MENUTUP JENDELA
“ash-sholaatu was-salaamu ‘alaik
yaa imaamal mujaahidiin”
langkah suara tarhim seorang muadzin
terseret panjang
dari surau ke jalanan yang mulai lengang.
teriak emak memanggil anak-anak
agar segera beranjak pulang
mengakhiri segala permainan.
suara yang membuat semua hal mereda
karena telah mendekat ke “sandingkala”
saatnya bapak menyalakan pediangan
di sisi-sisi kandang
asap menguar keluar
mengusir segala bala
yang mengintip di luar jendela.
tangan kecil nan terampil menurunkan tirai
menutup mata senja yang mulai remang
namun tak hendak segera beranjak
karena sebentar lagi
akan ada bayang purnama
terjebak di kaca-kaca jendela.
Karawang 2023
MELEPAS LAMPION
sebuah lampion
terbang melambung ke langit kepalamu
kau buat dari secarik kain layon
pembungkus jasadmu
membubung melewati
bangkai-bangkai masa silam
terbingkai nama-nama di nisan kayu.
bermacam mata mimpi
mengintip di balik bayang
hendak mencari dan mencuri cahayanya.
tapi mimpi hanya bisa disentuh oleh lindur
yang dimiliki tidur dan masa depan.
melintasi padang lepas
yang kadang menghijau kadang ranggas
tempat penggembalaan pikiran-pikiran liar
mengular, dan kauikat erat
agar tak sampai melompat
namun tetap ada saja yang luput
menerobos melalui liang mulut.
ooo.. alangkah banyak beranak pinak
tak pernah punah
meski rela tiap hari dijegal dan dijagal
oleh dogma dan kaidah.
terus melayang hingga tersangkut aral
ranting dari pohon kata-kata
yang diajarkan ibu
saat pertama kau bisa mengeja.
pohon yang pernah rimbun
oleh nyanyian ibu itu telah tanggal
melepaskan daun dan dahan kering kering
yang menolak lapuk
karena berharap lampion tak pernah
redam dan padam
rela menjadi unggun untuk berbagi nyala.
Karawang 2022
MENYETRIKA PAKAIAN
mula-mula kurentang kenangan
tentang bulir-bulir peluh nan setia
mengusap kerah waktu antara kini dan nanti.
juga butir-butir debu mengukur
mili demi mili lengan jarak
antara kau dan aku.
begitu lelah denyut ingatan
yang tersimpan di saku nadimu
kuraba dan kurasa hingga
membuaiku dalam ada dan tiada.
pada ujung celana melekat
berat langkah hujan terperangkap kaki musim
dan tajam mata fajar dan senja bergantian
menunjukmu.
kutemui lembar bukti yang selalu
aku cuci dan lumuri pewangi
disetiap kali kau kenakan dan lepas kembali
disetiap kali aku rendam dan keringkan lagi.
lembar yang hanya robek oleh luka
dan terbakar air mata
meski tanpamu, tak kan bisa
kuhadirkan kembali.
di setiap kusetrika pakaianmu
ada aku yang kujumpai selalu
tampak kusut masai dan terabai
teronggok dalam keranjang doamu
lalu kugosok hingga rapi
dalam lipatan harapanmu.
Karawang 2023
POHON KELAPA DI HALAMAN
aku bertanya tentang pohon kelapa
yang ditanam di halaman buku gambar
anak kita tiga tahun lalu
yang kini buahnya
tak lebih tinggi dari kepala kita.
tak ada pohon lain selain rumput liar
tanaman-tanaman menjalar
serta satu dua burung dan capung
yang bersarang di pelepahnya.
mungkin anak kita tak pandai bertanam
atau buku gambar itu tak cukup lebar
menampung berbagai ingin dan angan.
“pohon itu adalah seorang ibu” jawabmu
jemari runcingnya panjang membentang
memayungi kepala-kepala yang
rapat berpeluk di dadanya.
“dadanya sebuah telaga” sahutmu
sabar mengairi kepala anak-anaknya
agar kelak saat terlepas
hingga menabrak pagar batas
rela meredakan lapar dan dahaga
para pesafar.
kututup halaman buku pelan-pelan
silir angin menebar dingin
manggar-manggar kelapa berjatuhan
di tandan rambutmu
dan kepala-kepala itu makin erat berdekap
menguatkan rindu di dada ibu
Karawang 2023
MENIMANG BAYI
“Tak lela lela ledhung”
terdengar alunan tembang
dari bening suara biyung
mengemban masa kecilnya sendiri.
yang rewel dan sedikit sumang
diayun kiri-kanan, kiri-kanan dengan
selembar kain batik kawung.
kain yang erat bergelayut di punggung
menahan beban yang kian sarat
entah oleh kenangan
atau kenakalan-kenakalan masa kecil.
“tak lela lela ledhung”
tak lelah biyung bersenandung
– tembang tentang sesosok raksasa
mengelana di bulan-bulan purnama
mencari jiwa anak-anak yang terjebak
dalam raga-raga dewasa –
menghalau petang begitu tintrim
pelan beringsut menuju malam.
kain gendong semakin dalam
mendekap masa kanak-kanak
yang sedari sore tantrum.
sementara tegar pundak telah susut
oleh angin dan angan
yang terlampau cepat terluput.
jemari keriput simbok
mempuk-puk mungil popok
yang dulu dikenakannya semasa bayi.
tenang meringkuk dalam gendongan
melantunkan doa harapan
kelak kan tumbuh sebagai wanita utama
menjunjung-harumkan:
namanya.
Tuban 2023
BIODATA PENULIS Winarni Dwi Lestari, lahir di Tuban 14 Mei. Kini tinggal di Karawang, Jawa Barat, sebagai ibu rumah tangga & menekuni usaha property. Studi terakhir Sarjana Univ Telkom. Puisinya pernah dimuat di media cetak, media online maupun buku antologi bersama. Pecinta puisi dan masih terus belajar menulis puisi. IG: @winarni_2lestari
FB: http://www.facebook.com/winarni.lestari
- Esai: Syekh Siti Jenar dan Pembangkangan atas Keseragaman | Fatah Anshori - 6 Oktober 2024
- Essay Ketika Seorang Antonio José Bolívar Memilih Masuk ke Hutan | Fatah Anshori - 29 September 2024
- Cerpen Seperti Mama Melakukannya | Putri Oktaviani - 28 September 2024
Discussion about this post