- Aji Mantrolot: Penggalan VII – Kabau Gadang Bagian V - 30 Oktober 2025
- Aji Mantrolot: Penggalan VI – Kabau Gadang (Bagian IV) - 23 Oktober 2025
- AJI MANTROLOT: Kabau Gang (Bagian II) – Dewang Kara Sutowano - 19 Juni 2025

AJI MANTROLOT (Sebuah Cerita Panjang Yang Sengaja Dicerai-berai)
PENGGALAN VI: KABAU GADANG (Bagian IV) Dewang Kara Sutowano
Tujuh hari sebelum Sidang di Balairong Sari Jorong Tabek Pariangan berlangsung…
Suasana sidang di Baleh Rumah Gadang Tuan Suravaca menjelang siang ini dipenuhi oleh asap dari rokok gulungan daun tembakau, kunyahan sirih serta bisik bisik diantara para peserta sidang. Sudah tujuh hari berlalu semenjak Datuak Indharma Tuan Suravaca bergelar Raja Akarendravarman wafat, belum juga terpilih pengganti beliau. Tekanan semakin memuncak, karena jika tak juga mencapai kata sepakat, Gelar Datuak Indharma bahkan gelar Tuan Suravaca terancam “Tagantuang Di Tiang Panjang”, Nagari Suravaca terancam tidak memiliki pemimpin. Ini situasi yang sangat rumit, tergambar jelas di kerutan kening para peserta sidang, terutama di raut wajah Datuak Mantiko Sati, petinggi kaum suku Malayu yang diserahi tugas secara Adat Lembaga Nagari Suravaca untuk menjadi pimpinan sidang pemilihan Datuak Indharma gelar Tuan Suravaca yang baru pengganti Raja Akarendravarman.
“Seluruh kandidat yang berhak menggantikan Datuak Indharma sudah dikumpulkan dan dipertimbangkan, namun tak juga kita bisa bersepakat hingga saat ini. Hamba terus terang tidak habis pikir apa lagi yang menghambat kita…”, Datuak Mantiko Sati mengeluh kepada peserta sidang, dan dijawab dengan saling menatap antar sesama peserta sidang. Pemilihan Datuak Indharma ini begitu sangat penting, karena ini menyangkut bukan hanya memilih penerus pimpinan kaum suku Malayu Balimbiang Lilin, melainkan juga memilih “Raja” bagi Nagari Suravaca, yang walau berideologikan Mahzab adat Koto Piliang, tapi juga punya struktur Ber-Raja dengan gelar Tuan Suravaca yang secara politik berwenang mengatur politik dan pemerintahan Kedatuan Suravaca. Artinya pemegang gelar Datuak Indharma selanjutnya bukan hanya sebagai pemimpin suku dan kaum, tapi juga pemimpin Nagari bergelar Raja.
Uniknya struktur sosial Kedatuan Suravaca saat ini tak terlepas dari dinamika internal Kedatuan yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu ketika Nagari Tanjung Balik dan Nagari Tanjung Aur saling berperang memperebutkan sumber daya emas di bantaran sungai yang membelah wilayah Kedatuan Suravaca. Atas kesepakatan bersama antara dua nagari yang diinisiasi oleh Raja Natan Sang Sita Sangkala yang sedang mengkonsolidasikan kekuatan kekuatan politik di Bukit Barisan, dipilihkan secara aklamasi Raja Akarendravarman menjadi Raja tunggal dari seluruh wilayah dan digabungkannya dua Nagari tersebut bersama sejumlah Nagari lain sekawasan menjadi sebuah Kedatuan yang bernama Kedatuan Suravaca. Latar belakang Raja Akarendravarman yang merupakan keturunan dari bangsawan Kenagarian Suravaca dengan bangsawan wangsa Mauli di Dharma Seraya ini yang kemudian membuat pencarian penerus gelar Datuak Indharma menjadi sulit karena berdasarkan prinsip “Kato Pilihan”, pengganti Datuak Indharma yang wafat haruslah sosok pilihan yang mempunyai bidang Ranji dan Silsilah yang sesuai dengan Raja Akarendravarman, berdarah asli Suravaca sekaligus berdarah Wangsa Mauli. Persoalan muncul ketika tak satupun kandidat saat ini yang memenuhi syarat, tak ada yang “samparono” berdasarkan Ranji maupun Silsilah.
Perdebatan ini sudah memakan waktu berhari-hari. Lazimnya adat di tanah Malayu, seorang pemimpin kaum yang baru dipilih pada saat mayat sang datuak “demisioner” dimasukkan ke liang lahat, dan sebelum ditutup kuburannya maka dipilih pemimpin baru pengganti beliau di dalam sidang dadakan dipinggir liang lahat. Tapi kali ini beda. Pemakaman Datuak Indharma Tuan Suravaca yang serba mendadak, tertutup dan terbatas membuat sidang tidak bisa dlaksanakan pada saat pemakaman, dan harus dilaksanakan di atas Baleh Rumah Gadang suku Balimbiang Lilin.
Suasana sidang masih deadlock, para peserta sidang yang merupakan seluruh datuak yang ada Kedatuan Suravaca masih berdebat soal mekanisme pemilihan dan syarat sah pencalonan kandidat. Perdebatan tak tentu arah ini hanya diakhiri dengan kebisuan karena peserta sidang kembali gagal mencapai kata sepakat.
Datuak Mantiko Sati dihinggapi rasa frustasi.
*
“Tuanku..!, Tuanku Datuak..!”, suara seseorang memecah kebuntuan yang sedang berdiri di daun pintu Rumah Gadang.
“Ada apa tuan Pandito..? Kenapa tuan terburu-buru bicara..?”, tanya Datuak Mantiko Sati kepada Pandito yang merupakan salah satu panitia pemilihan.
“Di halaman Rumah Gadang saat ini telah hadir tiga orang utusan dari Dharma Seraya yang ingin masuk dan menjumpai segenap peserta sidang serta Tuanku Datuak juga..”.
Datuak Mantiko Sati terdiam, “utusan dari Dharma Seraya?” Lama beliau termenung, barangkali inilah yang menjadi pertanda alam dari berlarut-larutnya persoalan ini..”, gumam Datuak Mantiko Sati.
Datuak Mantiko Sati bangkit dari duduknya, berdiri sempurna. Tangan kiri beliau memegang gagang keris datuak yang terselip di pinggang. Peserta Sidang termangu melihat gestur sambil menunggu petanda dari beliau. Benar saja, Datuak Mantiko menggeser posisi gagang keris beliau dari yang semula menghadap ke kiri tubuh ke arah kanan, dikenal dengan prosesi “memencong karih”. ini sebuah maklumat, sebuah titah! Pikir para peserta sidang sambil menatap posisi gagang keris Datuak Indomo yang sudah bergeser.
“Para peserta sidang yang saya hormati, para Ampek Jinih, Niniak Mamak, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang, serta Parik Paga Kadatuan Suravaca. Kedatuan Suravaca adalah Nagari Barajo, tetapi memakai Adat Koto Piliang sebagai pakaian. Didalam kaidahnya, sesuai dengan mamangan “Kamanakan Barajo ka Mamak”, pengganti seorang Mamak adalah seorang Kamanakan. Dalam kasus pengganti Raja Akarendravarman, maka yang paling berhak menggantikan beliau adalah salah satu dari Kemenakannya..”, peserta sidang masih terdiam, tak ada yang bersuara tanda setuju.
“Dalam hal ini, kita bersama di forum sidang ini sudah berikhtiar selama tujuh hari tujuh malam mencari sosok pengganti Raja Akarendravarman dari kalangan Kemenakan beliau yang berasal dari jalur matrilineal beliau di Kedatuan Suravaca ini, tapi sampai sekarang belum membuahkan hasil. Saya selalu bertanya-tanya apa yang salah dari proses sidang kita selama ini sehingga kata mufakat belum juga tercapai. Ternyata ada satu pihak yang berhak yang seharusnya kita pertimbangkan ternyata luput dari pandangan mata kita, dan terlupakan dari daftar undangan kita..”, Datuak Mantiko Sati berkata dengan nada datar.
Buncahlah peserta sidang.
“Siapa pihak yang berhak tapi tidak dimasukkan dalam bursa calon, tuanku Datuak. Rasanya seluruh kemenakan mendiang Datuak Indharma yang rasanya memenuhi syarat sudah dimasukkan dalam daftar kandidat..?”, tanya Datuak Majo Api seorang peserta sidang pemilihan kepada Datuak Mantiko Sati.
Seolah paham dengan gumaman peserta sidang, maka Datuak Mantiko Sati melanjutkan, “tentu Datuak tidak lupa, selain memiliki jalur matrilineal dari jalur Suravaca, seperti juga mendiang Datuak Indharma bergelar Raja Akarendravarman, maka pengganti beliau juga harus memiliki darah Patrilineal berdasarkan silsilah di Dharma Seraya..”, ucap Datuak Mantiko Sati. “Dalam rapat ini, kita, entah lupa entah alpa, ternyata tidak mengundang pihak Patrilineal, pihak Bako dari Raja Akarendravarman dalam proses sidang pemilihan Datuak Indharma yang baru. Karena kita semua tahu bahwa didalam diri seorang Datuak Indharma, tidak hanya melekat gelar seorang Mamak Kaum, melainkan juga melekat gelar seorang pemimpin Kedatuan…, seorang Raja. Dan seorang Raja itu dihitung menggunakan Silsilah dari Patrilineal, bukan sekedar Ranji yang merujuk jalur Matrilineal saja!”.
Peserta sidang terdiam, mungkin menyadari kekeliruan mereka selama ini.
“Inilah yang menyebabkan sidang kita tak kunjung mencapai sepakat, seolah-olah tak direstui penguasa langit. Berputar-putar tak tentu arah. Kita sudah salah cara sejak awal. Harus segera diperbaiki dengan melibatkan seluruh pihak yang berhak dan berwenang!”, tandas Datuak Mantiko Sati.
Datuak Mantiko Sati lantas mengalihkan pandangannya kepada Pandito tadi sambil berkata, “Tuan Pandito, panggil utusan dari Dharma Seraya yang saat ini berada di halaman untuk naik ke atas Rumah Gadang, kami ingin mendengar berita dari mereka. Tolong diperbaiki lagi posisi duduk angku-angku yang hadir di Baleh saat ini, tolong sediakan tempat duduk bagi utusan dari Dharma Seraya..”.
*
Ketiga utusan berdiri didepan pintu Rumah Gadang. Peserta sidang menunggu sambil diam apa sekiranya kata pembuka yang akan disampaikan oleh mereka. Datuak Mantiko Sati lantas berkata, “silakan tuan-tuan, ambil tempat duduk senyamannya lantas sampaikanlah pandangan tuan-tuan langsung kepada kami mewakili Bako mendiang..”.
“Namo Budhayya.., perkenalkan saya Mpungku Dharmma Dwaja. Saya bersama dua orang Acarya datang sebagai utusan dari yang mulia Aji Mantrolot , Raja Muda Kerajaan Malayapura di Dharma Seraya bergelar Raja Palokamo untuk menyampaikan pesan yang mulia kepada segenap peserta forum sidang ini..”, ujar utusan yang berada ditengah memakai baju Pendeta khas Budha Bhairawa.
Datuak Mantiko Sati lantas langsung mempersilakan si Pendeta melanjutkan, “Apa sekiranya pesan beliau, tuan Pendeta Dharmma Dwaja..?” Tuan Pendeta lantas membuka gulungan maklumat yang didekapnya sedari tadi, membukanya lalu membacakan isinya.
“Namo Budhayya.., Saya Aji Mantrolot, Anak dari Puti Reno Marak Janggo, Cucu dari Puti Reno Kancano Wungu, pemilik sah ulayat di Suravaca. Dengan ini menyatakan hak saya untuk mengenggam gelar Tuan Suravaca menggantikan Mamak saya Raja Akarendravarman. Tidak ada yang lain yang lebih berhak daripada saya. Saya adalah penyambung hubungan antara Suravaca dan Dharma Seraya selayaknya nenek saya Puti Reno Kancano Wungu merupakan istri dari Srimat Tribhuvanaraja Maulivarmadeva, Raja kerajaan Malayapura. Kebijaksanaan para peserta sidang saya harapkan, tengah bulan Waisaka 1268 Saka saya akan datang ke tanah Suravaca menjemput tahta dan gelar saya. Sadhu, Sadhu, Sadhu..!”.
Peserta sidang terdiam.
Seseorang di antaranya berbisik, “kurang dari dua minggu dari sekarang..!”.
*
Datuk Mantiko Sati lalu menggeser pandangannya ke arah seluruh peserta sidang, “Angku-angku Datuak sekalian, apakah sidang sudah bisa kita lanjutkan..?”.
Proses Sidang Pemilihan Datuak Indharma bergelar Tuan Suravaca selanjutnya mengalir seperti air, lancar dan deras. Menjelang magrib dan setelah seluruh pertimbangan didengarkan, maka forum bersepakat, menurut alur dan patut, buku tali, barih dan balabehnya, menunjuk Aji Mantrolot Raja Palokamo menjadi Datuak Indharma sekaligus Tuan Suravaca pengganti mendiang Raja Akarendravarman.
Utusan Dharma Seraya kembali dengan membawa undangan pelantikan Aji Mantrolot, dua minggu dari sekarang, dan mulai besok akan menjadi hari-hari yang sibuk di Kedatuan Suravaca.

Insert Foto:
Prasasti Bukit Gombak atau disebut juga Prasasti Pagaruyung I. Dalam prasasti ini dituliskan puji-pujian kepada Raja Adityavarman, diantaranya juga menyebutkan silsilah beliau dari jalur pihak Patrilineal (ayah). Prasasti ini ditemukan di Bukit Gombak Nagari Saruaso dan saat ini berada situs Prasasti Pagaruyung di Nagari Pagaruyung. Prasaati ini membuktikan mulai bercokolnya dinasti Mauli di jantung Luhak Nan Tigo pada era 1350an. Prasasti dibuat tahun 1357 masehi (1278 Saka).
Catatan Kaki:
Berdasarkan catatan beberapa tambo, secara garis Matrilineal, Adityavarman berasal dari keluarga bangsawan Kedatuan Suravaca dimana Puti Reno Marak Janggo alias Dara Jingga adalah Sepupu dari Raja Akarendravarman dan Puti Reno Kancano Wungu adalah adik beradik dengan ibu dari Akarendravarman. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Aji Mantrolot gelar Rajo Palokamo/Adityavarman adalah kemenakan kontan Raja Akarendravarman penguasa Kedatuan Suravaca (sekarang bernama Nagari Saruaso)






Discussion about this post