
Sebagaimana dalam kebanyakan pilem yang dibintangi “aktor heroik” kita ini, Jhon Abraham. Kemurungan demi kemurungan percintaan agaknya sudah melekat kepadanya. Acap memerankan tokoh dengan alur cerita kematian istri dan pacar. Sedikit berbeda dengan Ranbir Kapoor memang, yang kerap memerankan tokoh ditinggal kekasih dan percintaan yang gagal. Jhon Abraham nampaknya memang tidak kuat secara karakter bila dihadapkan percakapan panjang. Barangkali itu alasan dia lebih banyak bermain aksi ketimbang drama penuh dialog. Bila dibandingkan dengan Akshay Kumar, Jhon Abraham cukup bagus memerankan karakter seorang prajurit satuan penuh aksi. Sebut saja sekuelnya Force, Batla House, Satyameva Jayate, atau Madras Cafe yang kontroversi itu. Ada banyak lagi peran yang dimainkan Jhon Abraham sebagai prajurit satuan. Meski di beberapa pilem ia tak melulu jadi protagonis. Diperan antagonis pun ia tetap diberikan peran sebagai prajurit satuan. Mantap.
“aktor heroik” kita yang satu ini memang tidak banyak memainkan peran romantis ataupun percakapan yang mengundang hari biru layaknya seorang penyair yang sekarat ketika kehilangan kekasih hati. Misalnya dalam pilem terbarunya, Vedaa, yang awalnya pilem disajikan alur balas dendam atas kematian sang istri oleh teroris (agak basi memang). Namun sebagai pengantar kilas balik untuk adegan selanjutnya, kilas balik singkat itu cukup jadi penting. Vedaa menceritakan kisah seorang perempuan dari kasta Dalit, pilem ini terinspirasi dari peristiwa nyata. Vedaa Berwa, seorang mahasiswa hukum Dalit, tinggal bersama keluarganya di Barmer, Rajasthan, tempat tinggal Jitendar Pratap Singh yang merupakan kepala desa tidak resmi dari 150 desa. Vedaa selalu dianiaya dan disiksa oleh orang-orang kasta atas karena diskriminasi kasta. Sebagaimana yang kita lihat seliweran di media sosial, kasta Dalit bahkan sangat tak dihargai keberadaan. Dalam pilem ini, nyaris penggambaran serupa juga disajikan. Bahkan lebih dari itu.
Pembantaian keluarga Vedaa saat pernikahan setelah mengetahui sang kakak berpacaran dengan adik perempuan Pratap. Kejadian nahas itu di ketahui masyarakat; jalanan diblokir, tidak seorang pun boleh keluar dan membukakan pintu saat Vedaa dan kakak perempuannya diburu anak buah Pratap. Tentu saja malam pernikahan itu menjadi tragis; mempelai pria dan wanita meregang nyawa. Pratap menipu Vinod dan Arati agar kembali ke Barmer dan menyuruh mereka dibantai. Saudara perempuan Vedaa, Gehna, dibakar hidup-hidup. Bagi kasta atas baik keluarga ataupun masyarakat, dia harus diakhiri hidupnya kalau sudah membuat aib keluarga, seperti yang dilakukan adik perempuannya menjalin hubungan dengan kasta bawah.
Pilem dengan alur cerita percintaan serupa itu jelas sudah sangat banyak di perpileman India. Tapi bagaimana mereka melahirkan aktor-aktor muda seperti Vedaa adalah sebuah hal lain; totalitas dan mentalitasnya terlihat jelas. Bagaimana ia mengimbangi lawan main yang lebih tua, serta pendalaman karakter seolah benar-benar menguasai. Vedaa yang terobsesi menjadi seorang petinju di tengah kekuasaan yang membenci kastanya. Terlebih Vedaa seorang wanita, bully, pemukulan dan ancaman nyata secara terang-terangan menghampirinya. Tetapi matanya menyimpan nyala perlawanan, teguh dan berprinsip. Sehingga ia harus berjuang melawan ketidakadilan itu. Nampak sangat mustahil, bahkan bagi sang ayah, tapi ia memilih mati dalam perlawanan. Ketimbang mati dalam pasrah. Waw.
Pilem ini disajikan sederhana, perjuangan seorang kasta Dalit mencari keadilan. Memutuskan tidak melarikan diri dan memilih mengadu nasib ke pengadilan yang ketakutan akan kekuatan Pratap seorang kaya raya angkuh. Meski semacam potongan-potongan kisah; kasta, prajurit, olahraga, prinsip, politik dan anak muda. Pilem ini seolah hanya kumpulan kisah dari berbagai sumber yang dirajut sedemikian rupa. Walau pada akhirnya nampak memaksakan. Sebagian dari pilem ini seolah tempelan belaka jika pada akhirnya soal perjuangan mencari keadilan. Sedangkan di tengah pilem, Vedaa dan Abimanyu seolah akan menjadi murid dan guru yang akan memenangi kejuaraan tinju. Atau, perang di olahraga, atau kejutan lainnya akan muncul. Nyatanya, sampai pilem habis, tidak ada kejutan berarti. Terlalu banyak peristiwa ingin diceritakan dalam pilem ini, tapi hampir tidak satupun yang kuat. Selain derita kasta Dalit, selebihnya remah-remah belaka. Jhon Abraham tetap seperti biasa; babak belur dan merelakan segala masa lalunya. Tentu saja saya tidak perlu menebak lagi ia mati atau hidup. Toh, di banyak pilem yang ia bintangi, kejadian serupa kerap diulang-ulang.
Sebagai sebuah pilem aksi, Vedaa lumayan untuk ditonton. Ada beberapa bagian yang cukup menarik, seperti hukuman bagi kasta Dalit, prinsip, dialog filsafat dan lainnya. Mantap jugalah.
Pemeran:
John Abraham sebagai Abimanyu Kanwar
Sharvari Wagh sebagai Vedaa
Tamannaah Bhatia sebagai Raashi
Abhishek Banerjee sebagai Jitendar Pratap
Ashish Vidyarthi sebagi Kaka
Kumud Mishra sebagai Mausaji
Kshitij Chauhan sebagai Suyog Pratap Singh
Tanvi Malhara sebagai Gehna (saudara perempuan Vedaa)
Rajendra Chawla sebagai Berwa (ayah Vedaa)
Danish Husain sebagai Mountbatten
Kapil Nirmal sebagai Bhimsen Purohit
Anurag Thakur sebagai Vinod (kakak laki-laki Vedaa)
Parag Sharma sebagai Sunehre
Rajoshri Vidyarthi sebagai nyonya Berwa (ibu Vedaa)
Durasi: 151 menit
- Devara Bagian 1: Plot Twist Seorang Penjaga Laut Merah - 11 Februari 2025
- The Return: Odysseus Penelope dan Sengkarut Kesepian Ratu Kerajaan - 4 Februari 2025
- Rifle Club: “Semua Orang Butuh Makan, Tapi Tidak Semua Orang Mau Berburu” - 27 Januari 2025
Discussion about this post