerpen: Putri Oktaviani – Resep Penghianatan

Oleh Redaksi Marewai
24 September 2025

Irisan wortel yang merupakan sayuran kesukaanku dicampur dengan irisan kentang kesukaan suamiku, dengan tambahan brokoli yang mungkin akan menjadi...

Next Post
Aji Mantrolot – Penggalan II: MADA

Aji Mantrolot - Penggalan II: MADA

NAN TUMPAH MASUK SEKOLAH 2025 SELESAI, KSNT SIAPKAN PROGRAM PRAFESTIVAL PEKAN NAN TUMPAH 2025 YANG LAIN

NAN TUMPAH MASUK SEKOLAH 2025 SELESAI, KSNT SIAPKAN PROGRAM PRAFESTIVAL PEKAN NAN TUMPAH 2025 YANG LAIN

Discussion about this post

Redaksi Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Ruang-ruang

  • Budaya
  • Sastra
  • Punago Rimbun
  • Pelesiran
  • Carito

Ikuti kami

No Result
View All Result
  • Kirim Tulisan ke Marewai
  • Budaya
  • Carito
  • Sastra
  • Berita Seni Budaya
  • Pelesiran
  • Punago Rimbun
  • Tentang Marewai

© 2024 Redaksi Marewai

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In