tidak! akulah korban atas kematian
yang sejak lama ia rencanakan.
tidak! akulah korban atas pembebasan
kutukan yang sejak lampau
2 Pembelaan Sangkuriang, Daffa Randai
DI TELAGA ASING
di telaga asing itu, aku sembunyi dari maut.
dari nasib yang keruh, dari air melata:
yang julur ombaknya mengandung bisa.
tubuhku angin, berdesir tanpa bayangan.
akankah maut mengenaliku sebagai aku
yang ingkar atas usia dan kefanaan?
senja yang pucat bertengger di atas telaga
aku angin pikun yang gugup menerka arah.
mautkah itu yang hanyut ke hilir sabda?
2020
DI MANAKAH KESEDIHAN
perahu tertambat di tepi pulau.
kau berjalan ke arah gerbang
menyanggul silsilah dalam diam.
tubuhmu sepi, tanpa pertanyaan
di manakah kesedihan
bisa benar-benar disembuhkan?
2020
DI SEBUAH JALAN
di sebuah jalan di tepi jurang
aku bertanya padamu: “adakah arah
yang bisa kutempuh agar aku tersesat
dan menemukan diriku sendiri bertanya
bagaimana cara selamat dari ketersesatan?”
kau teguk pertanyaanku dan kau cangkul
sepasang mata bola dari matamu:
“bawalah penglihatanku sebagai petunjuk
keduanya menghafal arah menuju
pertanyaan-pertanyaan gaibmu.”
2020
2 PEMBELAAN SANGKURIANG
pertama:
sedikit pun, tak ada gelombang darah
bekas pembunuh yang mendesir di tubuhku.
jadi haruskah aku mengaku kalah
atas tuduhan berlaku kejam
melepas panah ke jantung tumang?
tidak! akulah korban atas kematian
yang sejak lama ia rencanakan.
tidak! akulah korban atas pembebasan
kutukan yang sejak lampau
menguncinya di tubuh binatang.
kedua:
sedikit pun, tak ada maksud memaksa
cinta yang dinasibkan terlarang.
tapi kutukan atas kecantikannyalah
muasal kebutaanku mengenal sejarah.
tidak! aku tidak sepenuhnya salah
telah mencintai ibu yang ingkar atas usia
demi menutupi kesedihan panjangnya.
2019
KISAH DALAM KITAB, 2
ia mengiris jantung, lalu tergopoh ke sungai
mengayun langkah menuju tepian.
“gaunmu berlumur darah, untuk siapa
kau siapkan kematianmu nanti, nona?”
di bibir sungai, tak ada siapa pun
seperti sibuk menunggu.
“nona, jangan semakin ke tepi.
tubuh sungai penuh luka, berbahaya!”
seseorang berlari ke arah sunyi
menyulam irisan jantung
ke tubuh maut yang pucat dan sedih.
“nona, di deras sungai, ketabahanmu mengalir.”
2019
TERJEBAK DALAM MIMPI
sepasang burung pulang
dan bersarang di kepalamu.
setiap kau tempuh mimpi
mereka bernyanyi
dalam tidurmu yang sunyi.
dalam tidurmu
mereka bernyanyi
sampai pagi.
ketika pagi, tidur kau sudahi.
mereka tetap bernyanyi
dan terjebak dalam mimpi
mimpimu yang mati.
2020
Daffa Randai, lahir di Srimulyo, Madang Suku II, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan pada 22 November 1996. Alumnus mahasiswa Universitas SarjanawiyataTamansiswa (UST) Yogyakarta, konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Presiden komunitas Pura-Pura Penyair. Buku tunggal perdana: Rumah Kecil di Kepalamu (Purata Publishing, 2018). Beberapa puisinya terbit di buku antologi bersama, media cetak dan online. E-mail: [email protected], Instagram: @randaidaffa96, Ponsel/WhatsApp: 0822-8245-2892.
- Esai: Syekh Siti Jenar dan Pembangkangan atas Keseragaman | Fatah Anshori - 6 Oktober 2024
- Essay Ketika Seorang Antonio José Bolívar Memilih Masuk ke Hutan | Fatah Anshori - 29 September 2024
- Cerpen Seperti Mama Melakukannya | Putri Oktaviani - 28 September 2024
Discussion about this post